Mohon tunggu...
Bisyri Ichwan
Bisyri Ichwan Mohon Tunggu... Dosen - Simple Man with Big Dream and Action

Santri Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi dan Alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Seorang yang kagum dengan Mesir karena banyak kisah dalam Al Qur'an yang terjadi di negeri ini. Seorang yang mencoba mengais ilmu pengetahuan di ramainya kehidupan. Seorang yang ingin aktif kuliah di Universitas terbuka Kompasiana. Awardee LPDP PK 144. Program Doktor UIN Malang. Ketua Umum MATAN Banyuwangi. Dosen IAIDA Banyuwangi. Dan PP. Minhajut Thullab, Muncar, Banyuwangi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Umroh 2011 : Berpisah di Bandara Jeddah (27)

6 Oktober 2011   16:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:15 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_139955" align="alignnone" width="640" caption="Bandara King Abdul Aziz, Jeddah saat siang hari (Foto : bisyri)"][/caption] Bus yang kami tumpangi berhenti di dekat warung Indonesia. Namanya begitu terkenal di telinga orang-orang Jeddah, warung itu bernama Bakso Mang Udin milik orang Betawi. Letaknya sangat strategis, ketika bilang berhenti di Qornish, pasti diberhentikan di sekitar sini, di sinilah pusatnya barang-barang elektronik dijual. Pasar rakyat di Jeddah, Saudi Arabia. "Kita shalat maghrib dan isya' secara jama' qoshor saja, status kita sudah disebut musafir", ujar ustadz Anwar ketika ada salah satu jama'ah yang menanyakan kapan shalat. Saya, mas kiram bersama rombongan yang lain mencari tempat duduk di tenda belakang lapak bakso mang udin. "Ente pesan apa?", tanya ustadz anwar ke saya. "Ikut saja", "saya pesan gado-gado, berarti pesan empat ya", "okelah, biar cepat, udah lapar", ustadz kasman menimpali. Kami berempat duduk satu kursi, di seberang kami keluarga bu nina menyapa. Mas Zairin mendekat dan bercerita kembali tentang kejadian musibah yang menimpa dia tadi. "Udah ikhlasin aja, pasti ada gantinya, benar kan ustadz?", bu nina menimpali, beliau terlihat sedikit shock. Maklumlah, itu IPhone juga masih baru dan mahal, harganya lebih 10 juta. Sambil makan, kami ngobrol-ngobrol, saya nanya-nanya tentang ibadah umroh, "umroh dibuka kapan lagi ustadz?", "insya Allah sekitar awal bulan maret tahun depan", jawab beliau. "Saya ingin sekali umroh, kira-kira nanti bisa mengusahakan visanya ustadz?". "Coba nanti kita bantu, kalo nanti ente bisa umroh, berarti posisi ente udah beda, nanti jadi guide saja, tapi harus jauh-jauh hari menghubungi saya, biar saya yang handle dan mempersiapkan", lanjut beliau. Sejak perdana melihat ka'bah secara langsung, merasakan nikmatnya berada di tanah haram, nikmatnya berada di Raudlah dekat makam Rasulullah, saya punya niat untuk lebih sering umroh, lebih sering mengunjungi tanah suci ini, bahkan punya cita-cita ingin mengajak orang-orang tercinta. Walaupun sampai saat ini, saya masih bingung, gimana caranya. Bagaimanapun, saya yakin, Allah memiliki caranya sendiri ketika salah satu hambanya memiliki keinginan kuat untuk itu. Iri dalam ibadah itu boleh. Termasuk saya yang iri dengan ustadz anwar karena setiap bulan beliau selalu bisa ke tanah suci. "Kalau berdoa di multazam, saya tidak pernah berdoa meminta diundang lagi dan menentukan jangka waktunya, biar Allah yang menentukan jangka waktunya kapan, saya gak pernah bilang : undang saya satu tahun lagi. Gak pernah. Malahan ingin diundang lebih sering". Beliau sering cerita ke saya tentang ini. Saya ingin seperti beliau yang sering ke tanah suci. Hari semakin malam, para jama'ah sudah banyak yang menunggu di dalam bus. Ketika saya menyeberangi jalan raya dan memasuki bus, ternyata saya orang terakhir yang mereka tunggu. Duh! saking asyiknya ngobrol, sampai gak terasa. Saya suka dengan cara ustadz anwar yang menghubungkan antara ayat qur'an satu dengan ayat qur'an lainnya ketika menjelaskan sesuatu, beliau hafal qur'an, sehingga penjelasannya nyambung. Apalagi saya juga jurusan tafsir di Al-Azhar, tafsir adalah pelajaran favorit saya. Kami mesti berangkat menuju bandara. Paling akhir jam 9 malam harus sudah ceck in. Di tengah perjalanan, nasi bungkus dari katering Mr. Satee dibagikan. Saya duduk dibelakang, sehingga awalnya tidak tahu kalau ustadz anwar sendirian sedang membagikan katering ke jama'ah, di depan saya ada yang nyeletuk, "masak ustadznya suruh bagi sendiri". Wah!, saya langsung kedepan dan meminta saya aja sama mas kiram yang membagikan, biar beliau memberikan penjelasan teknis ketika sampai bandara kepada para jama'ah. Mr. Satee adalah nama perusahaan katering yang dikontrak oleh travel Zulindo selama kami di Makkah. Rasanya lumayan. Namanya Mr. Satee, tapi sejak pertama kali datang ke Makkah, menu yang disediakan kok tidak pernah sate ya. hehe, Pernah hal ini saya guyoni ke ustadz anwar, tapi beliau hanya bilang, "cuma jual nama aja". Entahlah, ketika kami sudah sampai di bandara King Abdul Aziz Jeddah, saya langsung kangen sekali ingin pulang ke Indonesia. Keluarga bu Nina nanya, "mau nganter?", "ya bu, nganter sampai Batam ya", jawab saya sambil canda. Saya benar-benar kangen, apalagi melihat pesawat-pesawat yang lalu lalang di atas bandara. Duh! Indonesia. "Airnya mana?", "Waduh, lupa ustadz, tadi gak saya bawa". Ketika sudah masuk bandara dan bus sudah pulang, saya baru sadar ketika ada dari kami yang kehausan. Tadi sebenarnya di bus masih ada air minum setengah karton dan karena saya membantu menurunkan barangnya jama'ah, sehingga air lupa gak terbawa. "Ini mas khalid, orang kita yang ada di bandara", ustadz anwar memperkenalkan saya dengan beliau. "Dari mana mas?", sambil tersenyum mas khalid menjawab, "Madura". Hmm, banyak orang Madura di Saudi ini. Ada benarnya guyonan teman-teman di Mesir dulu, di Saudi itu orang Madura punya KBRI sendiri, namanya KBRM (Kedutaan Besar Republik Madura) karena banyaknya orang Madura di sini. Semua sudah di boarding passkan oleh mas khalid bersama barang-barang yang tadi siang sudah di bandara. Sehingga tinggal ceck in saja. Kami mengantar mereka hingga ke dalam, ketika hendak check in. Kami foto-foto terlebih dahulu sebelum berpisah. Melihat mereka, saya benar-benar kangen dengan Indonesia. Pak Haji Suwandi mendekati saya dan mas kiram, beliau bersalaman dengan kami, "Ini buat beli pulsa", "Wah, gak usah repot-repot pak aji", "Udah, maaf, sisanya tinggal ini", "Makasih pak aji". Saya tidak melihatnya dan uang pemberian beliau langsung saya masukkan saku. Ketika jama'ah sudah hendak masuk, saya lihat di saku jumlahnya 100 ribu rupiah. "Salam ke Bapak sama Ibu ya ustadz, makasih atas segala kebaikannya selama ini. Insya Allah kita akan bertemu lagi di Makkah bulan Maret nanti". "Ya, sama-sama, nanti kontak-kontak saya ya sebelum bulan Maret", kata beliau. Entah kenapa, saya merasa sedih ketika berpisah dengan mereka. Saya menitipkan oleh-oleh minyak wangi ke ustadz Anwar untuk diberikan ke Bapak di rumah yang saya beli di mall hotel Hilton depan masjidil haram. "Ustadz Khalid mana?", saya bertanya kepada ustadz kasman yang ada di samping saya ketika seluruh jama'ah sudah masuk ceck in. Kami pulang bersama ustadz kasman. "Khalid menjemput jama'ah lagi dari travel lain di bandara satunya". Kami keluar bandara untuk mencari taksi. "Ente mau ke mana setelah ini", tanya ustadz kasman. "Saya ama mas kiram, rencana mau ke syari' Palestine dulu ustadz, mau lihat-lihat barang elektronik, siapa tau ada yang tertarik". "Ya udah bareng saja, nanti saya turun di syari' Makkah dan ente turun syari' Palestine". Mobil sejenis Hilux berhenti dan kami naik. Saya dan mas kiram berpisah dengan ustadz kasman ketika sampai di syari' Makkah. Saya ucapkan terimakasih kepada beliau karena banyak membantu selama di Madinah sampai di Mekkah, "nanti kontak-kontak lagi ya", beliau berpamitan dan mencari kendaraan menuju Makkah. Saya melanjutkan perjalanan menuju syari' Palestine. Rencananya mau lihat-lihat Ipad, siapa tahu harganya lebih terjangkau di sini dari pada di Mesir. Namun, ketika sampai mallnya, perkiraan saya meleset, harganya tidak jauh dari Mesir, harga paling murah yang Ipad 2, 16 Giga dibandrol 2890 Reyal, uang saya gak cukup. Kami memutuskan pulang saja. Kami mencari taksi dan menuju Makkah dari Jeddah. Menjelang sepuluh hari di akhir bulan Ramadhan, banyak juga orang-orang yang hendak menuju Makkah, kami bersama mereka. Berlanjut ke catatan berikutnya. Salam Kompasiana Bisyri Ichwan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun