Mohon tunggu...
Bisyri Ichwan
Bisyri Ichwan Mohon Tunggu... Dosen - Simple Man with Big Dream and Action

Santri Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi dan Alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Seorang yang kagum dengan Mesir karena banyak kisah dalam Al Qur'an yang terjadi di negeri ini. Seorang yang mencoba mengais ilmu pengetahuan di ramainya kehidupan. Seorang yang ingin aktif kuliah di Universitas terbuka Kompasiana. Awardee LPDP PK 144. Doktor UIN Malang. Ketua Umum JATMAN Banyuwangi. Dosen UIMSYA Banyuwangi. Dan PP. Minhajut Thullab, Muncar, Banyuwangi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Ploncoan di Pantai Dahab, Mesir

20 Januari 2010   21:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:21 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_57890" align="alignnone" width="500" caption="Dahab Beach, Egypt"][/caption] Perjalanan wisata kali ini sampai di kota kecil bernama Dahab. Dahab merupakan wilayan yang terletak di sebelah tenggara semenanjung Sinai yang dulunya merupakan kampung para nelayan badui Mesir. Kota ini juga pernah dicaplok oleh Israel pada waktu "perang enam hari" sekitar tahun 1967 dan namanya dikenal dengan bahasa ibrani Di-zahav.  Sebutan dahab sendiri konon berasal dari bahasa arab yang berarti emas yakni ada yang mengatakan karena warna langitnya ketika matahari terbenam yang keemas-emasan dan ada juga karena warna pasir pantainya. Aku dan teman-teman jawa timur tiba di pantai dahab  jam 12 siang dan langsung menuju hotel yang sudah kami pesan sebelumnya. Hotelnya lumayan sederhana, tiap tiga orang mendapat jatah satu kamar, aku sudah lupa nama hotelnya. Sambil menunggu sore hari, aku dan panitia mempersiapkan makan siang dengan memasak sendiri di dapur umum yang disediakan hotel. Kebetulan kami memang membawa bahan makanan mentah dari cairo karena di dahab pasti tidak ada yang jualan nasi dengan cita rasa indonesia. Sore hari setelah menyantap makanan ala jawa timuran, aku dan dua orang teman mengelilingi kafe yang berada tepat di bibir pantai, tidak seperti di kuta Bali yang masih dipisahkan dengan jalan raya. "ternyata banyak turis juga ya", kata temanku. Kafe di pantai dahab ini menawarkan nuansa yang harmonis dengan ditemani semilir udara laut merah. Kami memilih kafe yang paling menjorok ke pantai dan mulai memesan shesya dan minuman dingin. Ku lihat didekatku, ada beberapa turis yang sedang bercengkrama sambil menulis sesuatu, aku mengintipnya apa yang ia tulis, ternyata "teka teki silang". Di depanku ada 6 turis yang ngobrol begitu mesra dengan pasangan masing-masing, kadang ada diantara mereka yang mendaratkan ciuman ke pasangannya, "membuat hati sedikit iri", batinku. Aku dan dua orang temanku menikmati indahnya matahari terbenam di pantai dahab, sebuah pantai impiannya para backpacker dari negara-negara asing yang menawarkan selancar ombak dan penyelaman bawah laut. Selesai menyedot shesya ditemani canda tawa para turis, temanku tiba-tiba ingin membuat sensasi. Dia ingin pijat refleksi tempat para turis-turis itu pijat, tentu bandrol harga yang ditawarkan juga harga dollar. Ketika hendak memasuki ruangan penjaga bertanya dengan bahasa inggris, karena aku kurang "becus" (mampu) ngomong inggris, ku ajukan temanku yang lulusan pesantren Gontor untuk maju. Entah ngomong apa aku gak tahu artinya. Hasilnya deal sekali pijat selama satu jam saja harganya 250 pound, jika dirupiahkan sekitar 500 ribu, lumayan mahal untuk ukuran kocek mahasiswa sepeti diriku, karena tujuannya memang cari sensasi jadi tetap saja dituruti walaupun dengan harga segitu. Lumayan buat menghilangkan rasa ngilu selama diperjalanan ini. [caption id="attachment_57891" align="alignright" width="300" caption="Dahab Beach"][/caption] Setelah puas menikmati indahnya terbenamnya matahari dan pijat refleksi, kami bersiap-siap bersama untuk melihat suasana romantisme malam di pantai dahab ini. Sengaja dari cairo kami membawa jagung, memang akan terasa lengkap di pinggir pantai membawa makanan yang satu ini apalagi ada yang menemani secara spesial. Ketika semua sudah berkumpul di pantai, satu persatu dari kami menyumbangkan kelihaiannya dalam bernyanyi, ada yang nyanyi lagu-lagu cinta dengan khas ariel peterpan, ada yang milih didi kempot, ada yang model mbah surip dan ada yang nyanyi indonesia raya sekedar mengingat tanah air tercinta. Saat teman-teman asyik bermesraan dengan malam bersama nyanyian, aku mengajak beberapa rekan untuk ploncoan dengan bermain poker. Bermain poker layaknya permainan dalam filmnya James bond yang berjudul Casino Royal itu, bedanya kalau disana memakai uang, disini memakai "arang", kayu yang dipakai untuk membakar jagung. Siapa yang kalah pokeran harus mengikhlaskan wajahnya dibedakin dengan arang ini, "oke..ayo kita mulai!". Angka hoki pada kali ini memang sepertinya tidak memihak padaku, aku lebih banyak kalah dari pada menang, seorang temanku yang berinisial "I", dia tidak pernah kalah dalam permainan ini apalagi kalo menang selalu bergelegar dengan ketawanya yang khas "hahahaha....yo gak sombong cak, lek menang terus ngene iki", suroboyo banget. Aku sering kali terkena "ngucut" (istilah untuk orang yang kalah) hingga wajahku sudah tidak terlihat bentuknya, penuh dengan arang, hitam legam. Teman-teman menertawakan kekalahanku. Tidak apa-apa, terkadang kita memang harus bisa tertawa puas menikmati indahnya dunia ini. Toh..tertawa itu tidak selamanya. Ketika teman-teman yang sedari tadi konser sudah mulai mengantuk dan pulang ke kamar hotel masing-masing, aku dan kawanku sesama "las vegas" (sebutan pemain poker biar kelihatan keren) malah semakin asyik dan tertantang untuk melanjutkan permainan, bahkan kalau perlu hingga datang malam lagi, emang lagi panas karena kalah terus. Tidak terasa malam larut dan pantai sudah terlihat sepi. Akhirnya memutuskan pindah tempat aja, di depan hotel, "kita kan bayar nginep disini, suka-suka gue dong..", ala betawi. Permainan berlanjut di depan hotel, terkadang ada beberapa turis keluar dari kamar sekedar melihat suasana, mungkin merasa terganggu dengan ketawa kami yang memang khas anak muda banget "hahahaha....kena lagi lho..", tambah lagi coretan di wajahku ini. Padahal waktu di pesantren dulu aku termasuk santri yang lumayan "mbeling" (saudaranya mbalelo), pada bulan ramadlan malam jarang tidur, sambil menunggu sahur menghabiskan waktu dengan bermain poker bersama teman-teman santri yang sama "mbeling"nya dan dalam permainan poker sering menang. Tapi di pantai dahab ini diriku dibantai habis-habisan oleh wong suroboyoan ini. Pernah waktu di pesantren, saking asyiknya aku dan teman-teman bermain poker hingga lupa mengaji dan waktu itu keamanan sedang keliling asrama sambil membawa tongkat. Ketika memasuki kamarku seketika kaget "ooo...wayahe wong ngaji malah maen remi". Kami digelandang semua layaknya napi dan kena hukuman berendam dikolamnya santri yang sudah tidak dikuras selama dua minggu, baunya minta ampun, nggak bisa dibayangkan seperti apa bau itu, yang jelas membuat orang seseorang tidak ketagihan untuk menciumnya. Sebuah kenangan masa lalu yang tak pernah terlupakan. Sedang asyik-asyiknya diriku membantai teman-teman dengan kemenangan, tiba-tiba ku dengar suara membahana adzan subuh. Dengan sigap kamipun harus menyelesaikan permainan ini. Ploncoan kali ini benar-benar sukses, aku yang kena plonco. Di kamar mandi hotel aku menoleh wajahku di kaca, ketika kulihat malah ketawa ketiwi sendiri, "oalah....ternyata seperti ini tho..hehe", kelihatan aslinya. Setelah menunaikan sholat shubuh mata sudah tidak bisa diajak kompromi lagi, aku mencari kamar yang fasilitasnya agak lumayan biar bisa tidur nyenyak, kamar panitia. Ketika masuk kamar mereka ku lihat mereka sudah pada bangun dan akan memulai aktifitas pagi hari melihat indahnya sunrise pantai dahab. Mataku semakin tidak bisa diajak berteman lagi, seketika aku tidur hingga jam 2 siang, terasa cepat sekali. Aku terlelap dan tidur itu benar-benar membuatku istirahat. Satu lagi, ploncoan ini membuatku semakin tahu arti sebuah keakraban dalam persahabatan. ########### Catatan sederhana dari seseorang yang ingin sekali menghargai indahnya sebuah persahabatan. Bisyri Ichwan, seorang yang terus ingin belajar walaupun dari hal yang kelihatannya sederhana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun