Tidak seperti biasanya, Siti Nurbaya hanya duduk berdiam diri menatap ombak Pantai Air Manis yang berkejar-kejaran pada hari Minggu pagi itu. Dirinya seolah tak menghiraukan kehadiran Samsul Bahri, kekasih hatinya, yang duduk di sampingnya.
" Ada apa dengan dirimu, Nurbaya ? Ada perkara yang membuatmu gundah gulana ? " tanya Samsul Bahri membuyarkan lamunan Siti Nurbaya.
" Betul sekali, Bang, " jawab Siti Nurbaya singkat.
" Ada berita buruk dan berita gembira yang hendak kusampaikan pada Abang, " lanjut gadis berambut panjang tersebut.
" Sampaikanlah, aku ingin tahu apa berita yang hendak Adek sampaikan. " Samsul Bahri tampak penasaran dengan perkara yang hendak dikatakan Siti Nurbaya.
" Baiklah, Bang. Kita mulai dari berita buruknya ya, baru lanjut berita baik. Tapi Abang harus mendengarkan penjelasanku sampai selesai, " ujar Siti Nurbaya mulai menjelaskan dan Samsul Bahri mengangguk pertanda setuju.
" Begini, Bang, dalam beberapa hari ini pikiranku terbagi antara memikirkan dirimu dan dirinya."
" Maksudmu apa Nurbaya ? Adakah laki-laki lain dalam pikiranmu selain diriku ? Apakah dirimu menduakan diriku ?" Samsul Bahri terlihat bertanya-tanya mendengar apa yang dikatakan kekasihnya itu.
" Ya, Bang. Selain nama Abang, Bang Samsul Bahri, ada nama Datuk Maringgih yang berputar-putar di kepalaku. Terutama sejak Mak Datuk datang ke rumahku seminggu yang lalu untuk minta doa restu pada Ayahku dan Ayahku merestuinya. "
" Dan dirimu sepakat dengan pilihan Ayahmu, Nurbaya ? "