Di era modern, Astronomi sudah sepenuhnya terpisah dari Astrologi. Perkembangan keilmuan astronomi sudah semakin pesat sejak digunakannya teleskop sebagai instrumen pengamatan astronomi. Selain itu, perkembangan di keilmuan lain seperti fisika, kimia dan matematika juga membantu mendorong kemajuan riset astronomi yang lebih mendalam. Puncaknya pada sekitar abad ke 17, observatorium mulai dibangun di belahan bumi bagian utara atau di hampir seluruh wilayah Eropa. Salah satu teleskop yang terkenal adalah teleskop reflektor yang dibuat oleh William Herschel yang memungkinkan para ilmuwan untuk mengamati benda langit lebih jauh dan lebih mendalam. Teleskop ini digunakan hingga akhir abad ke 19.
Mulai memasuki abad ke-20, dunia kembali mengalami gejolak yang luar biasa, yaitu perang dunia. Namun, perang dunia tidak membuat perkembangan keilmuan terutama keilmuan astronomi menjadi terhambat. Perang Dunia mendorong hadirnya perkembangan teknologi baru, seperti roket, radar, dan juga komputer yang menunjang suatu negara untuk melaksanakan perang. Beberapa kemajuan teknologi ini ternyata mampu diadopsi oleh para astronom di era modern untuk menjadikannya alat dan inovasi di bidang astronomi.
Contoh yang paling sederhana adalah radar. Radar awalnya hanya digunakan untuk mendeteksi kehadiran pesawat musuh, namun para astronom seperti Karl Jansky dan Grote Reber mengadopsi radar menjadi radioastronomi yang memungkinkan mereka mendeteksi gelombang radio dari luar angkasa. Inovasi ini mendorong penemuan-penemuan baru seperti penemuan pulsar, quasar serta Cosmic Microwave Background.
Selain itu, roket balistik juga menjadi pondasi lahirnya eksplorasi luar angkasa. Roket inilah yang nantinya digunakan oleh beberapa negara superpower kala itu, yaitu Uni Soviet dan Amerika Serikat untuk memenangkan perlombaan antariksa (Space Race) di era perang dingin. Momen yang sangat penting dalam sejarah perkembangan astronomi modern yaitu pada tahun 1957, ketika Uni Soviet meluncurkan Sputnik 1, satelit buatan manusia pertama yang diluncurkan ke orbit, yang kemudian dilanjutkan dengan peluncuran manusia pertama ke luar angkasa, Yuri Gagarin. Amerika tak mau kalah dengan mendaratkan manusia pertama di Bulan melalui misi Apollo 11.
Pasca perang dingin, keilmuan astronomi semakin berkembang pesat. Kolaborasi internasional serta kemajuan teknologi pengamatan astronomi menjadikannya bahan bakar untuk terus melesat. Proyek-proyek besar seperti Pembuatan Teleskop Luar Angkasa Hubble memberikan pengalaman yang sangat luar biasa bagi para astronom dalam mengamati alam semesta. Pembangunan observatorium di tempat-tempat yang tidak terpikirkan sebelumnya membuat pengamatan luar angkasa semakin efektif. Pembangunan observatorium ini meliputi Chile, bahkan hingga negara kita, Indonesia. Teleskop yang digunakan juga tidak hanya teleskop reflektor, melainkan teleskop yang lebih canggih dan memiliki teknologi yang lebih maju, seperti teleskop inframerah, teleskop sinar-X, teleskop radio bahkan komponen-komponen teleskopnya pun mengalami perkembangan.Â
Bentuk kolaborasi internasional ini semakin terlihat setelah memasuki abad ke-21. Pencitraan blackhole atau lubang hitam yang digagas dan dikerjakan oleh berbagai negara hingga peluncuran James Webb Space Telescope yang dikerjakan oleh berbagai institusi astronomi membuktikan bahwa sains dan teknologi tidak memandang latar belakang suatu negara. Penggunaan Artificial Intelligence dan superkomputer membuat dunia astronomi mampu menganalisis data dengan jumlah yang sangat besar.Â
Namun, pertanyaan terbesarnya adalah, "Bagaimana dengan kondisi astronomi di Indonesia, apakah ia juga mengalami perkembangan yang serupa? Ataukah keahlian astronomi di Indonesia hanya sebatas angan-angan Presiden Sukarno saja?"
Kita akan bahas tentang astronomi di Indonesia pada tulisan selanjutnya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H