Mohon tunggu...
Bisyri Ichwan
Bisyri Ichwan Mohon Tunggu... Dosen - Simple Man with Big Dream and Action

Santri Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi dan Alumni Universitas Al-Azhar Mesir. Seorang yang kagum dengan Mesir karena banyak kisah dalam Al Qur'an yang terjadi di negeri ini. Seorang yang mencoba mengais ilmu pengetahuan di ramainya kehidupan. Seorang yang ingin aktif kuliah di Universitas terbuka Kompasiana. Awardee LPDP PK 144. Doktor UIN Malang. Ketua Umum JATMAN Banyuwangi. Dosen UIMSYA Banyuwangi. Dan PP. Minhajut Thullab, Muncar, Banyuwangi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Sinai : Mesir, Israel dan Slankers

19 Januari 2010   23:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:22 1569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_57242" align="alignnone" width="500" caption="Mount Sinai, Egypt"][/caption] Aku dan rombongan jawa timur tiba di Sinai jam 7 malam. Sinai merupakan wilayah yang sangat stragetis yang diapit oleh laut mediterania di selatan dan laut merah di utara. Sinai juga berbentuk segitiga yang menjadi jembatan penghubung antara afrika dan asia barat, sehingga sepanjang sejarah wilayah ini selalu menjadi rebutan negara-negara yang berkepentingan, mulai dari dinasti mamluk, dinasti ottoman, inggris, perancis hingga israel. Tercatat ada beberapa peperangan antara mesir melawan israel memperebutkan sinai yang berada dekat dengan canal suez ini, tahun 1948 peperangan mesir dengan israel gara-gara membela palestina. Tahun 1967 israel juga menyerang mesir hingga akhirnya 1979 israel kalah telak diusir oleh tentara mesir dan tepat pada bulan ramadlan. Saat ini sinai menjadi wilayah kekuasaan mesir. Ketika aku dan kawan-kawan mulai memasuki kawasan sinai ini, sangat terlihat penjagaan militer yang super ketat, satu persatu pasport kami di cek dengan pistol dan senapan laras panjang ditangan. Aku dan kawan yang tidak biasa merasakan agak takut dengan pengecekan ini walaupun akhirnya setelah mengetahui kelengkapan semua surat-surat, kami diizinkan untuk melaju. Dalam perjalanan menuju sinai ini pemeriksaan tidak hanya satu kali tapi berlapis melewati pos-pos penjagaan yang berbeda. Sampai di lereng gunung sinai, aku dan kawan-kawan langsung mempersiapkan makan malam yang kami bawa dari Cairo. Ketika hendak makan ternyata ada masalah; lauk nasi sudah basi padahal di sinai tidak ada orang berjualan nasi, kami bingung. Akhirnya diputuskan untuk mencari roti sebagai bekal tenaga untuk naik gunung nanti jam 12 malam. Kebetulan kami tiba di sinai tepat malam minggu jadi banyak sekali turis-turis asing yang menunggu bersama menanti jam 12. Diantara tujuan utama naik ke puncak gunung sinai adalah melihat indahnya sunrise, disamping juga melihat sisa sejarah yang sangat berharga. Semua agama samawi memiliki saham sejarah di sinai ini, nabi musa pernah menyendiri bersama Tuhannya ditempat ini, tepat dibawah gunung juga ada gereja yang nilai sejarahnya sangat tinggi yang bernama St. Chaterine. Ketika hendak melaksanakan sholat isya', aku dan teman-teman kebingungan mencari masjid yang paling dekat dengan tempat parkir, ketika bertanya dengan salah seorang pedagang, dia menunjukkan tempat gelap dan agak sepi, "hunak...gami??!!'","itu masjid..?!, sambil sedikit tidak percaya. "aiwah..hunak masgid", "ia..itu masjid", akhirnya aku ke sana dan kulihat tempatnya hanya seukuran 2x3 meter dengan penutup daun kurma saja, "sederhana sekali", pikirku. Walaupun begitu, terpaksa kami harus menjalankan ibadah shalat isya. Jam 12 tiba, kami bersiap-siap naik gunung. Turis yang bersama kami ada dari Jepang, Ekuador, argentina dan ada beberapa yang entah dari negara mana. Awalnya aku ingin ikut di cloter pemberangkatan pertama, tapi kawan-kawanku senior menyuruhku untuk menjadi sapu jagat (istilah untuk orang yang berada paling akhir). Aku bersama 3 orang lain akhirnya berangkat terakhir. Baru berjalan sekitar satu jam, aku sudah merasakan lelah karena medan yang kami lalui tidak seperti tanah di pegunungan indonesia melainkan pasir, tanah dan batu sehingga agak berat untuk melangkahkan kaki, juga ada 3 cewek yang terkena masuk angin gara-gara tadi tidak makan malam. "sudah hampir setengah perjalanan", aku memberi masukan ketika kami bingung antara kembali atau melanjutkan ke puncak. Kondisi cewek ini sudah sangat lemas. Tapi karena alasan "kan gak tiap hari ke sini mas", ya sudah kami melanjutkan perjalanan, tiap satu orang menolong satu cewek, jadi masing-masing dapat bagian menolong kecuali diriku, aku bagian memegang senter dan peralatan obat-obatan. Sebenarnya ada transportasi untuk bisa naik cepat ke puncak sinai yang bernama onta dengan bandrol harga $ 15 sekali jalan, mereka akan menawarkan dengan "camel..camel...camel". Setelah berupaya sekuat tenaga, kami bersyukur bisa sampai puncak sekitar jam 4 pagi, sementara aku lihat teman-teman yang berangkat duluan sudah "melungker" tidur karena kedinginan, padahal saat ini adalah musim panas. Aku mencari tempat yang cocok untuk bisa istirahat sebentar melepas lelah sambil menanti waktu subuh tiba. Aku keliling diantara dua gereja yang ada dipuncak gunung dan ketika hendak tidur disamping seseorang yang aku duga orang indonesia tiba-tiba dia berkata "excuse me...", seketika aku kaget, ternyata tempat ini semuanya bule yang sedang tidur bersama pasangan masing-masing, dengan agak malu aku berpaling mencari tempat lain. Tepat jam 5 pagi ketika hendak menunaikan shalat shubuh ada masalah dengan tidak adanya air, akhirnya tayammum memakai debu yang menempel di dinding gereja. Shalatnya juga dengan cara sederhana, dilantai belakang gereja dekat para turis yang sedang menunggu indahnya sunrise. Ungtunglah para turis-turis itu orangnya cuek jadi kami merasa nyaman melaksanakan shalat disamping mereka. Ketika sunrise muncul, semua orang menyebar mencari tempat yang tepat mengabadikan keindahan alam ini, ada yang mojok dipinggir jurang, ada yang dengan gaya motret yang jungking dan lain-lain. Aku melihat dibelakang gereja ada satu orang tua yang jongkok dan menangis sejadi-jadinya, mungkin sebuah pengakuan dosa. Di depan gereja para turis dari Ekuador dan Argentina menyanyikan lagu-lagu sambil membawa injil, kadang mereka tiba-tiba menangis sesenggukan ditengah-tengah khutbah yang disampaikan oleh salah seorang dari mereka yang sepertinya pendeta. Ketika aku dan teman-teman bertanya pada salah seorang turis dari Argentina, dia mengatakan, puncak gunung sinai ini memang menjadi salah satu tempat suci umat kristiani, pergi ke sini sama dengan pergi haji dalam agama islam. Memang terlihat sekali dari cara-cara mereka melakukan ritual. [caption id="attachment_57243" align="alignright" width="300" caption="Sinai"][/caption] Di saat semua turis asyik dengan ibadahnya, aku dan teman-teman menggunakan kesempatan ini untuk mengabadikan dalam bentuk foto, ada juga yang memakai handycam. "kapan lagi bisa ke sini". Bahkan para slankers mania termasuk diriku juga berfoto bersama dengan mengibarkan bendera slank. Bendera indonesia juga berkibar dengan gagah sebagai bukti nasionalisme yang masih terikat kuat di dada kami. Setelah puas menikmati indahnya sunrise, tiba-tiba perutku terasa sakit, mungkin akibat makan lauk nasi basi tadi malam. Aku bertanya padan kawan-kawan ternyata ada dari mereka yang merasakan hal yang sama seperti diriku, "wah payah..gak ada air lagi". Sambil berjalan turun ke puncak gunung kami mencari toilet umum, teman-teman yang tidak kuat menahan, terpaksa membuang BABnya di bawah dan belakang batu-batu besar, seperti kembali ke masa manusia purba. Akhirnya aku menemukan toilet tapi bandrol harganya tidak seperti biasanya, disitu tertulis "5 pound / 1 dollar / 1 euro", "baru kali ini selama hidupku, buang air besar bayarnya 1 euro". Kawan-kawan pada ketawa setelah ku ceritakan harga yang aku bayar tadi. Cewek-cewek yang sudah tidak kuat turun gunung memilih alternatif naik onta dengan membayar 15 dollar. Jika berangkat tadi aku menjadi sapu jagat, pada saat turun aku menjadi pertamax (berarti "pertama", bahasa teman-teman negeri ngotjoleria). Tepat di belakang gereja St. Chaterine ada batu besar, aku langsung berlari dan tidur diatasnya sambil menunggu kawan-kawan yang aku lihat masih jauh. Saat inilah, aku berfikir, begitu kuat orang-orang dahulu seperti nabi musa yang hidup diwilayah seperti ini dengan bebatuan dan padang pasir, apalagi kendaraan mereka hanya onta. Mungkin inilah hikmah kenapa Allah menciptakan orang-orang dulu dengan umur yang panjang dan badan yang lebih besar dan lebih tinggi, medan yang mereka lalui memang berat. #################### Bisyri Ichwan, Seorang yang sedang berusaha mengais ilmu pengetahuan diramainya kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun