Ramadan, nama bulan yang satu ini selalu mendapatkan tempat yang istimewa. Alasannya sederhana. Karena Ramadan merupakan jalan yang harus dilalui seorang insan dalam mencapai predikat sebagai manusia yang bergelar muttaqin alias orang yang bertakwa.
Gelar muttaqin adalah gelar istimewa. Gelar yang mendeskripsikan kesempurnaan sebagai insan. Predikat yang hanya diberikan pada mereka yang berhasil memenangkan pertarungan selama Ramadan.
Ya, Ramadan sering juga diibaratkan sebagai sebuah pertarungan. Pertarungan seorang manusia dalam menundukkan hawa nafsunya sendiri. Pertarungan seorang manusia dalam meminimalisir kecintaannya pada dunia. Pertarungan seorang manusia dalam mengubah ego pribadinya menjadi kecintaan pada Tuhannya yakni ALLAH swt.
Semua orang tentu saja ingin menjadi pemenang dalam pertarungan ini. Tapi itu tak mudah. Faktanya, banyak yang menyerah dan memilih sebagai orang yang kalah.
Ya, fenomena akhir Ramadan memperlihatkan bagaimana semua fakta ini terlihat kasat mata. Banyak orang yang melambaikan tangan sebelum waktunya, merasa tak sanggup menyelesaikan pertandingan.
Jamaah masjid yang banyak berkurang. Lantunan ayat-ayat suci Alquran yang mulai jarang terdengar. Dan juga orang-orang yang sudah tak tertarik lagi mendengarkan pengajian, menggambarkan sedikit fakta dari fenomena ini.
KH Zainuddin MZ dalam sebuah ceramahnya menggambarkan fase akhir Ramadan ini sebagai babak final dalam sebuah turnamen. Pesertanya tinggal sedikit saja karena sejumlah peserta lainnya sudah kalah sebelum turnamen berakhir.
Ya, sebagian orang mulai kehilangan semangat beribadah pada fase akhir Ramadan. Mereka diibaratkan sebagai orang-orang yang kalah dalam sebuah pertandingan.
Kenapa ada orang-orang yang kalah ? Kenapa mereka gagal menyelesaikan lomba, padahal garis finis sudah sangat dekat ? Setidaknya ada dua penyebab dari kekalahan mereka.
1. Rasa jenuh yang mulai datang