Mohon tunggu...
Bisyri Ichwan
Bisyri Ichwan Mohon Tunggu... Dosen - Simple Man with Big Dream and Action

Santri Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi dan Alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Seorang yang kagum dengan Mesir karena banyak kisah dalam Al Qur'an yang terjadi di negeri ini. Seorang yang mencoba mengais ilmu pengetahuan di ramainya kehidupan. Seorang yang ingin aktif kuliah di Universitas terbuka Kompasiana. Awardee LPDP PK 144. Doktor UIN Malang. Ketua Umum JATMAN Banyuwangi. Dosen UIMSYA Banyuwangi. Dan PP. Minhajut Thullab, Muncar, Banyuwangi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Umroh 2011: Menang (36)

14 Oktober 2011   02:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:58 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_141528" align="alignnone" width="640" caption=" Tulisan "][/caption] Saya sudah di lantai tiga Masjidil haram saat malam 30 ramadhan. Belum ada tanda-tanda kapan hari raya. Tidak ada suara takbir berkumandang. Yang banyak ketika berjalan dari jalur Misfalah menuju masjid, hanyalah seperti biasanya, ramai orang belanja. Namun, tidak seperti kemarin-kemarin, sejak dua tujuh dan dua sembilan berakhir, masjidil haram terlihat lebih luas, jama'ahnya banyak berkurang secara drastis. Kali ini saya mimilih jalan melewati hotel Darut Tauhid dan berada dekat jalur yang sedang ditutup di sebelah kiri masjid karena sedang ada perluasan besar-besaran dan proyek pembangunan, di situ ada tangga eskalator yang langsung menghubungkan ke lantai tiga. Penjaganya santai karena memang yang jalan ke atas tidak seramai kemarin-kemarin. Adzan isya' berkumandang. Saya memilih saf barisan paling depan bersama mas irfan. Dari shalat lima waktu sejak pertamakali datang ke Makkah, adzan isya' menjadi istimewa, karena suara muadzinnnya begitu melengking, selalu dia yang melengkingkan adzan isya' dan biasanya langganan juga untuk maghrib ketika malam jum'at. Beberapa kali saya merekamnya. Saya masih berharap, setelah isya' akan ada tarawih. Apalagi setelah mendapatkan kabar kalau di Indonesia terpecah ada dua suara dari organisasi besar, ada yang hari rayanya besok dan ada yang menunggu hilal muncul dulu dan belum muncul yang akhirnya harus menggenapkan bulan ramadhan atau diistilahkan dengan "takmil". Selesai shalat isya' tidak ada tanda-tanda sama sekali. Hp saya berdering, tanda sms masuk, saya baca dari Bapak di Indoesia menanyakan kapan hari raya. "Belum tau pak, selamat hari raya Idul fitri, mohon maaf lahir batin. Salam buat keluarga semua, terutama salam buat ibu", saya membalasnya. Saat kami sedang santai dan menoleh ke atas, ke arah menara jam di pucuk hotel Grand Zamzam di tower Makkah. Lampu kelap kelip, lampu jarak jauh gemerlap ke seluruh penjuru Makkah dan di bawah jam raksasa ada tulisan yang berjalan, begitu jelas terbaca "Kullu 'am wa antum bi khoir", "'ied Mubarak", Setiap tahun semoga anda semua dalam kebaikan, selamat hari raya. Akhirnya, Saudi memutuskan hari raya esok hari. Tetap tidak ada yang istimewa. Kami mesti mengumandangkan takbir sendiri. Tidak ada istilah takbir keliling seperti layaknya di desa dan kota di Indonesia. Di Masjid, orang-orang tetap saja enjoy ngobrol dengan orang-orang di sampingnya. Saya ke depan melihat ka'bah dari lantai tiga dan area tawaf tidak sepenuh hari-hari kemarin. Sudah banyak para jam'aah yang pulang ke negaranya. Malam ini kami diundang ustadz Hamdan. Bukan untuk makan sahur lagi, tapi menikmati menu menjelang hari raya. Ya, malam ini adalah malam hari raya. Tapi ya begitulah, pengalaman di Mesir, pengalaman di Saudi, semuanya sama saja. Tidak ada perbedaan, apakah malam ini hari raya atau malam ini hari biasa. Keistimawaan itu hanya ada di tulisan di bawah jam raksasa di tower ka'bah itu yang tertulis "'ied mubarak", andai tak ada itu, saya gak tau, hari raya dimengerti hanya dari televisi saja mestinya. Saat hendak ke lantai bawah dari lantai tiga, suara mulai riuh, orang-orang juga antri untuk melewati eskalator, saat inilah semuanya bertakbir bersama "Allahu akbar walillahil hamd", terus kami ulangi hingga sampai kami keluar dari tangga eskalator di lantai satu dan semuanya berpisah dengan takbir mengucap dari diri sendiri. Malam kami habiskan dengan ngobrol santai di rumah ustadz Hamdan, kami ngobrol apa saja. Tentang cerita teman-teman para TKI Indonesia, tentang dulu teman-teman Mesir yang suka takhaluf (visa