Masih seputar jalan-jalan. Ya, benar. Saya ingin sekali mengamalkan apa yang pernah Allah katakan dalam Al-qur'an yang kira-kira arti bebasnya begini: Wahai jin dan manusia, jika kamu mampu mengelilingi langit dan bumi, maka kelilingilah! Dan sekali-kali kamu gak bisa mewujudkannya kecuali dengan "Sulthan".Â
Ada yang bilang, sulthan itu bermakna kekuasaan, ada yang bilang ilmu, ada yg bilang harta. Semoga semuanya benar. Wallahu a'lam. Nah, makanya saya suka jalan-jalan. Keliling dunia. Hehe. Kali ini saya bersama guru saya, Mas Ippho Santosa. Satu tempat yang jarang dikunjungi oleh turis Indonesia. Kalo teman-teman mahasiswa Indonesia udah sering.Â
Tempat ini bagi saya spesial. Bagaimana tidak, dia disebutkan dalam al-qur'an, di juz satu di ayat 60. Silakan dibuka ya. Saat Musa disuruh Allah untuk mengetukkan tongkatnya dan dengan ketukan itu keluarlah mata air sebanyak 12 mata air. Dan ternyata sumur-sumur mata air itu sampai sekarang masih ada.Â
Subhanallah ya. Allah sengaja tetap mengadakan sumur-sumur Musa ini, bisa jadi sebagai bukti bahwa apa yang dikisahkan oleh Al-qur'an itu benar adanya. Gak mengada-ngada. Namun, dari 12 sumur yang dikisahkan dalam al-qur'an, saat ini yang tersisa ada 6. Yang lain kemana ? Ya, namanya juga udah berumur ribuan tahun, bisa saja udah ketutup padang pasir.Â
Apalagi, asal tau saja, keberadaan sumur-sumur ini sangat dekat dengan pantai laut merah. Kalo kita melihat agak melebar. Bukan hanya sumur-sumur Musa yang Allah sengaja adakan sampai sekarang. Di Mesir ada tempat bejibun sebagai bukti kebenaran al-qur'an. Saat Allah bilang Fir'aun, emang masih ada si fir'aunnya. Nanti deh, saya akan menuliskan tentang fir'aun ini secara khusus, insya Allah.Â
Saat Allah bilang, "Wath thur", demi gunung Tursina. Gunungnya emang masih ada. Saat Allah bilang tentang Qorun. Peninggalan-peninggalan qorun jg masih ada. Subanallah dah pokoknya. Dengan kecepatan 120 km/jam, karena memburu sore. Kami melewati pinggiran laut merah arah pulang dari gunung Tursina.Â
Masih capek karena tadi habis mendaki gunung dengan ketinggian lebih dari 2000 meter, melihat kebesaran ciptaan Allah di sana dan mengingat-ingat kembali kisah yang pernah ada di sana, saat Nabi dikhianati oleh sebagian kaumnya, saat Nabi Musa memarahi Nabi Harun karena ditinggal 40 hari aja udah banyak kaumnya yang nyembah berhala, saat Musa pingsan karena Allah tampakkan cahaya kepadanya dan Tursina hancur berkeping-keping. Subhanallah lagi. Jalannya lurus. Mas Irwan yang menyetir mobil. Dia tadi gak naik ke puncak gunung, jadi masih fresh.Â
Kami semua lebih banyak diam di dalam mobil dan menikmati perjalanan yang sudah memakan waktu lebih dari 15 jam dari Cairo sejak kemarin. Letak 12 sumur musa berada di satu jalur dari gunung Sinai dan masih di kawasan laut merah. Di sepanjang jalur ini banyak sekali peninggalan-peninggalan sejarah yang masih utuh.Â
Diantaranya, ada kamar mandi Musa, ada kamar mandi Fir'aun, ada beberapa peninggalan Mesir saat perang melawan Israel. Dan yang pasti seluruh kawasan ini adalah kawasan padang pasir. Kadang saya membatin, "padang pasir kayak gini sampai sekarang selalu buat rebutan ama Mesir dan Israel, apa istimewanya". Kalo bukan karena sejarahnya, mungkin gak akan sampai seperti itu. Mungkin loh ya. Kami mampir terlebih dahulu di pom bensin terdekat dan nanya-nanya lagi.Â
Hari udah semakin sore. Kami sampai ditempat yang kami tuju pas maghrib tiba. Udah remang-remang. Kami hanya menyempatkan melihat satu sumur saja.Â
Saat melihat-lihat inilah mas Ippho bilang, "saya berani mengelola ini menjadi tempat yang profesional dan tempat wisata yang menarik, bukan hanya karena uang, tapi melestarikan apa yang sudah disebutkan dalam al-qur'an. Bagian dari dakwah". Memang. Tempatnya sangat sederhana. Seperti tidak diurus. Bahkan di dalam sumurnya, ada beberapa sampahnya. Ya, kalo difikir-fikir maklum juga, karena Mesir emang gudangnya sejarah dan gudangnya tempat sejarah.Â