[caption id="attachment_139986" align="alignnone" width="640" caption="Ramainya sahur di kediaman Haji Hamdan, Makkah Al-Mukarramah (Foto : Bisyri)"][/caption] Ngumpul lagi dengan teman-teman Mesir setelah sekian lama berpisah. Saya berpisah dengan teman-teman ketika di Madinah dan bertemu dengan rombongan dari travel Zulindo dari Batam hingga sampai di Makkah pada tanggal 20 Ramadhan. Saat ini, setelah terasa lama jika dihitung dan cepat jika dirasakan, akhirnya bisa bersama lagi, berkumpul di asrama Rubath Jawa di Misfalah, Makkah Al-Mukarramah. Kalau di hotel, menggunakan toilet hanya ngantri untuk 2 orang, di sini sudah berbeda. Rubath terdiri dari tiga lantai dan jumlah yang menempati asrama ini ada 50 orang yang asli, teman-teman Mesir ada lebih dari 10 orang, sementara tiap lantai, toiletnya hanya ada dua, sehingga mesti bergiliran, sama seperti ketika di pesantren dulu. Melatih bersabar dan nerimo atas keadaan yang ada. Dalam keadaan apapun, kami tetap rame. Ngumpul bersama teman-teman memang asyik, senasib dan seperjuangan, kalau bersama dengan para jama'ah umroh kemarin, kami seperjuangan tapi tak senasib, karena nasib mereka memang sudah berbeda :-). Mereka para pengusaha, saya masih mahasiswa. Mereka sudah pada kaya, saya belum mendapatkan gilirannya. "Kita besok mau ke Jeddah, ente ikut gak?", kami ngumpul di dalam kamar Rubath mengadakan rapat kecil membahas tentang agenda besok. Rencananya teman-teman mau pergi ke Jeddah untuk berburu zakat. Sepuluh hari terakhir di bulan ramadhan banyak para dermawan orang-orang kaya yang membagikan zakat mal, kesempatan ini tidak akan disia-siakan. "Saya ikut yang rombongan kedua aja ya, pengen ke haram dulu", baru masuk ke asrama sudah mau diajak jalan-jalan berburu musa'adah (bantuan harta) ke Jeddah. "Oia, besok ada beberapa teman yang datang dari Yaman, mereka sekitar ada 11 orang, mereka satu kamar dengan kita", mas kiram juga memberi kabar, kalo seperti ini, kamar akan penuh dan tidurnya mesti bergiliran. Yah, emang resikonya seperti ini jika memilih penginapan yang gratisan, tapi gak masalah. Kami mesti pintar-pintar memilih waktu untuk istirahat, jika tidak ingin kehabisan tempat tidur berjama'ah yang seadanya di kamar Rubath. Untuk rombongan pertama akan dipimpin oleh Ulin, ya, dia adalah teman yang menolong kami saat di perbatasan masuk Saudi dulu, saat semua pasport kami hendak ditahan oleh pihak imigrasi. Hidup di asrama Rubath sudah tidak sama dengan hidup di hotel ketika bareng ustadz Anwar kemarin saat semua kebutuhan serba dijamin, sekarang semuanya mesti mengurus diri sendiri, walaupun untuk masalah sahur kami juga tidak perlu khawatir, karena ada orang dermawan yang menjamin makan kami sampai akhir ramadhan bernama Haji Hamdan, beliau mukim di Makkah dari Madura. Jam 3 pagi, kami berangkat bersama ke kediaman ustadz haji Hamdan. "Ente baru pertama ya ke sini", beliau langsung hafal dan menunjuk saya saat saya duduk bersama teman-teman. "Asli dari mana?", "dari Banyuwangi pak". "Banyuwanginya mana?", "kecamatan Srono", "Saya tiap tahun saat sosialisasi haji sampai di Banyuwangi, berputar keliling Indonesia", ujar beliau. Beliau sudah lama sekali hidup di Makkah, ceritanya sih sejak masih muda, sebelum menikah. Saat ini beliau sudah dikaruniai 4 anak, yang dua sedang belajar di pesantren di Indonesia dan yang dua masih kecil-kecil dan di Makkah, tinggal bersama beliau.Ustadz haji Hamdan orangnya familiar sekali, mudah akrab dengan orang. "Yang udah ngambil nasi, mundur yaa", mas kiram bercanda dengan teman-teman saat kami berebut untuk mengambil nasi untuk sahur. Menu makanannya Indonesia semua, tidak jauh dengan menu yang disajikan hotel tempat saya nginap sejak awal datang di Madinah dan Makkah kemarin. Ramai sekali, apalagi anaknya ustadz haji Hamdan yang masih kecil yang pendiam ikut meramaikan suasana. Sambil makan, kami ngobrol-ngobrol. "Ustadz Feri ini paling keren, udah umroh hampir 21 kali", celetuk salah satu dari kami. Hmm, keren sekali. Saya masih jauh dengan teman-teman dan baru umroh tiga kali. Apa yang dilakukan oleh teman-teman ternyata luar biasa. Sekali jalan, banyak dari mereka yang melaksanakan ibadah umroh lebih dari satu kali. Seperti cerita mas kiram, sekali jalan, paling tidak dia melaksanakan umroh sampai dua kali. Ketika satu umroh selesai, dia pergi lagi untuk mengambil miqat di masjid Tan'im dan melaksanakan ibadah umroh lagi, bahkan kadang sampai tiga kali. Saya berfikir, "kuat sekali tenaga mereka, saya aja, umroh satu kali sehari sudah kelenger dan ingin istirahat". Rupanya rahasianya, kebanyakan dari mereka, melaksanakan umroh setelah shalat maghrib usai, setelah makan buka puasa, dan mereka akan pulang ke Rubath setelah ibadah umroh selesai, kadang pulangnya sudah hampir subuh. Termasuk apa yang dilakukan oleh teman yang bernama Feri yang baru beberapa saja sudah umroh hampir 21 kali. Target dia umroh sampai 21 kali. Keren, jempol empat buat dia! (yang dua punya saya, yang dua pinjem, bukan jempol kaki loh ya, hehe). Kami terus ngobrol, rapat kecil sambil menikmati makanan di rumahnya ustadz haji Hamdan. Kata teman-teman, ustadz Hamdan selalu ngobrol dengan kami saat kami selesai menikmati hidangan yang disediakan. Beliau mulai bercerita banyak hal, tentang pengalaman hidup semasa di Makkah. Ternyata banyak hal dari cerita di Makkah ini yang tidak terekspos oleh publik. Banyak sekali. Obrolan kami lanjutkan di Rubath lagi ketika hampir memasuki adzan subuh. "Nanti kita berangkat ke Jeddah jam 8, yang ikut disiapin ya", kata mas kiram. Saya bersama mas faiq memilih pergi dulu ke masjidil haram. "Kita lewat jalan situ aja", saat kami berjalan bersama melewati jalur Misfalah. "Itu tembusnya mana mas?", tanya saya. "Udahlah, ikut ane, itu jalan langganan ane waktu umroh tahun lalu". Rupanya mas faiq mengajak kami melewati jalan terowongan di bawah gunung batu yang menghubungkan dengan jalan bawah tanah di bawah masjidil haram, juga melewati tempat lobi hotel grand Zamzam. Hotel paling mewah dan paling tinggi yang ada jam raksasanya itu. Hmm, rupanya tembusnya ini tho, padahal sudah beberapa kali saya melewati jalan ini untuk pergi ke toilet, saat toilet yang dekat masjidil haram sangat ramai dan antri. Kami ke masjidil haram untuk mengikuti jama'ah shalat subuh. Selesai shalat dan membaca al-qur'an secukupnya, kami langsung pulang, ketika sampai di asrama Rubath dan baru melangkah ke tangga di lantai satu, kami bersalipan dengan rombongan mas kiram, "Loh! katanya berangkat jam 8, kok sekarang!?". "Sory bro, rencana gagal, kita berangkat lebih pagi, biar di Jeddah bisa langsung hunting dan waktunya bisa lebih lama, nanti ente bareng aja dengan yang lain". Okelah, saya ikut teman-teman yang kloter kedua saja. Karena sejak kemarin saya belum istirahat, badan sudah capek sekali. Apalagi saya bersama yang lain baru saja datang dari masjidil haram dan jarak dari masjidil haram ke asrama Rubath tidaklah dekat, sekali jalan 2 kilo meter, kalo PP berarti kami telah jalan kaki 4 kilometer dan pekerjaan ini akan saya lakukan tiap hari, ketika hendak ikut jama'ah di masjidil haram, berburu pahala 100.000 sebagaimana janji Rasulullah. "Kita berangkat nanti sore aja ya", ajak mas irfan yang asli Lombok dan selama perjalanan menjadi potografer kami. Kami memutuskan untuk istirahat terlebih dahulu. Hari ini memang capek sekali, namun menyenangkan. Buka puasa di Jeddah saat perpisahan dengan rombongan umroh dari Batam, sahur di rumahnya ustadz haji Hamdan dan cerita-cerita tentang kehidupan masyarakat Indonesia di Saudi yang sebelumnya kami tidak banyak tahu, yang tahunya hanya dari media saja. Hidup ini terlalu indah untuk tidak dinikmati. Laptop saya keluarkan. "Ente bawa laptop ya", teman-teman terlihat senang, rupanya gak ada satupun dari mereka yang bawa laptop. Mereka langsung meminta izin untuk memakainya dan saya langsung tidur di pojok kamar hingga siang hari. Udara tetap saja panas, karena AC di kamar yang kami tempati yang berfungsi cuma satu dan satunya rusak, sebagai pengganti, maka kipas angin dihidupkan, namun sama saja, udara yang dikipasi juga tetap panas, karena di luar udaranya panas. Ya, inilah asrama, bukan hotel, karena capek, saya tetap bisa terlelap. Berlanjut ke catatan berikutnya. Salam Kompasiana Bisyri Ichwan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H