Menepi, Cristiano Ronaldo harus menepi. Tenggelam dalam sunyi di lorong sepi. Sebuah fragmen tentang elegi Cristiano Ronaldo dan impian kesempurnaan dalam tahun penuh anomali.Â
Ronaldo tentu takkan melupakan momen ini. Momen dimana dirinya hanya bisa terduduk, menangis dan berjalan membawa kesedihan menuju ruang ganti.
Kesedihan ini bukan kesedihan yang biasa, tapi kesedihan dengan kekecewaan luar biasa. Satu gol Youssef en Nasyri di babak pertama laga 16 besar Piala Dunia 2022 pada 11 Desember 2022 lalu sudah cukup untuk menjadikan Maroko sebagai pemenang setelah Ronaldo dan kawan-kawan gagal menciptakan gol penyeimbang. Status kebintangan Ronaldo ternyata belum cukup untuk membawa Portugal berjaya di Piala Dunia.
Hal ini tentunya menjadi kisah elegi bagi Cristiano Ronaldo yang tengah berjuang menggapai kesempurnaan. Dan dirinya pada akhirnya harus menerima kenyataan bahwa kesempurnaan itu seringkali terperangkap dalam angan-angan semata. Sulit untuk diwujudkan secara nyata.Â
Bila mendengar nama Cristiano Ronaldo, hal yang pertama kali muncul di pikiran adalah tentang seorang pesepak bola sarat prestasi. Ya, Ronaldo, dengan kemampuan bermainnya yang  istimewa dan didukung semangatnya yang membara, sukses mencengangkan dunia dengan pencapaiannya yang luar biasa. Deretan rekor dan trofi sudah bercerita banyak tentang hal itu.
Menyaksikan kiprah Ronaldo laksana melihat pertunjukan layangan di siang hari. Gocekannya, akselerasinya, umpan-umpannya, gol-gol cantiknya dan juga gaya selebrasinya terlihat sangat indah laksana layangan yang menari-nari di angkasa. Siapapun akan terhibur dan terpesona menyaksikan aksi Ronaldo di lapangan.
Ronaldo memang luar biasa. Hampir dua puluh tahun catatan karir profesionalnya penuh dengan prestasi. Prestasi secara tim, maupun pencapaian pribadi , semua diborongnya. Dan dunia pun mengakuinya sebagai legenda.
Bermain untuk empat klub besar Eropa, yakni Sporting CP, Manchester United, Real Madrid, dan Juventus, Ronaldo berhasil mengumpukan 32 trofi, baik di tingkat domestik, level regional maupun internasional. Trofi terbanyak direbutnya bersama Real Madrid, yakni 16 trofi. Berikutnya 10 trofi bersama Manchestet United, 5 trofi bersama Juventus dan satu trofi bersama Sporting CP.
Sementara bersama timnas Portugal, Ronaldo telah memenangkan dua trofi. Satu trofi sebagai jawara EURO 2016 kala Ronaldo dan kawan-kawan menundukkan Perancis. Sementara satu trofi lagi merupakan trofi UEFA Nations League pada tahun 2019 lalu.
Seperti halnya prestasi bersama tim, pencapaian individu Ronaldo juga tak kalah mentereng. Bersama Lionel Messi, Ronaldo disebut-sebut sebagai dua pesepakbola super yang susah dicari tandingannya dalam dua dekade awal milenium baru ini. Ronaldo sendiri memenangkan 5 gelar Balon d' Or, tiga kali pemain terbaik dunia dan tiga kali juga untuk gelar pemain terbaik Eropa.
Tak hanya itu, nama Ronaldo akam tercatat dalam sejarah sebagai salah satu pesepakbola tersubur. Statistik mencatat Ronaldo menjadi pencetak gol terbanyak sepanjang masa hingga saat ini dengan koleksi 819 gol dari 1145 kali bermain di semua kompetisi.
Tapi semua pencapaian itu dianggap tak sempurna bila belum memenangkan Piala Dunia. Ya, Piala Dunia sering dianggap sebagai lambang kesempurnaan seorang pemain. Satu trofi Piala Dunia dianggap lebih prestisius dibandingkan deretan trofi-trofi lainnya.
Nama-nama legenda seperti Pele, Mario Zagalo, Paolo Rossi, Maradona, dan sejumlah nama lainnya, semua dikenang karena keberhasilan mereka memenangkan Piala Dunia.
Sementara nama-nama pemain bintang lainnya seperti Johan Cruijff, Paolo Maldini, Zlatan Ibrahimovic dan banyak nama lainnya sering terabaikan hanya karena mereka belum pernah menjuarai Piala Dunia. Padahal pencapaian mereka tak bisa dianggap sebelah mata. Namun pandangan umum tetap menganggap Piala Dunia adalah segalanya dan lambang kesempurnaan seorang pemain.
Akan halnya bagi Ronaldo sendiri, ajang Piala Dunia menjadi satu-satunya turnamen mayor  yang belum pernah dimenangkannya. Padahal pencapaiannya selama ini tidak main-main. Tak ada pemain lain yang menyamainya. Makanya Ronaldo merasa sangat kecewa ketika kembali gagal di Piala Dunia.
" Memenangkan Piala Dunia bersama Portugal adalah impian terbesarku. Aku berjuang untuk itu. Dalam lima kali kesempatan, aku telah mengerahkan segalanya. Aku tak pernah menyerah pada mimpi ini. Sayang, mimpi ini harus berakhir. Tapi aku ingin mengatakan bahwa dedikasi ku untuk Portugal tak pernah berubah, " tulis Ronaldo di media sosialnya meluapkan kekecewaannya.
Ronaldo sebenarnya sudah berusaha. Bukan sekali, tapi bahkan sampai lima kali dirinya mencoba. Tapi tetap saja Piala Dunia sulit untuk ditaklukannya.
Piala Dunia 2006 menjadi debut Ronaldo di Piala Dunia. Saat itu Portugal yang dilatih Luis Felipe Scolari masih diperkuat sejumlah pemain bintang seperti Luis Figo, Deco dan juga Pauleta. Ronaldo sendiri termasuk pemain muda kala itu, tapi sudah mendapatkan kepercayaan tim.Â
Sayang sekali, Ronaldo hanya menempati peringkat keempat kala itu. Mereka dikalahkan Perancis di semi final dan kembali dikalahkan Jerman dalam perebutan tempat ketiga.
Piala Dunia 2006 tersebut ternyata menjadi pencapaian terbaik Ronaldo dari lima kali penampilan. Faktanya, mereka tak pernah lagi sampai ke semi final pada edisi-edisi berikutnya. Bahkan pada edisi 2014 mereka tidak lolos dari fase grup karena hanya menempati posisi ketiga.
Piala Dunia 2022 menjadi harapan terakhir Ronaldo. Dengan usianya yang sudah menginjak 37 tahun, kecil kemungkinan bagi dirinya untuk berpartisipasi lagi pada edisi empat tahun mendatang. Maka Ronaldo berusaha keras memaksimalkan peluang terakhirnya ini.
Namun harapan tinggallah harapan. Meski sempat mencetak satu gol dan mengantar kemenangan Portugal di laga perdana melawan Ghana, Ronaldo tampil kurang maksimal di laga-laga selanjutnya hingga akhirnya langkahnya harus terhenti hingga babak 8 besar saja.
Pada akhirnya apa yang pernah dikatakan Ronaldo dalam sebuah wawancara bersama Fox Sport lima tahun lalu benar adanya bahwa sulit bagi Portugal untuk sukses di Piala Dunia.
" Hal yang bagus tentunya ketika anda memenangkan di Liga Champions, La Liga, Bola Emas ataupun Sepatu Emas. Tapi membawa nama negara menjuarai sebuah kejuaraan sungguh berbeda rasanya. Sayang, harapan bagi Portugal untuk menjadi pemenang tidak sebesar negara-negara seperti Argentina, Brasil atau Jerman. Sesuatu yang sulit dan teramat sulit," ujar Ronaldo.
Harapan dan kenyataan memang terkadang tak sejalan. Karena itu sulit untuk menemukan kesempurnaan dalam hidup.
Kisah Ronaldo yang gagal membawa Portugal menjadi juara dunia untuk kelima kalinya sudah cukup untuk menjadi bahan renungan bahwa cita-cita mendapatkan kesempurnaan itu sesuatu yang tak mudah dan kadang hanya berakhir dalam impian saja.
(EL)
Yogyakarta, 24122022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H