[caption id="attachment_189928" align="alignnone" width="500" caption="Potret acara farah di Mesir (Foto : flickr.com)"][/caption] Malam hari ini Cairo lumayan dingin walaupun secara cuaca masih musim panas. Terkadang cuaca di negara ini juga ikut tidak karuan, terkadang panas, panas sekali, dingin hingga dingin sekali, beruntung sekarang jarang ada hujan debu. Jika terjadi angin yang disertai hujan debu tentu apartemen-apartemen akan selalu kena serbu. Setelah menunaikan shalat maghrib, aku bersama sahabatku seperti biasa memulai untuk bekerja mengambil kontainer barang yang akan dikirim ke Indonesia. Berkeliling Cairo sudah menjadi kegiatan biasa setiap hari. Alhamdulillah, di setiap musim liburan pengiriman barang selalu ramai. Banyak teman-teman dari Indonesia mulai dari TKW, mahasiswa hingga bapak diplomat yang menggunakan jasa perusahaan tempat kami bekerja. Pemandangan Cairo malam hari yang indah semakin bertambah keindahannya setiap kali menyaksikan mobil yang dihias dengan bunga-bunga disertai bel-bel yang terus menerus. Itulah orang Mesir, membunyikan klakson sambil para cewek Mesir berteriak dengan kala "wlu...wlu...wlu", sebagai tanda kebahagiaan. Ya, itu adalah acara perkawinan. Negara satu dengan yang lainnya selalu memaknai acara ini dengan penuh bahagia walaupun budaya perayaannya berbeda-beda. Malam ini aku menyaksikan beberapa acara farah. Farah yang dalam bahasa arab berarti "bahagia", kata ini lalu diartikan secara general untuk acara perkawinan. Orang Mesir selalu menyebut acara menikah dengan kata "farah". Di Tubromli, tempatku tinggal, ketika aku bersama sahabatku erick dan mahmudi berangkat kerja, mereka para tetangga asyik berjoget ria di pelataran tempat dilaksanakannya acara. Farah yang benar-benar farah. Kadang aku berfikir, perayaan pernikahan orang Mesir seperti kurang kesakralannya dibanding acara pernikahan yang pernah aku saksikan di Indonesia. Dari yang aku tahu, farah di negara ini cara merayakannya kadang terlalu over dalam melampiskan kebahagiaannya. Saling joget bareng antar mempelai pengantin, juga joget bareng antar para tamu disertai alunan musik Sa'ad Shugoyyar yang sangat khas Mesir, menjadikan acara perkawinan selalu penuh oleh "tertawa", tidak ada kata sedih. Mungkin hal ini wajar saja, banyak para remaja putra maupun putri Mesir yang mampu menikah di usianya yang sudah lumayan tua karena sulitnya persayaratan yang diberikan. Sehingga ketika mereka berhasil menembus ketatnya persyaratan itu, mereka benar-benar merayakannya dengan penuh kemenangan. Larutnya malam tidak menambah sepi suasana jalan di Cairo. Di Darmalak, satu wilayah yang terkenal dengan kawasan tua dan katanya di sana banyak penghuni yang beragama kristen koptik, kami juga bertemu dengan serombongan mobil yang dihias dengan apik dan cantik. Aku menengok dari kaca cendela mobil siapa tahu bisa melihat kedua mempelai yang duduk di kursi belakang mobil yang dihias. Sayang, jalur yang ku lalui sedang macet. Aku hanya menikmati indahnya mobil yang mereka tumpangi. Melihat cewek Mesir yang cantik, aku dan sahabatku malah teringat dengan surat Attin yang dalam ayat ke tiga menjelaskan tentang gunung Tursina (Sinai), gunung ini bertempat di Mesir. Ayat pertama dan ke dua tentang buah Tin dan ayat kedua tentang Zaitun, dua buah yang banyak ditemukan di Mesir. "Laqod kholaqnal insana fi ahsani taqwim", "Telah kami jadikan manusia dengan bentuk yang paling sempurna". Setelah ketiga ayat pertama menjelaskan tentang sesuatu yang ada di Mesir, Allah menjelaskan tentang kesempurnaan ciptaannya yang bernama Manusia. Hmm, aku jadi teringat dengan para cowok Mesir yang memang cakep dan para ceweknya yang cantik. Wallahu a'lam, apakah masih ada kaitannya dengan ayat sebelumnya. Farah Mesir memang selalu ramai oleh "wlu...wlu...wlu..."nya para ibu dan para cewek Mesir. Mereka benar-benar bersuka cita. Tetapi seperti ada yang aneh setiap kali aku menyaksikan acara farah pernikahan di Mesir ini. Seringnya, mereka menggelar acara farah di tengah malam. Tidak satu kali aku menyaksikan acara farah yang jam tayangnya hampir jam 12 malam. Jika mulainya saja jam 12, bisa ditebak selesainya jam berapa. Ada tempat wajib yang harus mereka kunjungi saat acara-acara farah, adalah sungai nil yang menjadi sungai terpanjang sedunia dan menjadi satu-satunya pusat kehidupan masyarakat Mesir. Aku belum tahu pasti alasan mitos kenapa mempelai Mesir yang hidup di Cairo hampir bisa dipastikan mengunjungi nil di sela-sela acara pernikahan mereka. Kadang acara saling kencan dan kejar ku temukan di sana. Ah, terkadang aku terpancing juga untuk kepingin menontonnya. "Sekali seumur hidup", ini juga menjadi alasan kenapa acara farah selalu menjadi moment yang sangat istimewa oleh siapa saja. Semua orang pasti mendambakan pernikahan yang mereka jalani adalah hanya satu kali dalam hidup mereka. Sekitar jam satu dini hari, usai menyelasaikan semua pekerjaan juga secara tidak sengaja mengintip acara farah di jalan dan juga di tanah lapang di nadi, kami pulang. Aku membatin, hari ini aku belajar tentang budaya farah orang Mesir. Budaya Farah yang lumayan berbeda dengan farah di kampungku. --------------------------------- Catatan kecil tentang perkawinan yang secara tidak sengaja didapat. Salam Kompasiana Bisyri Ichwan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H