[caption id="attachment_91636" align="alignnone" width="500" caption="Luxor Temple bersebelahan dengan Masjid Yusuf Al-Hajjaj yang juga berada di atas area temple"][/caption] Hari Rabu siang, aku dan teman-teman dari Cairo University puas menikmati Karnak dan Luxor temple dengan segala pemandangannya yang menakjubkan. Malam ini acara kami adalah jalan-jalan ke Luxor bazar yang kawasannya tidak terlalu jauh dari Luxor temple. Suasana Luxor bazar hampir sama persis dengan Khan Khalili yang terletak di Cairo, namun ada sedikit perbedaan antara Khan Khalili dengan Luxor Bazar. Sore hari kami istirahat di Morris hotel sambil menikmati sunrise. Yang aku tahu, desain hotel Morris sangat strategis. Di samping letaknya yang lumayan dekat dengan sungai Nil, juga seluruh kamar bisa terkena sinar matahari. Ada kamar hotel yang kena sinar mentari pagi dan ada yang bisa menikmati sinar mentari sore. Di lantai 7 juga ada fasilitas kolam renang yang bersih dan luas. Kami benar-benar dimanjakan dalam berwisata kali ini, pemerintah Mesir memang baik hati sekali. [caption id="attachment_91637" align="alignright" width="225" caption="Kawan dari Georgia sedang asyik melototin sesuatu di Luxor bazar"][/caption] Setelah selesai makan malam di hotel sekitar 7 malam, aku dan kawan-kawan sengaja menuju bazar Luxor dengan jalan kaki. Jarak antara hotel ke lokasi pasar hanya sekitar 1 kilometer melewati pinggiran sungai nil yang dipenuhi oleh hotel-hotel dan restoran apung. Malam kamis ini masih kelihatan sepi walaupun bulan ini adalah bulan libur musim dingin setelah ujian semester di lembaga pendidikan Mesir. Hanya terlihat beberapa turis asing yang sedang asyik bercengkrama di pinggir nil dan di resto-resto yang berbentuk kapal pesiar yang berjajar di Nil. Tetapi tetap saja, hanya keindahan yang diberikan di kota Fir'aun ini yang mana orang Yunani menyebutnya dengan kota Thebes. Ada perbedaan mencolok antara Cairo dan Luxor, walaupun sebenarnya setiap daerah tentu memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Aku hanya ingin sekedar berbagi informasi saja, Cairo lalu lintasnya ruwet, sedang Luxor sangat tertib, walaupun jalan-jalannya masih terlihat sempit. Kota Luxor sangat bersih, tidak ditemukan adanya sampah-sampah berkeliaran, sedangkan di Cairo, "kullu makan zibalah", "setiap tempat adalah tempat sampah", perkataan yang sering diungkapkan temanku dari Mesir karena siapa saja sangat mudah membuang sampah walaupun di tengah jalan. Kami terus melewati pinggiran Nil dan menyeberang jalan menuju tempat Luxor temple, Luxor temple pada malam hari terlihat angker dan seakan kembali ke masa lalu. Mesir memang jago dalam pengaturan lampu-lampu, suasana Luxor temple ini terlihat indah sekali, apalagi saat mendekati pasar Luxor, kami melihat dua pemandangan yang keren, ada dua bangunan yang memiliki arti masing-masing; sebuah masjid peninggalan Yusuf Al-Hajjaj pada masa dinasti Abbasiyyah dan tiang-tiang kokoh peninggalan Ramsis II yang dari jauh terlihat bersebelahan. Memasuki Luxor bazar, seperti biasanya pemandangannya hampir sama dengan yang ada di Cairo; Khan Khalili, inilah perbedaannya, kalau di Khan Khalili penjualnya orang-orang Mesir kota, sedang di Luxor ini penjualnya orang-orang Shaid, sebutan untuk orang Mesir wilayah selatan dan kebanyakan orang Luxor hingga Aswan berkulit hitam hampir sama dengan Sudan, bisa jadi karena cuaca di wilayah ini cuma ada dua yakni panas dan panas sekali, tidak seperti wilayah Mesir lain seperti Cairo yang memiliki musim dingin. Entah benar entah tidak, seperti itulah kenyataannya yang aku ketahui, padahal saat ini di Cairo sedang puncaknya musim dingin, tapi di Luxor ini sudah panas. Luxor bazar dipenuhi oleh segala souvenir khas Fir'aun. Ada patung Ramsis, Nevertiti, Nevertari, hewan-hewan yang ada sangkut pautnya dengan Mesir kuno seperti ular yang banyak digambarkan sebagai hiasan mahkkota sang dewi dan raja dan ada juga gaun-gaun khas Mesir. Aku membeli 2 kaos souvenir kenang-kenangaan karena aku memang sengaja membawa sedikit baju dari Cairo agar bisa beli baju ganti di sini. :) Pendekatan yang dilakukan oleh penjual di bazar Luxor agar barang dagangannya dibeli, rata-rata bertanya "min ayyi balad?", "dari negara mana?", setelah di jawab dari Indonesia, lalu diperpanjang, "inta muslim?!!" setelah itu, mereka menjadi sok kenal sok dekat yang ujung-ujungnya memaksa untuk membeli produk. Cuma di bazar Luxor ini masih banyak dari mereka para penjual yang tidak kenal Indonesia, mereka sering menyebut kita-kita dengan "Shin" "China" karena memang turis yang bertandang ke sini yang banyak dari China, orang Indonesia masih jarang, berbeda dengan di Khan Khalili Cairo yang sudah biasa menawarkan barang dengan sebutan "murah..murah". [caption id="attachment_91639" align="alignleft" width="300" caption="Sedang asik menikmati Shisya dan Teh di Cafe"][/caption] Bersama kedua kawanku, aku mampir ke kafe untuk memesan 2 syisha dan 3 teh setelah lumayan capek melihat-lihat orang yang melihat dan memandangi barang dagangan yang bergelantungan di mana-mana. Rasa Apel menjadi alternatif shisya karena rasa ini yang katanya paling lezat. Seorang kawanku guyon tentang syisha dan rokok, kenapa rokok kok ada yang melarang dalam agama dan syisha tidak ?, jawabnya karena rokok baru ada dan ditemukan kemarin belum lama dan itu termasuk bid'ah dan syisha ada sejak pada masa fir'aun dulu, jadi ini warisan nenek moyang. Ini hanya sekedar guyonan saja untuk melepas lelah bersama kawanku. Entah benar entah tidak, silahkan diterjemahkan sendiri. Sekitar jam 10, kami pulang ke hotel dan ada acara lagi yang lumayan seru untuk melepas penat dan kesal setelah jalan-jalan seharian di Karnak, Luxor dan Bazar. Acara kali ini adalah disco bareng tamu-tamu hotel. Saat memasuki ruangan disko, aku lihat teman-teman masih agak canggung untuk berjoget bersama, padahal ada dari rombonganku yang dari Georgia, dari cara berpakaian mereka seperti anak yang suka dugem, tetapi akhirnya guide kami MR. 'Ala mengawali untuk berjoget bersama dengan lagu-lagu disco Mesir dan Inggris, Dj-nya juga seorang cewek bule. Kemeriahan disco terus berlanjut hingga jam 12 malam. Ruangan disco di hotel sengaja di buat sangat tertutup dan kedap suara sehingga tidak mengganggu suasana di luar dan kamar hotel. Ada yang menarik dalam disco kali ini, cewek-cewek Mesir tamu hotel yang berjoget bersama kami banyak yang mengenakan jilbab, begitu juga seorang mahasiswi Cairo university dari Suriah kawanku, dia santai berjoget bersama jilbabnya. Walaupun ini disko yang kata orang sering banyak berbaur dengan obat terlarang dan miras, tetapi tidak dengan hotel Morris ini, mungkin karena kami semua adalah mahasiswa dan mahasiswi Al-Azhar dan Cairo university yang tahu hukum sehingga sejak awal pihak hotel sudah mensterilkan suasana disko. Entahlah, hanya kemungkinan saja, yang pasti inilah disco yang aku tahu yang lumayan sopan walaupun tetap bisa jingkrak-jingkrakan. [caption id="attachment_91642" align="alignnone" width="500" caption="Cewek Mesir yang sedang asik berjoget"][/caption] Hingga hampir jam satu dini hari, kami menikmati malam di Luxor. Esok hari perjalanan kami akan berlanjut menuju Valley of the King and Queens yang menjadi kuburan masal para raja dan ratu yang berada di bawah gunung, sayangnya nanti saat kami memasuki kawasan itu, semua wisatawan dilarang masuk dengan membawa kamera, karena dapat merusak cat yang masih asli yang berada di dalam makam. Semoga aku dapat mengabarkan perjalananku selanjutnya. ################# Catatan terkait tentang Luxor : 1. Luxor Temple Tergerus Roma 2. Karnak, Morris dan Ramses 3. Khan Khalily, “Made in China” Salam Kompasiana Bisyri Ichwan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H