Mohon tunggu...
Heru Heu
Heru Heu Mohon Tunggu... Jurnalis - Heu itu saya

Menulis untuk kesenangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Solo di Awal Kemerdekaan, Laskar-laskar dan Kelas Sosial Baru

28 Agustus 2020   15:17 Diperbarui: 28 Agustus 2020   18:28 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Facebook.com/solozamandulu

Hari ini berkesempatan membaca Majalah Prisma edisi Agustus 1978. Mungkin karena terbit pada bulan Agustus, Prisma menurunkan materi seputar sejarah perjuangan bangsa. Judulnya "Pergolakan Politik dalam Sejarah".

Ada banyak artikel menarik, tapi artikel pertama yang menarik perhatian saya adalah tulisan Bp. Soeyatno, dosen UNS. Tulisan itu berjudul "Feodalisme dan Revolusi di Surakarta 1945-1950". Mungkin karena saya tinggal di Solo, jadi tertarik dengan artikel itu.

Sumber: dok. pribadi
Sumber: dok. pribadi
Tulisan dibuka dengan paparan struktur sosial masyarakat Surakarta dan Keraton Surakarta. Bertolak dari tesis Clifford Geertz, Suyatno membagi Surakarta menjadi empat kelompok sosial: priyayi santri, priyayi abangan, wong cilik santri dan wong cilik abangan. Priyayi santri dicontohkan pegawai kerajaan yang mengurusi sosial agama. Di luar priyayi santri adalah priyayi abangan. Sedangkan wong cilik santri adalah masyarakat kebanyakan yang belajar pada kyai atau ulama.

Bahasan menarik lain adalah soal Laskar Rakyat di Surakarta yang masif terbentuk pada September hingga Desember 1945. Badan Keamanan Rakyat (BKR) memiliki peran besar dalam pembentukan laskar-laskar ini. Beberapa laskar yang terbentuk adalah Barisan Laskar Banteng (BLB) di bawah kendali dr Muwardi, Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo), Barisan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI), dan Laskar Rakyat. Anggota laskar ini adalah pemuda dari berbagai strata.

Pada tahun 1946, kelaskaran terus berkembang hingga tingkat unit lebih kecil. Misalnya Laskar Rakyat Surakarta, Pemuda Laskar Rakyat, Pemuda Penjaga Desa, Pelopor Laskar Rakyat, Markas Pertanan Rakyat, Gerakan Sabilillah dll. Organisasi ini lahir spontan dan mereka memilih pemimpinnya sendiri-sendiri.

Salah satu simpulan dari tulisan ini adalah transisi saat revolusi kemerdekaan memunculkan kelas-kelas sosial baru. kelas-kelas sosial itu ikut mendorong revolusi kemerdekaan ke arah yang lebih baik, secara lokal atau nasional.

Dari saya, nukilan artikel itu, adalah secuil bukti bahwa Solo selalu memiliki dinamikanya sendiri dari masa ke masa. Dan hebatnya, dinamika lokal itu memiliki dampak hinggga tataran nasional. 

(Pemulung Sejarah)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun