Mohon tunggu...
MUNIF
MUNIF Mohon Tunggu... Freelancer - MENYUKAI WARNA LANGIT

NTAR AJA DULU BELUM KEPIKIRAN MAU NULIS APAAN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

An Opinion The Tears of Palestine

25 Desember 2019   10:28 Diperbarui: 25 Desember 2019   10:29 1
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Ryuichi Hirokawa; From kibbutz to Gaza on Aljazeera.com

Palestine; the holiest city

The place where fireworks always light up in the sky

carrying dust that blinds every eye

not every single child is happy; each of their bones was broken

Every single light carries dozens of souls; fly with the night sky into a star in the sky    

Permasalahan Palestina memang bukan hal yang baru lagi. Puluhan tahun permasalahan Palestina dengan Israel masih menjadi polemik yang terus diangkat ke dalam ranah internasional. Baik itu PBB atau organisasi internasional lainnya yang menanggani permasalahan, baik itu permasalahan kemanusiaan ataupun permasalahan diplomasi. Nyatanya masih belum bisa menyelesaikan sengketa antara Palestina dengan Israel.

Hampir setiap jam ada korban jatuh di antara dua belah pihak. Mirisnya kebanyakan korbanya adalah anak-anak dan perempuan. Anak-anak yang tidak tahu apa-apa pun harus menjadi korban dari ganasnya perang antara Israel dan Palestina. Hampir setiap jam roket-roket yang di tembakan oleh Irael menghantam puluhan rumah yang ada di daerah Gaza. Dan tentunya hal ini membawa dampak yang sangat menggerikan. Puluhan anak tewas setiap kali roket menggempur tanah kelahiran mereka.

Seharusnya ini telah menjadi bencana kemanusiaan dan sudah sepatutnya menjadi perhatian dunia. Jika hal ini terus dibiarkan dan dunia tidak memberikan respon yang tegas. Maka hal mengerikan yang selanjutnya terjadi adalah genosida. Kejahatan kemanusiaan yang sangat berat.

Bukankah lebih baik jika kita hidup saling berdampingan, bergandengan tangan melewati sore yang tenang, melihat burung-burung berkicau di tepi taman. Kita seharusnya merangkul yang lemah bukan menangkap mengadili yang lemah.

Tidakkah kalian liat wajah si kecil, tidakkah kalian liat wajah setiap orang tua yang seharusnya damai menuju hari tuanya. Tidakkah kalian berpikir bagaimana perasaan setiap wanita yang harus menunggu suaminya pulang dalam berperang.

Seharusnya kita harus menggesampingkan ego kita. Kebanyakan dari kita terus berteriak namun tak tahu apa yang kita bela.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun