Mohon tunggu...
Suyut Utomo
Suyut Utomo Mohon Tunggu... Administrasi - Travel | Content creator | Video | Writing

Menceritakan apa yang dialamii lewat tuisan dan video

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Sensasi Nge-Trail di Merapi

8 Mei 2014   13:00 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:44 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semenjak erupsi gunung Merapi 2010 dusun Kinahrejo, desa Umbulharjo, kecamatan Cangkringan, Sleman-Yogyakarta ini memang menjadi objek wisata dengan daya tariknya, antara lain: kisah alm. Mbah Maridjan yang kala itu menjabat sebagai juru kunci gunung Merapi, wafat dikediamanannya saat Merapi memuntahkan isinya, di dusun ini terdapat 'tetenger' atau tanda tempat dimana beliau ditemukan sudah meninggal dunia. Sesampainya di desa ini, saya melihat papan bertuliskan "Rental Jeep, Trail & Peralatan Camping", saya belokan ke kanan motor kearah tempat rental-an tersebut. Setelah bertanya penduduk yang lewat saat itu, akhirnya ditunjukan sebuah rumah. Tuan rumahnya bernama mas Eko, beliau adalah pemilik motor trail yang akan di sewakan. Setelah mengutarakan maksud saya datang kesini, mas Eko sambil menyodori sebuar brosur lengkap dengan daftar harga beberapa paket tour dengan motor trail KLX Kawasaki 150 cc ini. Serta ada juga daftar harga jika akan meyewa mobil "Jeep" , atau peralatan camping. Untuk rental motor trail sendiri dibagi menjadi 4 paket, yaitu jalur Short, Medium, Long dan Sunrise, tentu dengan harga dan durasi penyewaan yang berbeda di tiap jalur.

brosur rental trail & jeep di Merapi (dok. pribadi)

Saya memilih jalur Medium, dengan alasan durasi yang tidak terlalu lama, dan juga dana yang terbawa didompet saat itu. Oya saya dapat potongan harga dari mas Eko setelah berjanji akan memposting cerita perjalanan ini di blog. Sesudah deal dengan harga sewa, yaitu 150 ribu (belum diskon) saya disuruh menunggu beberapa saat, sementara mas Eko pergi sebentar untuk memanggil pemandu yang akan menemani selama tour. Tidak lama kemudian mas Eko sudah datang kembali ditemani seorang remaja dengan riding gear layaknya motor offroader, walaupun ada yang kurang lengkap apa yang dia kenakan, yaitu sarung tangan. Disini juga akan dipinjami helm dan sepatu boot jika penyewa tidak membawa. Saya meminjam helmnya saja, karena saat itu hanya membawa helm half face. Sedangkan mas Eko mempunyai dua motor yang disewakan, saya disuruh memilih. Saya memilih motor yang knalpotnya free flow, alias knalpot plong, apapun istilahnya yang jelas suaranya lebih keras/kencang, dan katanya bisa menambah tenaga si motor. [caption id="" align="alignnone" width="640" caption="isi bensin sebelum berangkat (dok. pribadi)"]

[/caption] Tidak banyak basa-basi, saya dan Bagas (nama pemandu) segera tancap gas, sebelumnya Bagas bilang akan mengisi bensin terlebih dulu. Setelah itu saya berada belakang Bagas menyusuri sungai Opak yang berada tepat disebelah timur Kinahrejo. Seperti diketahui sungai ini adalah jalur lahar dingin saat erupsi, bermaterial pasir, batu beraneka ukuran, material ini bertambah jutaan kubik setelah erupsi terjadi. Batuan lepas mayoritas berukuran sekepal tangan orang dewasa, kami lewati. Lebih banyak mengandalkan engine brake karena jalannya menurun, kadang tanpa sengaja menekan rem depan/belakang akan membuat motor slip jalan bebatuan, hampir jatuh dibuatnya. Sungai ini juga berbentuk jalan ditengahnya terutama, karena tempat ini juga buat hilir mudik truk yang akan mengangkut pasir atau batu dari sungai ini. Kurang lebih 5 kilometer kami melalui jalur sungai Opak ini, selanjutnya keluar dan masuk ke dusun Petung. [caption id="" align="alignnone" width="640" caption="keluar dari sungai Opak (dok. pribadi)"]
[/caption] Tiba-tiba Bagas masuk dipekarangan rumah, memarkir motornya saya pun mengikutinya. Tampak rumah yang rusak parah, temboknya sudah mencoklat seperti sehabis kebakaran, atapnya sudah diganti dengan model asbes bergelombang yang tampak belum begitu lama terpasang. Didepan tampak mencolok seperti fosil hewan sapi atau entah kerbau, dengan tulang belulangnya disusun rapi membentuk hewan tersebut. Tampak beberapa barang seperti rongsokan dijejerkan diatas meja kayu. Setelah mendekat dan diperhatikan dengan sesakma, barang itu merupakan peralatan rumah tangga yang berada di dalam rumah ini, dan berubah bentuk ataupun warna karena terjangan awan panas Merapi. [caption id="" align="alignnone" width="640" caption="Museum Sisa Hartaku"]
[/caption] Museum Sisa Hartaku begitu disebutnya, tepatnya berlokasi di dusun Petung, desa Kepuharjo, kecamatan Cangkringan, kabupaten Sleman ini memajang beberapa barang yang tersisa saksi keganasan awan panas Merapi, atau 'wedus gembel' warga setempat menyebutnya. Saya masuk kedalam rumah yang dibagi beberapa ruangan, layaknya rumah normal. Setiap temboknya dituliskan behuruf ukuran besar, bertemakan ungkapan perasaan para korban erupsi, yang setiap kalimatnya mengisyaratkan tentang kesedihan ketika bencana melanda dan juga rasa optimis bisa bangkit kembali setelah erupsi terjadi. Ada hal unik juga disalah satu ruangan, terdapat jam dinding yang sudah rusak terbakar, jarum jam berhenti tepat saat letusan Merapi terbesar saat itu. Atau beberapa pusaka keris terpajang, dan beberapa batu mulia  sebagian sudah berbentuk cicin, ketika saya akan mengambil gambar lewat kamera, di tembok terdapat larangan untuk memotretnya. Bagas juga bercerita ada beberapa waktu lalu pengunjung 'nekat' memotretnya tetapi ketika dilihat hasilnya, benda-benda tersebut tidak tampak di fotonya. [caption id="" align="alignnone" width="640" caption="Jam Erupsi (dok. pribadii)"]
photo edit27editextreme2of1WATERMARKcopy_zps7fb330a4.jpg
photo edit27editextreme2of1WATERMARKcopy_zps7fb330a4.jpg
[/caption] Tidak lama kami disini, langsung mengarah ke utara lagi. Saya tidak asing dengan jalan ini karena beberapa kali melewatinya dengan Bishop. Benar saja, jalan ini adalah menuju Kaliadem, karena saat itu Bagas berada depan sedang menjalankan tugasnya, maka saya ikuti saya dia. Masih melewati jalan terjal, walau masih ada sebagian sisa aspal. tapi lebih banyak tetutup pasir dan kerikil. Di jalan ini kami lebih bisa memacu motor lebih kencang daripada sebelumnya ketika melewati sungai Opak. Beberapa kali Bagas sengaja menarik handel gas lebih dalam ketika melewati gundukan pasir atau batu, efek jumping pun terjadi. Remaja putus sekolah itu tampak lihai menggerakan stang kemudi motornya. Saya kadang mengikuti gerakan Bagas, dan merasakan berkendara roda dua yang menyenangkan, paling tidak bagii kami saat itu. Tidak lama kemudian sampailah kami di lokasi Kaliadem, yang menjadi titik tujuan wisatawan lain. Merapi semakin tampak jelas dari sini. [caption id="" align="alignnone" width="640" caption="Menuju Kaliadem (dok. pribadi)"]
[/caption] Sesampainya di Kaliadem kami berhenti sejenak untuk sekedar menenggak air mineral, dan mengambil beberapa foto. Kawasan ini berada di selatan gunung Merapi, saya dapat melihat pucuk gunung dengan jelas, disamping karena cuaca yang cerah saat itu, ditempat kami istirahat hanya berjarak sekitar 2 kilometer dari puncak Merapi. Tidak heran jika kawasan ini habis dilahap oleh awan panas saat erupsi. Tadinya tempat ini dipenuhi oleh hijauan pohon, sekarang telah menjadi hamparan pasir batu muntahan Merapi. Saya langsung menanyakan ke Bagas, tentang rute selanjutnya. Bagas menawarkan dua pilihan, bedasarkan tingkat kesulitan rute yang akan di lalui. Saya memilih pilihan kedua, yaitu rute yang lebih menantang daripada pilihan pertama. Tanpa membuang banyak waktu, Bagas saya ajak untuk melanjutkan rute selanjutnya. Kami pun segera turun dari Kaliadem. Karena jalannya menurun kami bisa leluasa memainkan kecepatan motor, terkadang 'terbang' ketika melewati gundukan. Seru!. Tetapi beberapa kali juga harus meperlambat laju motor ketika akan menyalip truk pegangkut pasir atau batu. Jalannya hampir dipenuhi oleh badan truk. Harus extra hati-hati menyalipnya karena permukaan jalannya tidak rata dan terdapat beberapa batuan. Jika motor goyang sedikit ke kanan atau kekiri akan celaka. Tiba-tiba Bagas menajak turun ke sebuah sungai yang airnya sedang tidak mengalir. Seperti apa medannya? Mari kita telusuri. Pertama sudah disambut dengan hamparan batu yang besarnya rata-rata lebih besar dari kepalan tangan orang dewasa. Perlu sedikit penyesuaian mengedalikan motor. Tetapi tidak lama berselang akhirnya saya bisa menyesuaikan. Beberapa kali juga melewati batu besar yang sepertiganya memenuhi lebar sungai. Kami lewat sela-sela, sedapat mungkin roda bisa masuk diantara batu-batu itu. [caption id="" align="alignnone" width="640" caption="sambutan selamat datang (dok. pribadi)"]
[/caption] Sungai ini bernama Sokarya, merupakan anak sungai dari Opak. Posisi sungainya di pagari oleh tebing menjulang, walaupun tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 10 meter menjulang. Tapi cukup membuat kami seperti di lintasan mobil mainan Tamiya. Kanan kiri pepohonan sudah tampak menghijau, sekali laju roda terhenti setelah melihat batang pohon seukuran paha kaki melintang di lebar sungai. Kami harus menundukan tubuh dan mematahkan beberapa ranting supaya bisa melintas. [caption id="" align="alignnone" width="640" caption="pohon tidur (dok. pribadi)"]
[/caption] Entah mengapa walaupun belum begitu jauh kami menyusuri sungai ini, tetapi napas seperti tersendat-sendat, cukup menguras energi. Setiap kejadian seperti itu, kami berhenti untuk isitrahat dan minum air mineral yang kami bawa, sesekali Bagas bercerita tentang kesehariannya menjadi pemandu tour motor trail seperti ini. Seperti cerita tentang peyewa yang kecelakaan sampai patah tulang tangannya karena jatuh dari motor dan terbentur batu, penyewa itu tidak kapok untuk datang lagi untuk menyewa trail lagi dan keliling kawasan Merapi. Karena jalan sungai kering ini mengarah ke utara ini berarti kami posisi menanjak, walau tidak ektrim menanjaknya tapi cukup merepotkan, apalagi menenemukan rintangan dengan tanah yang posisi lebih tinggi, dan kami harus melewatinya. Cekungan atau lubang akibat terbentuk dari tekanan air sungai, cukup membuat berkeringat tubuh ini. [caption id="" align="alignnone" width="640" caption="Menanjak (dok. pribadi)"]
[/caption] Yang cukup mencengangkan, ketika Bagas berada di depan, tidak terlihat oleh saya karena masih berada di balik tikungan, pandangan saya pun terhalang tebing. Ketika lepas dari tikungan, saya mendapati Bagas sudah tersungkur diantara batu, motornya sebagian masuk kebongkahan batu besar. Sambil tersenyum saya menanyakan kondisi Bagas, ternyata dia dalam kondisi yang baik. Hanya luka kecil hasil gesekan batu dengan tangannya. Setelah kami bahu membahu menarik motor Bagas yang terjepit batu besar, akhirnya kami bisa tersenyum lega karena semua dalam kondisi yang baik untuk bisa melanjutkan perjalanan. [caption id="" align="alignnone" width="640" caption="Bagas terjatuh (dok. pribadi)"]
[/caption] Sungai ini juga digunakan untuk mencari nafkah warga  terdekat untuk menambang pasir, seperti yang kami temui, dua orang ibu sedang menyaring pasir dari bebatuan menggunakan jaring kawat, dan mengumpulkannya kemudian menunggu truk yang datang untuk mengangkut pasirnya. Wanita-wanita perkasa beberapa kali kami temui sepanjang rute. Jika melihat ibu-ibu itu berjibaku dengan wadah pasir, pacul dan tampak begitu iklasnya menjalankannya, saya saat itu merasa menjadi orang yang paling manja se-dunia. [caption id="" align="alignnone" width="640" caption="Wanita perkasa (dok. pribadi)"]
photo edit222of1copyjpgMARK_zpsc748c3a1.jpg
photo edit222of1copyjpgMARK_zpsc748c3a1.jpg
[/caption] Tidak terasa kami sudah sampai akhir rute, dan mengakhiri tour ini. Pengalaman yang cukup mengesankan. Walau dari segi jarak dan durasi tidak panjang, sekitar 20 - 30 kilometer dan lamanya kira-kira 2,5 jam. Terimakasih Bagas yang telah menemani perjalanan ini. Walaupun kita baru pertama ketemu tetapi bisa sangat menikmati tour ini. Semoga bisa ketemu di lain waktu, dan semoga cita-citamu memiliki KLX sendiri tercapai. Saran saya, jika sudah mendapat penghasilan cukup, teruskan pendidikanmu yang sekarang terhenti. ****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun