Mohon tunggu...
Agung Bismoko
Agung Bismoko Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pendiri UKM Pankreas Politeknik Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kesalahan Filosofis Perpres 54/2010 dan Perubahannya tentang Pengadaan Barang/Jasa

15 Januari 2014   14:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:49 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini Pengadaan, khususnya pengadaan barang/jasa pemerintah adalah proses yang penting dalam sistem belanja negara.  Pada masa yang akan datang, proses itu akan semakin penting lagi.  Bahkan akan menentukan sukses tidaknya reformasi keuangan negara yang dewasa ini sedang dilakukan pemerintah.

Pemerintah melalui LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) yang dibentuk Presiden RI pada tahun 2008, sedang berupaya melakukan reformasi pengadaan melalui empat langkah strategis.  Pertama , regulatory framework, atau penataan aturan dengan segenap norma, standar, pedoman, manual (NSPM) dilakukan agar proses pengadaan semakin transparan, bersaing, adil dan akuntabel.  Kedua Institutional framework atau penataan kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) dilakukan agar proses pengadaan dapat dikelola dengan lebih proffesional dan dilaksanakan oleh petugas/pejabat yang kompeten dibidangnya. Ketiga , Market Operation yaitu menjadikan proses pengadaan sedekat mungkin dengan mekanisme pasar yang adil dengan memanfaatkan teknologi komunikasi, dan informasi.  Keempat, Integrity yaitu upaya mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam proses pengadaan.  Ringkasnya kita ingin membangun sistem pengadaan yang kredibel.

Dengan adanya LKPP pemerintah membangun kepercayaan publik dengan menerbitkan peraturan-peraturan untuk mencapai tujuan diatas.  Sejak awal diatur dalam Keputusan Presiden RI No. 80 tahun 2003, tentang Pedoman Pelaksanan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Presiden RI No. 95 tahun 2007 tentang Perubahan ketujuh atas Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003.   Kemudian dilanjutkan dengan Peraturan Presiden RI No. 54 tahun 2010 beserta perubahannya.

Dengan adanya ini pemerintah membangun e-procurement yang diharapkan memapu membuat proses pengadaan menjadi transparan dan akuntabel.  Fungsi utamanya adalah untuk menjamin proses pengadaan sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku.  Dan dengan penggunaan e-procurement dapat dipastikan meningkatkan transparansi, standarisasi, dan akuntabilitas proses pengadaan yang dapat diikuti dan diawasi bersama-sama oleh masyarakat.  E-procurement merupakan perwujudan good governance yaitu peningkatan kualitas pelayan publik dimulai dengan tata kualitas pemerintah yang baik serta bertujuan untuk Kesejahteraan masyarakat.

Namun peraturan yang dibuat pemerintah ternyata sangat tidak memperhatikan filosofi hukum dan pemerintahan yang digagas oleh Lord Acton pada tahun 1870 yaitu ketika terjadi krisis besar di Organisasi Katolik Romawi setelah Paus Pius IX mengumumkan dogma papal infallibility. Dalam konteks inilah Acton mengeluarkan adagiumnya yang terkenal “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”. Pada tahun 1874, ketika Gladston mempublikasikan pamflet “ The Vatican Decrees”, Lord Acton menulis berseri mulai November hingga Desember. Tema tulisan tersebut adalah contoh-contoh sejarah inkonsistensi kepausan. Tulisan-tulisan tersebut menimbulkan badai di dunia Gereja Katolik Romawi Inggris.yang saat itu mengegerkan Vatican

Perlu dipahami Prinsip Pengadaan Pada Pasal 5 poin f  Perpres 54/2010 yaitu adil/tidak diskriminatif, selain itu pada Etika Pengadaan Pasal 6 Perpres 54/2010 menyatakan poin C yang menyatakan tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidaklangsung yang berakibat terjadinya persaingan tidak sehat; Poin E menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses Pengadaan Barang/Jasa; Poin F menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam Pengadaan Barang/Jasa; g. menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara.  Serta dalam penjelasan Perpres 70/2012 angka 3 menyatakan tidak boleh terlibatnya PPK/ULP/Pejabat pengadaan dalam Koperasi K/L/DI, BUMD, BUMN.

Pejelasan Perpres 70/2012 Pasal diatas seolah-olah melemparkan tanggung jawab pengadaan ketangan PPK/ULP/Pejabat Pengadaan.  Padahal PPK,Pejabat Pengadaan,Bendahara/Pemegang kas, Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan secara nyata diangkat oleh Pemimpin Kementrian/Lembaga/Daerah/Institusi (K/L/D/I).

Sedangkan Panitia Pengadaan diangkat oleh Kepala ULP/Kantor/Dinas/Badan  Pengadaan Barang/Jasa sesuai Pasal 17 ayat 2A poin F dan G.  Dimana pimpinan yang mengangkat Panitia Pengadaan diangkat langsung oleh Pimpinan Kementrian/Lembaga/Daerah/Institusi sesuai Perpres 70/2012 pasal 14. Jelas secara nyata tidak ada independensi PPK/ULP/Pejabat pengadaan dalam melaksanakan pekerjaannya kecuali Pimpinan K/L/D/I adalah malaikat tak bersayap.

Hal ini juga menyatakan bahwa Perpres 54/2010 dan Perpres 70/2012 harus dibatalkan demi hukum, dan harus diciptakan perpres yang baru.  Karena Jelas Perpres ini menyerahkan Kekuasaan Absolut ditangan Kepala K/L/D/I

Hal ini sudah terbukti pada kasus hambalang dimana Ketua Panitia PengadaanWisler Manalu yang saat itu menjadi Ketua Panitia Lelang proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang mengakui bahwa PT Adhi Karya seharusnya tidak lolos seleksi proses lelang proyek Hambalang. Menurut Wisler, namun tetap dimenangkan atas pengaruh atasan. Bukti-bukti lebih banyak Kepala Daerah yang tertangkap tangan menerima dana gratifikasi dari pemenang tender.  Dan tidak ada dari panitia pengadaan yang dijadikan tersangka dan terdakwa.  Hal ini jelas bahwa Perpres 54/2010 dan Perpres 70/2012 tidak bisa menjamin independensi Panitia Pengadaan dalam melaksanakan tugasnya.

Hal ini sesuai dengan Adagium Lord Acton yang menyatakan :

“Power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely. Great men are almost always bad men, even when they exercise influence and not authority; still more when you superadd the tendency of the certainty of corruption by authority.”

" Kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan absolut mengarah pada korupsi absolut . Orang-orang besar kebanyakan juga menjadi orang Jahat , bahkan ketika Orang-orang besar ini hanya memiliki pengarus namun belum memiliki Kekuasaan , Dan akan lebih dahsyat lagi ketika Korupsi dilakukan oleh orang yang memiliki Kekuasaan

dan

“Bureaucracy is undoubtedly the weapon and sign of a despotic government, inasmuch as it gives whatever government it serves, despotic power.”

" Birokrasi tidak diragukan lagi Senjata dan Pondasi bagi pemerintah yang lalim , hal ini memberikan  wewenang bagi pemerintah menjalankan fungsinya sebagai alat kekuasaan dan kesewenang-wenangan bagi segelintir orang.

KONSTRUKSI PERATURAN SUPPLY CHAIN MANAJEMEN PADA PEMERINTAHAN DI INDONESIA

Pada bagian ini kita akan membahas 9 Prinsip dasar dalam membuat peraturan Pengadaan Barang/Jasa :

1.Menutup Peluang Intervensi Pengguna Anggaran atau Pimpinan K/L/D/I kepada ULP/Pejabat Pengadaan.

2.Pimpinan LKPP harus diangkat dari tokoh publik yang terbukti integritas dan rekam jejaknya untuk mencegah intervensi Presiden dalam LKPP.

3.Panitia Pengadaan ULP ataupun Pejabat Pengadaan adalah PNS yang angkat menjadi Pegawai LKPP atas perintah presiden dan ditugaskan sebagai pegawai pada UPTD LKPP diseluruh K/L/D/I diseluruh Indonesia serta dipastikan memiliki rekam jejak yang bebas dari pengaruh Pimpinan K/L/D/I

4.Pelatihan yang berkelanjutan untuk menjamin integritas Pantia Pengadaan.

5.Memperbanyak pengadaan melalui e-catalog

6.Anggaran Pengadaan bagi UPTD LKPP diperoleh dengan memotong dana dekonsentrasi/DAK bagi K/L/D/I

7.Panitia Pengadaan ULP tidak boleh bertemu, berbicara melalui telepon atau komunikasi lainnya dengan Penyedia Barang/Jasa kecuali komunikasi resmi institusi.

8.Pembuktian Kualifikasi setelah evaluasi administrasi dan teknis oleh Panitia Pengadaan ULP dilakukan oleh Bagian/Seksi Tim Pembuktian Kualifikasi yang ada dalam UPTD LKPP terlepas dari pengaruh panitia secara nyata bila diperlukan.

9.Pendapatan yang diperoleh Panitia Pengadaan ULP dan Pejabat Pengadaan tidak boleh berasal dari anggaran K/L/D/I dimana mereka bertugas namun harus dari LKPP.

Sembilan Prinsip diatas mendorong orang seperti yang dikatakan Lord Acton :

“A public man has no right to let his actions be determined by particular interests. He does the same thing as a judge who accepts a bribe. Like a judge he must consider what is right, not what is advantageous to a party or class.”

" Seorang yang memiliki Kekuasaan dan Otoritas tidak akan membiarkan tindakannya ditentukan oleh kepentingan tertentu .  Dia melakukan hal yang sama sebagai hakim yang menerima suap bila tidak mengindahkan hal tersebut. Seperti seorang hakim  harus mempertimbangkan apa yang benar , bukan apa yang menguntungkan untuk kelompok / golongan tertentu . "

PENUTUP

Sebagai penutup, penulis menyajikan perkataan Lord Acton

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun