Mohon tunggu...
Bisyri Ichwan
Bisyri Ichwan Mohon Tunggu... Dosen - Simple Man with Big Dream and Action

Santri Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi dan Alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Seorang yang kagum dengan Mesir karena banyak kisah dalam Al Qur'an yang terjadi di negeri ini. Seorang yang mencoba mengais ilmu pengetahuan di ramainya kehidupan. Seorang yang ingin aktif kuliah di Universitas terbuka Kompasiana. Awardee LPDP PK 144. Program Doktor UIN Malang. Ketua Umum MATAN Banyuwangi. Dosen IAIDA Banyuwangi. Dan PP. Minhajut Thullab, Muncar, Banyuwangi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Umroh 2011 : Jualan Kristal Austria (23)

4 Oktober 2011   00:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:22 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_139289" align="alignnone" width="640" caption="Kristal Austia yang dibeli di Mesir (Foto : bisyri)"][/caption] Seperti biasa, hari-hari di Makkah hanya di isi dengan ibadah. Saat saya hendak turun dari kamar hotel menuju masjidil haram dan sedang di lift, ada kawan Indonesia yang bareng sama saya senyum-senyum. Dia masih muda. Saya sebenarnya sudah tahu dia sejak kemarin, ketika kami baru pertama ceck in ke dalam hotel. Sepertinya orang Madura, karena saya mendengar percakapan dia bersama para jama'ahnya memakai bahasa itu. "Dari mana mas?", dia mengawali. "Aslinya sih Banyuwangi, cuma saya belajar di Mesir". "Owh!, udah berapa kali umroh?". "Ini perdana mas dan akan lebih sering, insya Allah", canda saya. Kami ngobrol hingga keluar hotel. Tujuan kami sama, sama-sama ingin ke masjidil haram. Rupanya dia juga menginap di hotel tempat saya nginap karena harus mendampingi jama'ah umroh dari travel Maktour. "Kita ke lantai tiga aja yuk, lewat sana", dia mengajak saya menuju ke lantai yang tidak terlalu penuh. Kami hendak melaksanakan shalat isya' dan tarawih dan jama'ah sudah begitu padat. Dia menunjuk ke jalur eskalator yang ada di pintu yang digunakan untuk lewat orang-orang yang mendorong orang cacat. Di pintu sebelah kanan dari pintu utama, di sana tidak terlalu ramai. "Saya Bisyri mas", saya memperkenalkan diri. "Halim", jawab dia sambil tersenyum. Dia lahir dan dibesarkan di Makkah, aslinya dari Madura. Orang tuanya semuanya mukim di Makkah. Kami ke lantai atas bersama dan mencari saf yang masih kosong. Di atas penuh juga. Ya, seperti inilah ramadhan, selalu penuh. Namun, justru dengan ramainya masjidil haram, suasana khusyu'nya ibadah begitu terasa. Kadang saya merekam beberapa rakaat dari suara imam shalat sebagai obat kangen ketika nanti sudah kembali ke Mesir lagi. Selesai shalat tarawih, kami tidak langsung pulang. Kami ingin mendapatkan 20 rahmat Allah dengan melihat indahnya pemandangan ka'bah. Ramai dan riuh, ribuan orang berkeliling di sekitarnya. Pemandangan yang benar-benar membuat hati saya bergetar dan keteduhan selalu datang setiap kali melihat keindahan ka'bah itu. Beberapa foto saya jepretkan. "Ane lapar, cari makan yuk", ajak halim untuk keluar masjid. Sebenarnya saya belum terlalu lapar, karena tadi ikut berbuka puasa di dalam masjid. "Ayuk!", saya oke saja. "Makan saya sedikit tapi terus..hehe", kata dia. Kalau gitu sama dengan saya, tapi saya jawab di batin saja. :-) Dia membeli tiga sandwich daging dan 2 softdrink, saya sengaja memesan satu, karena nanti kepengen makan lagi di ruang makan hotel. Satu saja sebenarnya juga sudah lumayan bisa mengganjal perut. Kami makan di tangga masuk menuju mall di hotel hilton, sebenarnya banyak orang lewat di sana, tapi cuek aja, lagian juga gak ada yang kenal. Kami ngobrol santai, saya bercerita tentang Mesir. Dia bercerita tentang Makkah, sampai saya menelpon mas kiram yang kemarin kami sudah janjian untuk ketemuan. "Bos, gimana, kapan ke hotel?", "Besok pagi aja ya", jawab dia. Ya udahlah, saya menunggu dia saja. Ada sesuatu kenapa saya menghubungi dia kembali. Dia membawa barang dagangan yang dibeli dari Mesir. Kristal Austria, hampir sama sih dengan kristal Mesir, walaupun secara kualitas tetap lebih mahal dan lebih bagus kristal Mesir, namun kristal Austria juga bagus dan menggoda untuk membeli bagi yang suka perhiasan. Pagi hari dia menelpon saya ketika saya sedang santai istirahat di dalam hotel sambil menonton berita timur tengah di channel televisi al-arabiya. "Ane udah di lobi nich", kata dia. "Langsung ke atas aja, udah tau kan, kemarin udah ke sini", saya menyuruh dia ke lantai 5 nomor kamar 506. Dia menyalami kami. "Ustadz, kiram mau minta izin untuk menawarkan barang dagangan ke jama'ah kita", pinta saya ke ustadz anwar. "Bawa apa dari Mesir?". "Kristal, coba tunjukin mas kristalnya". Mas Kiram menunjukkan sepuluh kotak perhiasan kristal yang ia bawa. "Istri saya juga jualan kayak gini di rumah, tapi yang made in Korea, hampir sama persis", ustadz anwar melihat-lihat dan juga memberikan contohnya ke ustadz kasman. "Antum beli ustadz, buat oleh-oleh istri di rumah", canda ustadz anwar kepada ustadz kasman. "Istri saya perhiasannya udah banyak", ustadz kasman sambil tertawa. "Ya udah nanti kalo pas lagi berbuka, tawarin aja ke jama'ah. Saya suka kalo ada teman-teman belajar sambil berdagang. Saya dulu juga punya pengalaman yang hampir sama ketika masih menjadi mahasiswa", lanjut ustadz anwar. "Satunya berapa?". "100 reyal", kata mas kiram. Setelah kami ngobrol-ngobrol banyak di dalam kamar, saya dan mas kiram turun ke lobi hotel untuk santai. Kebetulan saya membawa laptop dan wifi hotel adanya cuma di lobi hotel, sehingga kami buka-buka internet di sana sambil ngobrol ringan apa saja, saya bertanya tentang keadaan teman-teman yang tinggal di Rubath dan di rumahnya pak haji Hamdan, beliau adalah mukimin yang membantu teman-teman memberikan makan sahur gratis selama ramadhan sejak kami datang ke Makkah. Setelah maghrib saat kami berbuka bersama, saya juga ikut menawarkan kristal Austria mas kiram ke jama'ah, tapi yang saya kenal dekat saja seperti ke pak haji Suwandi yang ketika di bus, saya selalu duduk di samping kursi beliau ketika di depan. Saya masih belum memiliki mental penjualan yang bagus, entahlah, sampai saat ini saya masih malu dan kurang pede kalo disuruh jualan atau menawarkan barang dagangan. Saya lihat mas kiram juga masih malu-malu, kalo dia kemungkinan juga karena masih belum mengenal jama'ah umroh yang dibawa oleh ustadz anwar. "Yang lain mana?", ibu-ibu melihat contoh perhiasan yang mas kiram bawa. Dia hanya membawa dua contoh saja dan sisanya dia tinggal di dalam kamar hotel di atas. "Nanti saya ke kamar ya untuk lihat-lihat", ujar pak haji Suwandi. Saya mempersilakan beliau dengan senang hati. "Masih pertama santai saja, anggap saja sebagai perkenalan dulu, belum beli gak apa-apa", ustadz anwar memberikan semangat ke mas kiram karena para jama'ah hanya melihat-lihat saja dan belum ada yang beli. "Perhiasan seperti ini kalo dijual di desa kurang pas, karena pesaingnya adalah made in China dan harganya sangat murah, coba lihat apa bedanya, hampir sama kan", kami ngobrol dengan ustadz anwar sambil menyantap menu masakan Indonesia untuk berbuka dan melihat-lihat juga barang dagangan kristal Austria yang dibawa oleh mas kiram. "Nanti dua hari lagi pas hari Rabo, kita ada tausiyah di ruang makan ini, sekalian mau membahas tehnik untuk kepulangan ke Indonesia, nanti tawarin aja ke jama'ah", ustadz anwar melanjutkan pembicaraannya. Rencananya mereka para jama'ah umroh berada di Makkah sampai tanggal 19 malam 20 ramadhan. Mereka mengambil paket umroh 15 hari sejak kedatangannya pada tanggal 6 ramadhan kemarin. Di mana-mana waktu memang berjalan begitu cepat. Di dataran bumi manapun sama saja, termasuk di Makkah ini. Rasanya baru kemarin saya berjumpa dengan ustadz anwar di hotel fayrouz Madinah saat kami baru pertamakali bertemu. Baru kemarin saya mengenal para jama'ah yang ternyata banyak dari mereka yang para pengusaha dan pemerintah daerah di Batam. "Besok teman-teman mau sowan ke kediaman syeikh Muhammad al-Maliky, putra dari almarhum sayyid Maliki, ente ikut gak?", ajak mas kiram ketika hendak pamitan ke kami. "pasti ikutlah, ane pengen tahu juga, asrama Rubath Jawa itu letaknya mana, besok ke sini ya, kita berangkat bareng", jawab saya. Malam saya habiskan di dalam kamar hotel sambil ngutek-ngutek hp blackberry yang BBMnya tetap gak bisa aktif. Saya memakai kartu Mobily dan sudah berusaha habis-habisan untuk mengaktifkan layanan BBM dengan mengisi pulsa 100 reyal dan mengirimkan sms sesuai yang dikehendaki oleh operator. "Gimana, tetap gak bisa BBMnya?", tanya ustadz anwar. "Belum ustadz, saya udah kirim sms bolak balik dan gak ada balasan". "Coba lihat mana bekas wadah kartu perdananya". Saya memberikan kertas kartu perdana kepada ustadz anwar dan beliau malah tertawa. "Coba lihat. Ente beli kartu perdana gambarnya orang sedang berdoa gini, makanya walaupun kirim sms sampai 100 kali ke operator ya tetap tidak akan bisa aktif. Kalo gambarnya kayak gini, berarti gak boleh BBMan, disuruh khusyuk untuk berdoa, banyak-banyak doa, gak boleh main-main", sambil tertawa. Ustadz kasman juga ikutan menertawakan. Saya senyum-senyum juga. Dasar. Akhirnya pulsa yang masih banyak itu saya gunakan untuk menghubungi teman-teman saja, itung-itung juga untuk menyambung tali shilaturahim. Kartu mobily yang saya beli emang aneh. Sampai saya harus mengajak Halim menuju konter Mobily yang ada di lantai dasar hotel Daruttauhid Intercontinental untuk konsultasi dan petugasnya jawabannya juga tidak memuaskan, "istanna hatta istna wa isyrin sa'ah", tunggu sampai dua puluh empat jam, lah saya sudah menunggu lebih dari tiga hari. Benar-benar nasib. Berlanjut ke catatan berikutnya. Salam Kompasiana Bisyri Ichwan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun