Peristiwa pada tahun 1998 dimana Gedung DPR Republik Indonesia diduduki oleh lautan mahasiswa yang menandai berakhirnya orde baru menjadi suatu memori yang melekat dan selalu digaungkan hingga saat ini oleh mahasiswa-mahasiswa yang ikut organisasi untuk dijadikan pembelajaran.Â
Peristiwa tersebut memberikan gambaran yang nyata bahwa mahasiswa berperan penting dalam terjadinya suatu perubahan sosial dan memberikan kontrol terhadap jalannya roda pemerintahan. Terlepas dari kejadian itu, sudah banyak pergerakan-pergerakan aksi-massa yang dilakukan para aktivis mahasiswa yang progresif-revolusioner hingga saat ini.
Seiring berkembangnya zaman dan alih tangan roda pemerintahan, terdapat beberapa hal yang mempengaruhi organisasi kemahasiswaan. Pada periode ke-2 pemerintahan presiden Joko Widodo, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, mencanangkan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dengan tujuan mendorong mahasiswa untuk menguasai berbagai keilmuan yang dibutuhkan ketika memasuki dunia kerja. Program ini memberikan sebuah pukulan telak terhadap paradigma mahasiswa dalam mengarungi dunia perkuliahan.
Pengaruh yang diberikan oleh program pemerintah, terkhususnya Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) merambat secara langsung dan komprehensif terhadap cara pandang mahasiswa dalam berorganisasi, dan secara khusus kepada para aktivis mahasiswa.Â
Ini memberikan dilema kepada para aktivis mahasiswa untuk menganggap apakah program pemerintah ini disebut sebagai ancaman atau peluang. Ini menjadi problematika yang pelik hampir pada seluruh kampus yang tersebar di Indonesia.
Disatu sisi, program MBKM memberikan angin segar bagi mahasiswa untuk lebih jauh mengeksplorasi minat dan bakatnya selama berkuliah. Mahasiswa juga mendapatkan tawaran menarik berupa rekognisi SKS sehingga tidak perlu lagi untuk mengikuti perkuliahan didalam kelas. Beberapa program juga memberikan insentif kepada mahasiswa dalam pelaksanaannya.Â
Hal ini membuat banyak mahasiswa yang berbondong-bondong untuk mengikuti program-program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
Di sisi lain, program ini (MBKM) dipandang memberikan dampak negatif dalam keberlangsungan organisasi kemahasiswaan. Banyak mahasiswa yang beralih dan lebih memilih program MBKM karena dirasa lebih menjanjikan daripada organisasi mahasiswa yang konveksional dan tradisional.Â
Ini menyebabkan beberapa mahasiswa yang sebelumnya sudah berorganisasi beralih untuk fokus pada program-program MBKM. Para aktivis mahasiswa pun mulai menganggap bahwa keberadaan MBKM ini bagaikan racun yang perlahan membunuh kehidupan organisasi.
Dalam dilema seperti diatas, para aktivis mahasiswa diuji pikirannya dalam menemukan titik terang problematika tersebut. Disini saya mengungkapkan bahwa selama kita ini adalah makhluk sosial dan saling membutuhkan, maka ilmu organisasi ini tetap relevan tak luput dimakan zaman.Â