umroh ramadhan dan sembunyi sampai haji datang) dan di Saudi mereka sudah dicap dengan model ini. Bahkan ada cerita ketika ada kasus, dulu pernah ada sekitar 10 teman-teman Mesir yang sedang takhaluf dan tiba-tiba pada saat tengah malam sedang terjadi aksi pemeriksaan oleh militer mengenai penertiban visa. Mereka bingung mau sembunyi di mana, akhirnya oleh tuan rumah di suruh sembunyi di sutuh (lantai paling atas), di sana ada bekas tempat menyimpan air bersih dan tidak terpakai. Mereka semua berkumpul di situ. Saat militer Saudi memeriksa hingga ke seluruh isi apartemen dan termasuk di samping gentong besar itu. Mereka tidak menemukan seluruh mahasiswa yang sembunyi. Namun nasib baik benar-benar tidak berpihak, ada satu orang yang tidak bisa menahan kentut. Suaranya lumayan keras. Saat itulah, dengan santai para tentara Saudi bisa menahan mereka dan akhirnya mendapatkan hukuman masuk penjara. Cerita selanjutnya saya gak tau, apakah di deportasi atau ke mana. Yang jelas, mendengar cerita ini, kami tertawa bersama di rumah ustadz Hamdan sembari menikmati masakan ayam. Di Saudi tiap hari makannya selalu ayam, ayam dan ayam. Gak ada habisnya. Kami sudah mempersiapkan diri sejak jam 4 pagi. Itupun jalan-jalan sudah ramai. Seluruh penduduk Makkah berlomba-lomba untuk bisa shalat idul fitri di Masjidil Haram. Beberapa kali operator selular Mobily mengirimkan sms memberitahukan untuk berhati-hati jika melewati jalur-jalur yang menghubungkan ke Masjidil haram, karena pasti terjebak macet, apalagi mendekati jalur parkir kendaraan terluas di Kudai. Macetnya minta ampun, sebagaimana pengalaman saya lewat situ saat malam dua sembilan kemarin. Langganan. Selalu lantai tiga yang kami pilih. Teman-teman Mesir yang ada di asrama Rubbath semuanya berangkat sebelum subuh, kapan lagi bisa menikmati shalat idul fitri di tanah haram ini, ini adalah perdana kami merasakan shalat idul fitri di tanah suci. Adzan subuh berkumandang dan kami shalat berjama'ah. Usai shalat, takbir menggema dari seluruh masjidil haram. Bergantian beberapa orang memimpin takbir. Seluruh masjid dari lantai dasar hingga lantai empat penuh. Hanya ada sedikit orang yang masih melakukan tawaf, semuanya duduk manis mengucap takbir bersama. Sorot lampu jauh di atas menara jam raksasa masih menyala. Mungkin karena mulai malam hari tadi hingga pagi ini sangat istimewa, sehingga lampu itu dibiarkan saja, kelap kelip seperti bintang. Kami shalat bersama setelah bilal membacakan takbir tiga kali. Shalat selesai Sang khatib naik ke atas mimbar dan memberikan salam. Ada teks di tangannya. Kami diam, hanyut dalam hadits dan qur'an yang dibacanya. Udara segar masih terasa, sembari ditemani rasa kantuk karena belum istirahat semalaman sejak kemarin. Demi shalat idul fitri, jam tidur dipending hingga nanti setelah shalat dan balas dendam untuk memuaskan tidurnya. Salam-salaman, seluruh orang yang duduk di dekat kami, entah kenal entah tidak, kami berpelukan mengucapkan "kullu 'am wa antum bi khoir", setiap tahun semoga dilimpahi kebaikan. Ada yang menjawab "wa antum fi shihhah wal 'afiyah" dan kamu semoga selalu dalam sehat wal 'afiat. Senyum merekah di mana-mana. Kami berfoto-foto ria dengan baground ka'bah di lantai satu. Ada orang ingin ikut, dia memperkenalkan diri dari Aljazair. Saat pindah tempat, ada anak muda datang, "haram, mamnu' tashwir ya akhi, haram", haram, foto haram, katanya. Kami hanya senyum saja, entah udah berapa kali ada orang yang bilang seperti itu di masjid ini. Pemahanan orang tentang islam memang warna warni, kami menghargai saja. Dalam fikiran saya bertanya, kalo foto haram, apa mereka gak ingin ya memiliki foto orang-orang yang dicintai, foto keluarga, ayah, ibu, anak, istri, apalagi kalo salah satu dari mereka sudah tiada. Entahlah. Yang jelas, hari ini kami menang. Menang setelah 30 hari puasa, tidak ada satu haripun yang kosong untuk tidak berpuasa meskipun di awal puasa, kami mesti melewati laut dan gurun pasir penjang di tiga negara, Mesir, Yordania dan Saudi. Alhamdulillah, rencananya sesuai yang tertera di visa, kami akan pulang tanggal 5 syawwal besok, tapi lihat saja nanti, apakah bisa tepat waktu. Karena hati ini sudah terlanjur cinta dengan tanah haram ini, dengan ka'bah, dengan multazam, dengan hijir ismail dan dengan zamzam yang kesegaran airnya benar-benar berbeda. Bersambung. Salam Kompasiana Bisyri Ichwan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun