Mohon tunggu...
Bisyri Ichwan
Bisyri Ichwan Mohon Tunggu... Dosen - Simple Man with Big Dream and Action

Santri Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi dan Alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Seorang yang kagum dengan Mesir karena banyak kisah dalam Al Qur'an yang terjadi di negeri ini. Seorang yang mencoba mengais ilmu pengetahuan di ramainya kehidupan. Seorang yang ingin aktif kuliah di Universitas terbuka Kompasiana. Awardee LPDP PK 144. Program Doktor UIN Malang. Ketua Umum MATAN Banyuwangi. Dosen IAIDA Banyuwangi. Dan PP. Minhajut Thullab, Muncar, Banyuwangi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Goyang Bersama Nil

25 Januari 2010   23:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:16 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_61100" align="alignnone" width="500" caption="Tahrir, Cairo, Egypt"][/caption] Sejak zaman nabi Adam hingga adam suaminya mbak inul daratista jumlah dan nama hari tetaplah sama, dimulai dari hari ahad atau minggu hingga muter tujuh hari kembali ke hari sabtu, begitu seterusnya. Namun, Tuhan selalu memberikan nuansa baru setiap kali hari berganti. Kedinamisan dan selalu ada yang baru inilah yang membuat hari tidak pernah bosan untuk dinanti. Hari ini seperti biasa aku melakukan aktivitas seperti hari-hari sebelumnya, pagi tadi pak bos local staff  KBRI Cairo telfon untuk mengantar cucian ke KBRI karena akan digunakan untuk keperluan kantin. Dengan sigap pagi hari aku harus bangun dan mempersiapkan semuanya. Sebenarnya aku sudah pernah menulis tentang pekerjaanku ini, namun sebagaimana aku katakan, bahwa hari boleh sama, pekerjaan dan aktivitas juga boleh tetap, tapi suasana dan pengalaman dari setiap apa yang aku lakukan dan alami, pasti ada perbedaan dan perubahan. Jam 8 pagi aku sudah menunggu di mahattah tubromli menunggu bus nomer 1 dengan 1 bungkus kresek besar berisi kain-kain putih KBRI, maklum selama ini KBRI memang suka dengan warna putih, hampir semua kain-kainnya berwarna putih, untungnya di Mesir ini tidak ada budaya "hantu", jadi meskipun KBRi bentuk bangunannya serba putih dengan gaya arsitektur Jawa Belanda, ketika dipandang tetap tidak ada hawa "angker". Aku naik taksi dari Ramses menuju Tahrir dengan ongkos lumayan berbeda dengan hari-hari sebelumnya, biasanya membayar sampai 15 pound jika menggunakan taksi warna hitam dan 8 pound dengan taksi putih berargo, kali ini cuma 7 pound, entah kenapa, aku lihat sejak pertama kali aku naik si sopir asyik sekali mendengarkan al-qur'an dari salah satu radio di Cairo, dia juga memakai pakaian jubah layaknya orang shoid (orang Mesir yang berasal dari desa sekitar wilayan aswan Luxor) dan dia menyapaku dengan ramah, mungkin dia memang orang baik. Sampai KBRI aku disambut dengan senyuman hangat oleh penjaga piket, masuk kantin juga disambut hangat oleh ibu isrti bapak diplomat, "pagi bu...", "apa itu mas?", "cucian kantin bu...", "ooo..taruh didalam mas", seperti biasa sekedar basa basi biar sok akrab dengan orang-orang besar ini. Hari ini aku tidak langsung mengambil pembayaran uangnya karena lagi malas menunggu. Setelah menaruh cucian di ruangan kantin, aku ingin langsung pulang. Sambil menenteng rangkuman diktat mata kuliah al-azhar untuk persiapan ujian pada hari rabo besok, aku keluar dari pintu gerbang KBRI, melihat ke sisi arah kanan, mataku terpesona dengan hotel Grand Hayet yang berdiri kokoh, akhirnya ku urungkan niat untuk langsung pulang, aku berjalan ke arah sungai nil. Sambil jalan santai aku menikmati udara segar dipinggiran sungai nil, aku lihat Four Season Hotel sebagai hotel berbntang juga masih sepi, padahal biasanya didepan hotel ini ada beberapa petugas sambil membawa beberapa anjing pelacak memeriksa tamu-tamu yang ingin masuk hotel. Para petugas restoran-restoran di sepanjang hamparan sungai nil juga sedang membersihkan dan menyiram halaman restoran, "sungguh menambah pesona nil di pagi hari". Nile holding misr, salah satu restoran nil juga terlihat tutup, hanya ada beberapa petugas yang berdiri di pintu masuk sambil ngobrol bersama temannya. Aku terus berjalan di pinggiran nil, tidak seperti keadaan nil di musim panas yang pagi gini biasanya sudah ramai dipadati para pemuda yang asyik duduk di kursi yang berjajar di sepanjang pinggir sungai. Mungkin sepi ini juga akibat musim dingin yang melanda mesir. Namun masih ada beberapa orang tua dan polisi penjaga hotel dan kedutaan yang asyik membaca koran. "memang indah". Di depan Nile Hotel tepat di taman yang menjorok ke sungai aku menemukan tulisan motto yang sangat menarik yang dipasang oleh pemerintah Cairo, berbunyi : "Himayatunnil himayatu Misr", "menjaga nil adalah menjaga mesir". Woww..sampai segitunya pemerintah mesir menulis sebuah kalimat yang terpampang di pinggiran nil ini. Memang benar, rakyat Mesir hidupnya sangat tergantung dari aliran sungai nil. Semua kebutuhan minum rakyat terpenuhi dari sungai terpanjang di dunia ini. Bahkan uniknya, orang mesir langsung minum air sungai nil yang sudah disterilkan oleh pemerintah (PDAM Mesir) tanpa harus memasaknya terlebih dahulu, hampir di setiap pojok-pojok jalan umum ada air minum yang disediakan oleh pemerintah Mesir. Nil memang menjadi ruh kehidupan Mesir. Penduduk Mesir hampir 90 % juga bertempat tinggal di wilayah yang berdekatan dengan sungai nil. Maka pantas jika menjaga nil sama dengan menjaga Mesir, lalu bagaiamana dengan sungai Ciliwung di Jakarta ?? Di depan hotel berbitang Semiramis kontinental aku berhenti sejenak, melihat pemandangan Cairo tower, gedung Sofitel, Novotel dan Di sisi jalan agak jauh juga berdiri megah pusat imigrasi Mesir di Mujamma', jalan ini sering di  kenal dengan nama Aisya temoria street, biasanya ketika sopir taksi bertanya kepadaku, "rouh fein ya basya ?", "mau pergi ke mana bos?", aku akan menjawab "syari' aesyah temoria, garden city", namun aku tidak tahu pasti kenapa jalan ini dinamakan aesya temoria. Mumpung jalan raya agak sepi aku menyeberang bersama dengan beberapa orang mesir yang sepertinya akan berangkat masuk kantor setelah asyik membaca koran di pinggir nil. Barusan aku juga melihat beberapa cewek dan cowok Mesir diatas perahu sedang pesta sambil bergoyang bersama ombak kecil di sungai nil, entah ada acara apa aku juga tidak bertanya,  "pagi-pagi kok sudah menggoyangkan bokong!!", isengku saja membatin. Sesampai di terminal abdul munim riyad tepat dibawah hotel berbintang Ramses Hilton, mataku memandang kesana kemari mencari bus yang langsung menuju jurusan Nasr City, tapi sayangnya tidak ada. Hampir semua kendaraan yang ada disini jurusan Ma'adi melewati Cornesh nil dan terminal akhir di saqor quraisy, "waduh..perasaan dulu pada malam hari aku nunggu disini", aku menggerutu karena sudah hampir setengah jam duduk di terminal dan tidak ada bus nasr city yang muncul. Di sampingku seorang kakek dengan santai menikmati bacaan koran, aku memang salut dengan Mesir, budaya membaca di sini memang termasuk sangat tinggi, banyak aku temui ditempat-tempat umum orang membaca. Pemandangan orang membaca al-qur'an, injil hingga koran di bus, kereta listrik bawah tanah sudah umum. Pada waktu aku pergi ke Tahrir menaiki kereta listrik bawah tanah dari stasiun damardash hingga stasiun husni mubarok, di sampingku ada seorang gadis muda cantik sepertinya keturunan Qibti sedang asyik membaca injil berbahasa arab, aku yakin itu injil karena ada gambar salibnya dan dilengan kiri gadis itu secara tidak sengaja aku juga melihat tato salib. Orang kristen mesir memang banyak menggunakan tanda tato di tangannya, mungkin sebagai simbol bahwa dirinya orang nasrani. Bosan menunggu di terminal abdul munim riyad, akhirnya aku memutuskan jalan kaki saja menuju terminal Ramsis, perjalanan hanya sekitar 30 menit. Ketika hendak keluar terminal, aku melihat pemandangan yang tidak biasa, beberapa polisi sedang merazia pedagang kecil yang berjualan di pinggir jalan raya, semua barang dagangan mereka diangkut ke atas mobil polisi, sepertinya memang sedang ada penertiban agar kota ini terlihat bersih dan indah. Beberapa orang kejar-kejaran dengan polisi karena barangnya tidak mau diangkat. "ahh..kasihan nasib orang kecil", batinku. Baru berjalan sekitar 30 meter dari terminal melewati jalan raya Tahrir ternyata masih ada terminal lagi, aku penasaran, akhirnya aku memasuki areal terminal itu yang masih bernama mahattah abdul munim riyad, "ini dia yang aku cari-cari", aku melihat bus jurusan nasr city. Aku masuk ke dalamnya dan kebetulan hanya menunggu sebentar. Sambil menikmati perjalanan ke Nasr City, aku membuka diktar mata kuliahku kembali. Hari rabo besok aku akan ujian nahwu shorof, aku harus benar-benar siap. Tugasku hari ini selesai, inilah hidup. Sungai nil telah memberikan pelajaran bagiku, dia tetap mengalir dan memberikan manfaat setiap makhlq hidup yang dilewatinya. Ia tidak peduli dengan apapun, ia tetap bergoyang dengan aliran airnya. Hidup memang sama, namun kedinamisanlah yang menjadikan ia terasa lebih. Hari ini aku bergoyang bersama nil, aku belajar dari nil. Kunci hidup adalah gerak. Bukankah air yang tidak mengalir akan menjadi busuk ?! ##### Salam Kompasiana Bisyri Ichwan, Dubes NN wilayah Mesir merangkap sebagai tukang cuci KBRI Cairo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun