Mohon tunggu...
Agung Bismoko
Agung Bismoko Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pendiri UKM Pankreas Politeknik Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Guru Ngaji, Dicinta , Dibutuhkan dan Dibayar Murah

15 April 2015   13:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:04 4569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

GURU NGAJI, DICINTA , DIBUTUHKAN DAN DIBAYAR MURAH

Mungkin ketika kita masih kecil, kita pasti masih ingat adanya guru ngaji di dekat rumah atau di mesjid yang dengan ikhlasnya mengajari agama kepada kita dengan biaya yang cukup murah.Bahkan bagi para anak kecil dibawah 10 tahun, guru ngaji adalah center of influence tempat dimana mereka pertama kalinya mendapatkan pengajaran agama dan contoh langsung pelaksanaan pelajaran agama itu sendiri.Hampir setiap hari saya mengikuti pelajaran mengaji.Bebas mau datang kapan saja, bisa rebutan giliran mengaji, habis mengaji kita bermain layangan atau bola di lapangan kampong.

Sampai sekarang saya masih mengingat dan mencintai guru ngaji saya, almarhum Bp. Hj. Nawawi.Meski mengalami kelumpuhan sehingga almarhum tidak bisa berjalan, beliau dengan sabar terus mengajari kami agama.Dan ketika generasi kami sudah mulai dewasa, generasi berikutnya pun terus belajar dengan beliau.Kehidupan guru ngaji kami cukup sederhana.Sayangnya sebelum Almarhum meninggal anak-anak mulai mengaji di TPA Mesjid, dan Rumah beliau yang tadinya ramai celoteh anak-anak kampong mulai sepi.

Setiap bulan saya selalu diselipkan amplop oleh ibu saya untuk diberikan kepada guru ngaji kami yang besarnya sekitar 25 ribu rupiah/bulan.Pada tahun itu mungkin sekitar tahun 1986 – 1990 nilainya masih cukup tinggi. 1 gram emas di tahun 1986 masih dibawah 25 ribu rupiah.Ada juga teman-teman yang memberikan kurang atau lebih dari nilai itu.Tapi yang pasti uang 25 ribu masa itu setara dengan 500 ribu rupiah saat ini.Walaupun nilainya cukup besar dimasa itu, masih terbilang kecil buat kelas menengah di Jakarta.Pada masa itu guru ngaji kami masih sanggup menyekolahkan anaknya di Perguruan Tinggi, bahkan memiliki rumah di Jakarta meskipun untuk itu beliau dan keluarga harus hidup cukup sederhana.

Pada saat yang bersamaan saya memiliki teman anak Pendeta yang beragama Kristen Protestan.Ketika saya mampir kerumahnya di bilangan Jakarta Barat, saya melihat sesuatu hal yang sangat berbeda.Meskipun sama – sama statusnya guru agama sama persis dengan guru ngaji saya, teman saya ini memiliki rumah yang cukup besar, memiliki mobildan pada masa itu di tahun 1990 termasuk kelas menengah atas.Teman saya bahkan masa kecilnya pernah tinggal di Amerika karena ketika itu ayahnya sang Pendeta ditugaskan untuk menjadi Pimpinan salah satu Gereja di Richmond , Amerika. Saat ini teman saya sekeluarga sudah kembali ke Amerika karena ayahnya kembali ditugaskan kesana.

Cerita ini melompat ketika ditahun 2010.Perjalanan waktu 20 tahun kami mulai menikah dan memiliki anak.Ketika anak saya diusia 5 tahun mulai belajar mengaji di guru ngaji tetangga kami, persis seperti saya masih kecil, guru ngaji tersebut menjadi “center of Influence” bagi anak saya tempat dia belajar agama.Bahkan banyak anak-anak yang bermasalah mengadu dan berkonsultasi pada guru ngaji kampong kami.Dan ketika anak-anak bermasalah kabur dari rumah karena berselisih paham dengan orang tuanya, seringkali mereka kabur kerumah guru ngaji kami.Hampir sama, guru ngaji kami pun hidup amat sangat sederhana.Untuk rumah pun guru ngaji kami harus kontrak sana-sini.Itu pun mengontrak di rumah yang bukan layak huni.Dan amat sangat kasar pun jika kami katakan bahwa rumah yang dihuni guru ngaji kami tidak dilayak huni oleh manusia.Bahkan untuk menyekolahkan anaknya guru ngaji kami kesulitan sekali.

Di Daerah kami ada sekitar 4 guru ngaji.Keempat-empatnya hampir sama kondisinya, 2 lainnya kebetulan memiliki tanah sehingga bisa memiliki rumah yang layak.1 Lagi guru ngaji Madrasah mesjid sehingga rumahnya cukup nyaman karena cukup besar dilingkungan Mesjid.Pada intinya saya ingin sekali berbagi bahwa guru ngaji kita di Indonesia, umumnya hidup dalam kondisi yang amat kurang layak.Saya tadinya mau membuat tulisan ini untuk menyalahkan pemerintah kita yang kurang memperhatikan guru ngaji.

Kemudian saya mulai melirik di berbagai media dakwah mulai muncul Da’i – Da’i terkenal yang sering muncul di televisi, memiliki pengajian sendiri dan memiliki jemaah yang banyak kelas menengah atas.Da’i-Da’i terkenal ini memiliki asset rumah yang besar, mobil, perusahaan travel umroh dan berbagai bisnis lainnya.Saya sendiri awalnya cukup terpukau melihat penampilan glamour para Da’i – Da’I terkenal ini.Saya pun sempat menjadi fans para ulama-ulama artis ini.

Sampai suatu ketika saya mendengar ulama-ulama artis ini menetapkan biaya ceramah yang cukup fantastis nilainya.Bahkan melalui manajemen Ulama-ulama artis ini, tanpa membayar biaya ceramah sesuai tariff tersebut dipastikan mereka tidak akan datang meskipun di undang, kecuali ada hubungan kedekatan emosional.Itu dari sisi para ulama-ulama artis ini, disisi masyarakat, saya juga heran melihat masyarakat juga tidak pernah kekurangan uang untuk mengundang ulama-ulama artis ini.Dengan segala macam cara dilakukan agar bisa mengundang ulama top papan atas ini.Dipastikan Mesjid penuh ketika ulama-ulama top papan atas ini datang.

Saya kemudian merenung mencari jawaban mengapa ada perbedaan kesejahteraan antara ulama top papan atas dengan guru ngaji kampong kami.Ulama Top Papan atas biasanya berdakwah untuk kelas menengah atas dengan umur umat biasanya diatas 17 tahun.Sementara guru ngaji kami dengan rata-rata murid 50 orang per guru ngaji, dengan kebanyakan murid dibawah 15 tahun.Dalam metode pendidikan terkini ditemukan masa kritis seseorang yang menentukan masa depannya ada pada usia antara 5-15 tahun.Masa ketika seseorang belajar norma-norma susila, Agama dan sopan santun.Dibeberapa Negara non-muslim yang sudah maju, khusus untuk Playgroup , Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Dasar, guru diwajibkan lulusan S2.Bahkan untuk memperbanyak jumlah guru Negara-negara maju tersebut tidak segan-segan menganggarkan gaji yang cukup tinggi.

Kemudian dengan sedikit melakukan investigasi saya bertanya-tanya kepada para guru ngaji kampong mengapa mereka hidup sangat sederhana dan cenderung dengan dibawah standar hidup layak.Saya temukan ternyata sangat memalukan Umat Islam.Guru-guru ngaji kampong hanya dibayar sukarela antara 10 ribu – 20 ribu per bulan per anak.Kalau muridnya anak orang kaya ada yang membayar hingga 50 ribu per bulan.Dengan rata-rata 50 murid per guru ngaji, maka saya perkirakan income guru ngaji kami hanya berkisar 1,5 juta – 2,5 juta per bulan.Amat sangat kecil dibanding biaya ceramah ulama-ulama top papan atas yang bisa menyentuh 25 juta per ceramah sekitar 2 jam saja.Bagaimana mungkin dengan biaya pendidikan yang amat rendah bisa memberikan pendidikan berkualitas untuk agama, susila dan sopan santun justru pada masa kritis anak-anak kita ?

Kemudian Pendapatan Guru Ngaji ini saya bandingkan dengan frekuensi mengajarnya.Guru ngaji kita walaupun mengajar per anak antara 10-20 menit, namun waktu belajarnya setiap hari antaran Senin s/d Jum’at.Untuk Sabtu-Minggu biasanya libur.Untuk mencari tambahan guru ngaji ini biasa memberikan privat belajar agama khusus untuk orang-orang kaya, membina pengajian bapak-bapak dan ibu-bu, dan mengajar agama untuk mahasiswa.

Ketika kami sedikit mewawancarai para guru ngaji ini , umumnya mereka selalu mengatakan, “cukup lah uang kami untuk hidup karena kami sudah dijamin oleh Alloh, dan biar saja Alloh yang membalas budi baik kami”.Dan mereka selalu ceria setiap kali kami temui.Meskipun disisi lain kami tahu, mereka pusing harus membayar uang sekolah anaknya, anaknya dipastikan bersekolah ditempat yang murah dan kebanyakan anak mereka tidak melanjutkan ke bangku kuliah.Dan ada guru ngaji kami yang setiap tahunnya pusing mencari kontrakan baru, berpasrah kepada Alloh SWT semoga dilindungi dari Plafon atap rumah kontrakannya yang sewaktu-waktu bisa jatuh dan menimpa kepala mereka.

Dalam tulisan ini saya amat sangat menghimbau bagi para pembaca dan para muslim yang Budiman.KitaTahu kondisi ekonomi sangat sulit dan berat.Tapi seberat-beratnya kehidupan Kitajangan sampai kita berlagak miskin dihadapan para guru ngaji ini.Jangan sampai kita yang memiliki rumah dan pekerjaan yang layak memberikan uang yang sangat tidak layak bagi guru ngaji anak kita.Minimal kalau anda keluarga menengah bawah antara 50 ribu – 100 ribu per bulannya.Kalau kita keluarga menegah atas antara 100 ribu – 250 ribu per bulannya.Dan bila kita keluarga Menengah Atas alangkah sempuranya hidup kita kalau kita bisa menghadiahkan diatas 250 ribu per bulan untuk guru ngaji kita.Selain itu pada hari lebaran jangan lupa juga kita yang mendapat THR dari kantor, ikut membagi guru ngaji kita THR.

Dalam Perhitungan saya kalau rata-rata per anak membayar 100 ribu per bulan dengan rata-rata jumlah murid 50 anak per guru ngaji kitamaka guru ngaji kita bisa mendapatkan 5 juta per bulan dari mengajar.Uang itu bukan yang cukup besar namun bisa untuk membantu para guru ngaji kita hidup diatas standar minimal, memiliki uang untuk membeli kendaraan layak, menyekolahkan anak-anak mereka dan bisa bersekolah kembali atau minimal guru ngaji kita bisa membeli buku-buku baru mengenai metode pengajaran anak terkini.

Kalau anak-anak kita sudah khatam Al’Quran, jangan biarkan mereka berhenti mengaji, terus perintahkan anak-anak kita untuk menghafal Al’Quran.Minimal anak-anak kita hafal dan mengerti artinya seluruh Juz ke-30 Al’Quran.Serta dorong anak-anak kita untuk belajar lebih dalam dari para Guru ngaji, jangan hanya sebatas Khatam Al’Quran.Dan anak kita bisa masuk pesantren papan atas seperti Gontor dan Tebu Ireng dengan mudah karena anak kita hafal Juz ke-30 Al’Quran.Kita harus terus mendorong anak-anak kita menjadi anak-anak yang sholeh, selain itu kita juga memiliki alasan untuk menyokong kondisi guru ngaji kita.

Investasi 100 ribu per bulan untuk guru ngaji anak-anak kita adalah investasi yang amat sangat menguntungkan dan murah untuk diri kita sendiri.Jika anak-anak kita berhasil menjadi anak-anak yang sholeh, maka bila suatu saat kematian menghampiri kita memiliki anak-anak yang terus mendoakan kita. Marilah kita jangan jadi manusia yang pelit terutama untuk kepentingan agama dan dakwah Islam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun