Mohon tunggu...
Agung Bismoko
Agung Bismoko Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pendiri UKM Pankreas Politeknik Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menekuk Mafia Migas Indonesia

20 Januari 2014   19:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:38 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada hari Sabtu tanggal 18 Januari 2014, saya menghadiri Seminar Nasional Pascasarjana STIAMI yang diadakan di gedung BPPT, Jakarta Pusat bertema “Integritas Kepemimpinan Nasional Untuk Indonesia Baru”.  Saat itu acara diisi dengan Keynote Speaker Bp. Marzuki Alie, dan Pembicara Bp. Ahmad Yani Staff Khusus presiden bidang Komunikasi.  Seharusnya acara ini diliput oleh pers, tapi herannya tidak ada Televisi yang diundang.

Bp. Marzuki Ali mengulas kelemahan pemerintahan seperti kebijakan Menteri Keuangan mengenai Kinerja Berbasis Anggaran atau dalam bahasa Bp. Marzuki Alie Function follow the Money, yang seharusnya Money Follow the Function.  Kebijakan Menteri Keuangan yang Function Follow the Money diwujudkan dengan peraturan menteri keuangan yang bila anggaran habis akan ditambahkan 10 persen pada tahun berikutnya sedangkan bila tidak habis akan dikurangi, ini yang disebut Bp. Marzuki Alie, Function Follow the Money.  Seharusnya Money Follow The Function, artinya Dana mengikuti tuntutan kebutuhan Kinerja sehingga tujuan dapat tercapai.  Dan Bp Marzuki Alie juga menerima usulan STIAMI untuk memisahkan Dirjen Pajak dan Bea Cukai dari Kementrian Keuangan seperti IRS di Amerika.  Karena dengan adanya Dirjen Pajak dan Bea cukai dibawah Kementrian Keuangan maka wewenang menteri keuangan akan lebih besar dari Wakil Presiden.  Akibatnya secara akdemis menimbulkan kemungkinan terjadinya pengawasan yang kurang kuat.

Yang menarik ialah Saat Bp. Marzuki Ali membongkar Skandal PGN VS Jilid I ketika pertamina menuntut open access atas Pipa Gas PGN.  Kata Marzuki Alie, Pipa Gas PGN sudah dibuat dengan feasilibility study yang dengan tingkat pengembalian dalam jangka waktu tertentu.  Ada kekuatan yang menginginkan sarana prasarana yang dimiliki PGN bahkan jatah gas PGN juga.  Saat itu Bp. Marzuki Ali memanggil manajemen PGN dan mereka mengatakan ada 40 trader abal-abal yang mewakili para pejabat yang mendapatkan jatah gas  yang ingin memanfaatkan pipa Gas PGN.  Kemudian Marzuki Alie menelpon pihak-pihak terkait untuk membatalkan hal tersebut.

Ternyata hal ini tidak selesai sampai disini.  Pertamina kemudian ingin mengambil alih PGN melalui Petragas, perusahaan Gas Pertamina yang asetnya lebih kecil dari PGN.  Dengan aksi ambil alih ini maka Pertamina akan menguasai sumber gas PGN dan Pipa gasnya.  Selain itu hampir saja dilakukan RUPS untuk mengganti Dirut PGN dan Komisaris PGN yang menentang hal ini, untung saja kata Bp. Marzuki Alie digagalkan oleh beliau dengan menelepon Presiden. Kalau hal ini menurut penulis tujuan akuisisi PGN oleh Pertamina ialah untuk menghambat konversi penggunaan BBM ke Gas.  Hal ini dikarenakan PGN mulai memasuki lahan pertamina dengan membuat Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas di Jabodetabek.  Bila konversi ini berhasil maka kemampuan Pertamina mengontrol penggunaan BBM berkurang, dan dalam jangka panjang impor BBM pertamina akan menurun, selain itu kemandirian ekonomi Indonesia akan meningkat dan tidak tergantung refinery dari Singapura.  Bayangkan 500 Busway DKI JAYA terancam tidak bisa jalan karena kurangnya SPBG.

Akibat dari Berita Tarik-menarik Akuisisi saham PGN oleh Pertamina menurut Bp. Marzuki Alie membuat harga kapitalisasi saham PGN turun 25 Trilyun sejak Oktober 2013.  Hal ini sangat merugikan para pemegang saham terutama stakeholder yang berupa BUMN seperti Jamsostek.  Karena BUMN memiliki kewajiban untuk membeli saham BUMN lainnya.  Tambah Bp. Marzuki Alie, Fund Manager memiliki cut loss, bila saham turun sampai angka tertentu, maka turunnya harga saham PGN berimbas pada Turunnya Aset Jamsostek dan BUMN lainnya yang memiliki Saham BUMN. http://www.jambiekspres.co.id/berita-12107-rp-25-t-dalam-tiga-bulan.html

Sayang Dahlan Iskan justru mendorong Akuisisi PGN oleh Pertamina dengan memberi usulan tersebut ke DPR.  Itu yang membuat saya sedih  http://id.berita.yahoo.com/dpr-tolak-opsi-dahlan-iskan-soal-akuisisi-pertamina-144716736--finance.html .  Saya berharap Dahlan Iskan punya Nyali seperti Ibu Sri Mulyani yang hanya seorang ibu-ibu berani menentang para Mafia Keuangan yang merubung dirinya.  Bapak yang Calon Presiden jangan takut dong melawan MAFIA MIGAS ini.

Selain itu Ketika terjadi kenaikan harga BBM, Marzuki Alie Menceritakan bahwa saat ini produksi minyak bumi sekitar 900 ribu barel, dengan jatah kepemilikan Indonesia sekitar 700 ribu Barel.  Sedangkan kebutuhan BBB total 1,4 juta barel dengan dengan komposisi BBM bersubsidi 700 ribu barel dan BBN non subsidi 700 ribu Barel.  Menurut Bp. Marzuki Alie, kenaikan harga BBM dapat terkontrol dengan baik atau harganya naik sedikit saja namun tidak sampai 30%.

Selain itu Bp. Marzuki Alie juga menceritakan bahwa refinery Indonesia (pengilangan minyak) yang dimiliki pertamina ternyata cukup untuk kebutuhan dalam negeri sehingga Indonesia tidak perlu mengekspor minyak mentah  ke Refinery di Singapura dan kemudian Mengimpor kembali BBM.  Dan yang membocorkan hal ini kepada Bp. Marzuki Alie adalah Salah Satu Direktur Pertamina dan Komisarisnya yang pro-rakyat. Karena membocorkan hal  ini kedua orang ini diganti melalui RUPS Pertamina.  Bp. Marzuki Alie tidak menyebutkan siapa nama orang ini, namun kalau benar, alangkah naifnya bangsa ini.  Lanjut menurut Bp. Marzuki Alie, sangat memalukan negara sebesar Indonesia tergantung dengan Refinery Minyak dari negara sekecil Singapura.  Akibatnya Negara Singapura dapat mengontrol Indonesia, dan yang paling sedih lagi Indonesia hanya memiliki cadangan BBM untuk beberapa hari.

Saya sebagai penulis tidak tahu siapa yang disebut MAFIA MIGAS ini, mengapa mereka tega untuk melacurkan bangsa ini ?  Saya tadinya berfikir bahwa AMERIKA dibelakang semua ini, ternyata bukan AMERIKA tapi para pemimpin bangsa ini yang melacurkan dirinya dan para pengusaha.  Bisnis MIGAS Indonesia terlalu kecil untuk AMERIKA.  Dan Rostchild pun baru sekarang masuk ke Indonesia melalui BUMI.  Saya berfikir tadinya para pengawai negara yang korupsi adalah jahat, namun bila para MAFIA MIGAS ini yang notabene bukan orang AMERIKA bisa melakukan ini dengan menyogok para akademisi, media, dan para pejabat, maka ini lebih Jahat, sejahat-jahatnya.  Bagaimana mungkin Indonesia tergantung dengan kilang minyak dari negara Singapura.  Padahal untuk membangun Kilang minyak dibutuhkan biaya hanya sekitar 25 Trilyun, dengan anggaran APBN sebesar 1800 Trilyun dengan tingkat penyerapan APBN hanya sekitar 55% maka membangun Kilang minyak seharga 25 Trilyun akan sangat murah.  Belum lagi dilanjutkan membangun pabrik pengolahan BAJA yang hanya sekitar 10 Trilyun, dan Smelter Mangan untuk NTT yang harganya hanya sekitar 10 Trilyun, sangat murah rasanya.  Saya yakin Indonesia memiliki dana yang cukup untuk membuat Smelter dan Pabrik Pengolahan lainnya. Saya berharap Bp. Menteri saya Dahlan Iskan yang memiliki elektabilitas tertinggi dalam partai demokrat memiliki nyali untuk mengeksekusi masalah ini seperti Sri Mulyani ketika berhadapan dengan MAFIA KEUANGAN yang menggoreng harga saham BUMI.   Dengan Keberanian seperti Ibu Sri Mulyani meskipun harus terdepak dari menteri keuangan dia sangat dihargai dunia Internasional menjadi Direktur Bank Dunia.

Sayang sekali KPK hanya bisa menangkap penjahat yang mencuri dana APBN dan APBD.  Sedangkan korupsi yang berawal dari kebijakan, KPK tidak memiliki kewenangan tersebut.

Pembicara Kedua Bp. Ahmad Yani sebagai staff presiden tentunya menceritakan berbagai prestasi Presiden, kerja keras Presiden , penghargaan dan pencapaiannya bagi negara.  Bagi saya terdengar klise, karena bagi saya itu merupakan kewajiban presiden.   Keberhasilan Presiden di satu sisi tidak merupakan pembenaran ataupun permakluman atas kesalahan kebijakan yang dibuatnya.        Bagi saya dengan sistem presidensial, kekuatan presiden dalam pemerintahan adalah absolut.  Hal ini dikarenakan Presiden berhak memilih para pembantunya.  Dan para Pembantu-nya bisa sewaktu-waktu diganti.  Itu artinya Presiden bisa mengatur para pembantunya.  Kalaupun ada pembantunya yang terlibat korupsi hal itu dikarenakan adanya pembagian kekuasaan, sehingga menempatkan orang yang tidak tepat.  Roy Suryo ahli Informatika jadi Menteri Olahraga, Adhyaksa Dault Ahli Pemuda dipecat diganti Andi Malarangeng, Siti Fadilah Supari pendekar dunia kesehatan diganti dengan Dr Endang , Tifatul Sembiring ahli agama dijadikan Menteri Komunikasi dan Informatika, Muhammad Nuh ahli ekonomi, jadi menteri Pendidikan.  Ketika anda menempatkan orang yang tidak tepat maka tunggulah kehancurannya.

Akibat pembagian kekuasaan ini dengan Partai pendukung, akibatnya manajemen negara melemah karena para pembantu presiden tidak lagi bekerja dalam satu komando namun lebih mengarah untuk mengumpulkan dana untuk kepentingan partai.  Hal ini sudah saya tulis sebelumnya http://hukum.kompasiana.com/2014/01/15/kesalahan-filosofis-perpres-542010-dan-perubahaannya-tentang-pengadaan-barangjasa-sehingga-peraturan-ini-perlu-dihapuskan-626584.html , Ketika Bupati mengangkat Kepala Kantor Unit Layanan Pengadaan, dan Kepala ULP mengangkat Panitia Pengadaan, otomatis secara akademis tidak ada independensi dari orang dibawahnya.  Itu ditingkat Daerah , apalagi ditingkat kementrian.  Kasus Hambalang, Wisler Manalu secara nyata mengatakan bahwa ada pengaruh atasan dalam penentuan pemenang tender, yang secara administrasi tidak lulus tender.  Hal ini diperkeruh ketika Lutfi Hasan mempengaruhi menteri Pertanian atau pejabat dibawahnya untuk meningkatkan kuota impor sapi bagi perusahaan tertentu.  Hal ini dikarenakan pejabat yang diangkat berdasarkan kompromi sehingga mengutamakan kepentingan partai diatas kepentingan negara.  Kasus lainnya ialah merger AXIS dan XL yang secara aturan harus dilarang karena mendorong ke arah monopoli, malah diijinkan oleh BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia).  Dan masih banyak lagi kasus Korupsi berbasis kebijakan.

KPK secara institusi sudah lepas dari pengaruh Presiden, meskipun pimpinannya dilantik Presiden namun secara hirarki dipilih pimpinan KPK dipilih oleh DPR/MPR.   Itu Artinya Presiden harus memiliki kelapangan dihatinya karena sudah diberikan wewenang oleh rakyat untuk memilih pembantunya yang sesuai kebutuhan rakyat, dan bukan sesuai kebutuhan Partai ataupun MAFIA MIGAS ataupun siapapun.

Hal ini sesuai dengan Adagium Lord Acton yang menyatakan :

“Power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely. Great men are almost always bad men, even when they exercise influence and not authority; still more when you superadd the tendency of the certainty of corruption by authority.”

” Kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan absolut mengarah pada korupsi absolut . Orang-orang besar kebanyakan juga menjadi orang Jahat , bahkan ketika Orang-orang besar ini hanya memiliki pengarus namun belum memiliki Kekuasaan , Dan akan lebih dahsyat lagi ketika Korupsi dilakukan oleh orang yang memiliki Kekuasaan

dan

“Bureaucracy is undoubtedly the weapon and sign of a despotic government, inasmuch as it gives whatever government it serves, despotic power.”

” Birokrasi tidak diragukan lagi Senjata dan Pondasi bagi pemerintah yang lalim , hal ini memberikan  wewenang bagi pemerintah menjalankan fungsinya sebagai alat kekuasaan dan kesewenang-wenangan bagi segelintir orang.

Terima kasih Bp. Marzuki Alie , Ketua DPR RI sudah membukakan mata saya dengan anda berani menyatakan hal itu dalam Seminar Nasional tersebut, mohon para media mendapatkan rekaman Seminar ini dan berani menyatakannya di Media terus menerus.  Terus memberitakannya sampai para MAFIA MIGAS ini tunduk dibawah kaki Rakyat.  Saya berharap Media tidak terima sogokan dari para MAFIA ini.  Karena ketika saya berbicara dengan salah satu Pemred Media, dia menyatakan, para pengusaha sebenarnya tidak perlu beriklan mahal di media, namun ketika media mengangkat mengenai isu yang menyinggung produk yang dijual pengusaha, kemudian dilanjutkan dengan pengusaha yang memasang iklan di media tersebut.  Suatu Win-Win Solution yang memiskinkan seluruh rakyat Indonesia.  Saya tadinya tidak percaya hingga saya melihat wartawan senior yang memiliki kekayaan yang cukup besar dan padahal hanya muncul sesekali di televisi akibatnya membuat saya berprasangka buruk.  Saya juga berharap media memiliki Nyali untuk menambal kapal negara republik Indonesia yang sudah bolong sana sini dan anti sogokan dari para MAFIA MIGAS ini.   Jadi Media harus menuntut kejujuran dan keberanian dari dirinya sendiri dan bukan dari Pemerintah saja.

Terima Kasih Presiden SBY atas semua yang anda berikan kepada bangsa ini misi anda sudah selesai pada bulan April 2014 .  Pesan saya untuk PRESIDEN TERPILIH  tahun 2014 yang baru , saya berharap ANDA punya nyali untuk menekuk MAFIA MIGAS, MAFIA SENJATA, MAFIA KESEHATAN, dan MAFIA TAMBANG dibawah kaki seluruh rakyat Indonesia, meskipun NYAWA ANDA TARUHANNYA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun