Ayat-ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih dengan novel dan filmnya pernah booming di Indonesia. Pengarangnya adalah Habiburrahman El-Shirazy. Siapa sangka, selain beliau menjadi kakak kelas saya di Universitas Al-Azhar Mesir, ternyata juga menjadi kakak angkatan di LPDP.
Beliau juga menjadi awardee LPDP untuk PK 115, saya di PK 144. Sama-sama sedang menempuh S3. Pagi hari ini, hari selasa, beliau akan menjadi pembicara pertama di sesi satu mulai jam 08.00 pagi hingga jam 10.00.
Tadi malam, saya bersama teman-teman santri PK 144 hanya tidur tidak lebih dari tiga jam. Kelompok saya di Sultan Agung, rata-rata tidur lebih dari jam 2 dinihari, karena harus mengerjakan daily report dari kegiatan mulai senin pagi hari sejak pindah dari gedung PBNU ke hotel Acacia hingga sesi terakhir pada senin malam jam 22.00. Acara hari kedua ini lebih full lagi dibanding kegiatan hari senin kemarin.
Jam 5 pagi kami dibangunkan semuanya. Ada timnya Mas Gilang yang berusaha untuk membangunkan kami semua. Menjelang jam 5 setelah melaksanakan shalat subuh, saya dibangunkan oleh Mas Burhan yang satu kamar. Setiap kamar di hotel, ada dua awardee yang menghuni.
 Laki-laki bersama laki-laki, perempuan bersama perempuan, kecuali awardee yang mendapatkan rezeki suami istri terjaring dapat beasiswa semuanya, setidaknya yang saya tau ada tiga pasangan, mereka mendapatkan satu kamar, suami bersama istrinya.
Tepat jam 5, saya sudah di dalam aula tempat PK. Pintu masuk yang berjumlah dua langsung ditutup oleh timnya Pak Rafi. "Silahkan dihitung anggota kelompoknya masing-masing, sudah lengkap atau belum?", kata Pak Rafi. Sebagaimana pengumuman semalam sebelum kami beristirahat dan mengerjakan daily report, ada aturan yang menjelaskan bahwa "tidak ada ampun" bagi siapa saja yang telat datang ke gedung aula PK.Â
Telat lebih dari 10 menit, akan dihitung tidak ikut dalam sesi PK hari itu. Tentunya akan berpengaruh terhadap nilai keikutsertaan PK dan akan mengulang di PK tahun depan selanjutnya.
"Mana Aljabar sama Mahsus?", Mas Anwar terlihat bingung. "Bintan sama Ika kemana juga?, mereka belum datang", lanjut Mbak Khoiro bertanya kepada Wirda. Di tengah kebingungan kami karena adanya beberapa anggota yang belum hadir, ternyata kelompok lain mengalami hal serupa. Tidak ada satupun kelompok yang anggotanya genap.
"Mana Mas Gilang, sebagai ketua angkatan?", Pak Rafi sebagai PIC PK terlihat agak marah ketika bertanya. "Belum hadir", jawab beberapa perwakilan dari kami yang duduk paling depan.Â
Seorang ketua yang seharusnya datang pertama karena memberi contoh kepada anggotanya, ternyata malah sebaliknya. Suasana di dalam aula gedung tempat PK menjadi hening. Kami ibarat anak ayam yang kehilangan induknya.