[caption id="attachment_54770" align="alignright" width="217" caption="Angel"][/caption] Aku terbangun dari tidurku ketika kang manshur melantunkan adzan shubuh dengan suaranya yang khas, suara melengking seperti muadzin di masjidil haram Makkah. Aku bergegas ke blumbang untuk mengambil air wudlu. Keluar dari asrama al Musyarakah ku dapati kang taufiq dan kang huda sedang asyik bermesraan dengan al Qur'an yang mereka genggam, aku mendengar kang huda sedang menghafal surat maryam dan kang taufiq membaca surat al 'ankabut. Aku khusyu' dalam sholatku di masjid arroudloh pondok pesantren Darussalam Blokagung, aku mendengar dan memahami surat fatihah dan al a'la yang dibaca oleh imam; kyai hisyam. Setelah mengucap salam kiri dan kanan, kami menyenandungkan wirid terlebih dahulu hingga hampir setengah jam. Aku keluar dari masjid mencari tempat yang cocok untuk menghafal al Qur'an, ku lihat dibelakang asrama al Musyarakah masih kosong, di sana ada kolam ikan dan bunga-bunga asri yang memberikan nuansa keindahan mentari pagi. Dengan teliti aku menghafal ayat-ayat dari surat al Qoshos. Waktu pagi seperti ini memang paling tepat untuk memeras otak yang masih sangat segar, belum dipenuhi oleh masalah yang setiap hari bertambah dan semakin menjadi-jadi. Belum ku selesaikan hafalanku, aku mendengar suara kang qotib dengan merdu lewat sela-sela asrama, aku mendengar "robbi yassirly ya man tayassarona....", ia memanggil kami para santri untuk bersiap-siap mengaji bersama kyai. Mengaji kitab Ihya Ulumiddin maha karya Imam Ghozali. Aku pernah mendengar dari beberapa Kyai di Banyuwangi yang sangat mengagumi kitab ini, ada diantara mereka yang berkata :"seandainya di dunia ini tidak ada al Qur'an dan Hadits nabi, maka kitab Ihya ulumiddin ini sudah cukup jadi jalan lurus menuju ridlo sang ilahi". Aku menutup al Qur'anku dan mengambil kitab ihya ulumiddin juz IV di rak almari, aku berjalan menyusuri jalan setapak asrama-asrama yang terlihat masih sepi. Ada santri yang tidur pagi, ada yang jogging, ada yang ngobrol bersama temannya, ada juga yang sedang menghafal kitab alfiyyah ibnu malik yang berjumlah 1000 nadzam bait itu. Kyai Hisyam datang dari arah utara masjid dengan membawa kitab klasik kesayangannya. Beliau memang selalu terlihat kharismatik. Aku teringat waktu beberapa hari lalu menerbitkan buletin yang ternyata apa yang ku tulis sangat menyinggung perasaan beliau. Aku dipanggil untuk menghadap ke ndalem, waktu itu aku takut, kyai hisyam pasti akan marah besar dan menghardikku untuk tidak lagi menulis. Tetapi ternyata anggapanku salah, beliau malah menasehati dengan petuah-petuah yang sangat indah, kyai hisyam menyuruhku untuk tetap menulis, setiap orang pasti akan mati tetapi ketika ia mau menulis, dia akan tetap hidup abadi. Namun juga berpesan satu hal, berhatilah-hatilah dalam menghunus pedang tulisan, ia bisa menggorok leher siapa saja yang membaca. Pikir dan pertimbangkan terlebih dahulu ketika ingin menggoyang pena, nasehat yang hingga kini masih tertancap keras dikalbuku. Kebetulan bab yang dikaji pagi ini dalam kitab ihya ulumiddin adalah bab tentang zuhud, tentang arti sebuah kesederhanaan. Imam gozali dengan indah menerangkan arti dari zuhud ini, zuhud bukan berarti benci dan menyampahkan dunia, tetapi tidak memasukkan dunia ke dalam hati. Imam Gozali mencontohkan teladan zuhud pada kehidupan Fatimah az-zahra, putri nabi Muhammad dari istri pertamanya Khadijah binti Khuwailid. Walaupun fatimah putri dari manusia terbaik, ia adalah seseorang yang sangat sederhana dan bersahaja dalam keluarga dan kehidupannya. Pernah Abdurrahman bin Auf orang terkaya se Madinah melamar fatimah az-zahra dan ingin memberikan mahar yang belum pernah diberikan oleh orang-orang sebelumnya, karena saking banyaknya. Namun dengan tegas nabi menolak tawaran abdurrahman. Fatimah sangat berharga bagi rasulullah. Abu bakar dan umar juga pernah menawarkan dirinya untuk mengawini fatimah, tetapi dengan bijak nabi tidak bersedia. Nabi Muhammad berkata kepada mereka :"Fatimah telah dijodohkan Tuhan untuk Ali bin Abi Thalib". Ali adalah pemuda miskin, tetapi ia memiliki kemampuan otak diatas rata-rata dari para sahabat lain. Nabi pernah mengatakan kepada para sahabatnya :"aku adalah kotanya ilmu dan ali adalah pintunya". Kehidupan rumah tangga fatimah az-zahra sangat sederhana. Fatimah tidak memiliki pembantu untuk mengurusi rumah tangganya. Ia terbiasa membuat adonan roti sendiri untuk makan bersama suaminya tercinta. Ia menggiling gandum dengan tangannya yang lembut. Ia mengambil air dari sumur umum di tengah kota dan mengangkat timba dipundaknya yang mulia. Ali dengan setia membantu istrinya. Pernah suatu hari fatimah mengeluh kepada ayahnya tentang begitu beratnya mengurus rumah tangganya sendiri, fatimah menginginkan seorang pembantu, namun nabi malah tersenyum dan menjanjikan padanya dengan pahala berlipat di surga. Suatu ketika ali juga pernah ingin menduakan fatimah dengan putri salah satu sahabat, namun Rasulullah menemui ali dan mengatakan :"jika kau menyakiti fatimah maka sama saja engkau menyakiti diriku. Fatimah adalah aku". Sehingga seumur hidupnya fatimah tidak pernah dimadu oleh suaminya yang dengan setia mencitainya. Pada saat Nabi Muhammad hendak menemui ajalnya, beiau memanggil fatimah dan berbisik kepadanya :"engkaulah ahli baitku yang pertama kali akan menyusulku, engkau akan menjadi pemimpin para perempuan di surga". Fatimah menangis ketika ayahnya meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya. Hanya berselang enam bulan setelah kematian Rasulullah, Fatimah az-zahra dengan senyuman yang begitu indah menyusul ke alam baka. Ia telah mendapatkan penghormatan tertinggi sebagai sayyidah perempuan di surga. Tidak terasa kyai Hisyam menyudahi pengajian ihya'nya. Aku dan santri-santri lain sangat terpukau dengan keterangan imam gozali yang begitu sederhana namun kaya akan makna. Imam ghozali dalam menerangkan sesuatu di kitabnya ini, memang selalu menggunakan contoh-contoh real kehidupan orang-orang shaleh baik pada masa nabi, para sahabat maupun tabi'in. Fatimah az-zahra hanyalah satu contoh dari ribuan teladan yang ada dalam peradaban islam. Kyai Hisyam menutup pengajian ihya dengan hamdalah dan surat al fatihah. ########## Jum'at pagi tadi saya terbangun dari tidur setelah handpone berbunyi tanda sms masuk dari ayah saya di Banyuwangi, saya buka file inbox dan begitu kagetnya setelah membaca isinya : "Innalillahi wa inna ilaihi rajiun..telah pulang ke rahmatullah ibu Fatimatuzzuhro putri KH. Mukhtar Syafa'at Abdul Ghofur pada hari jum'at 15 Januari 2010 jam 09.20 di RS. Dr. Sutomo Surabaya akibat gagal ginjal dan liver setelah melahirkan. Beliau Fatimatuzzuhro adalah guru saya waktu dipesantren. Saya sangat menghormati dan mengagumi beliau. Ibu zuhro selalu memberikan senyum ketika bertemu dengan para santri. Beliau sangat santun namun juga humoris, saya kadang diam-diam waktu lewat didepan rumahnya diajak guyon, padahal beliau adalah seorang bu nyai, istri dari guru saya Kyai Asyiqin. Kebaikan beliau seumpama dengan kebaikan fatimah az-zahra putri nabi Muhammad saw. Ibu zuhro meninggalkan 5 orang putra dan yang kelima masih berumur lima hari. Putra kedua merupakan sahabat setia saya yang bernama Gus Hanif. Saya sangat hormat dan mengagumi gus hanif ini, beliau sudah hafal al Qur'an diusianya yang masih sangat dini, bahkan beberapa hari yang lalu menjuarai lomba MTQ se Asia, bulan depan akan lomba MTQ tingkat nasional mewakili jawa timur. Selamat jalan guruku tencinta Fatimatuzzuhro. Semoga Allah swt memberikan tempat terbaik untukmu. Sebagaimana namamu, semoga engkau disandingkan dengan putri nabi Fatimah az-zahra. Engkau adalah "Lady of Light","perempuan yang bersinar". Bisyri Ichwan, santri pondok pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi yang sedang menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar Cairo Mesir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H