Hari RayaIdul Adha yang tinggal beberapa hari lagi mendatang, menjadi momen penting dalam persidangan Anas Urbaningrum. Bagi umat Islam yang belum mampu mengerjakan perjalanan haji, maka ia diberi kesempatan untuk berkurban, yaitu dengan menyembelih hewan qurban sebagai simbol ketakwaan dan kecintaannya kepada Allah SWT. Pembacaan vonis Hakim Haswandi terhadap Anas, pada rabu (24/09/2014) tepat 11 hari menjelang Hari Raya Idul Adha atau Idul Qurban dirasa begitu sesuai dengan momennya, Hakim menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara terhadap Anas yang menurutnya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara berlanjut dan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan secara berulang kali.
Seperti kita ketahui, didalam persidangan, kesaksian saksi yang dihadirkan JPU KPK sebagian besar membantah dakwaan JPU KPK, kecuali Nazaruddin, istrinya dan kedua supirnya. hakim pun diawal pembacaan vonis mengakui bahwa terjadi perbedaan pendapat diantara para Hakim, bahkan diawal pembacaan vonis, hakim secara gamblang mengatakan bahwa Anas tidak terbukti melakukan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) seperti apa yang didakwaan oleh JPU KPK, tuntutan primer soal Hambalang, Anas tidak terbukti, namun diakhir vonisnya Hakim memiliki pandangan lain soal dakwaan atas tindak pidana korupsi yang menurutnya terbukti berdasarkan keterangan Nazaruddin. Walau dalam persidangan Hakim pernah meragukan keterangan Nazaruddin, namun pada vonisnya ternyata keterangan Nazaruddin digunakan juga dalam vonisnya. Sungguh ini sebuah keniscayaan yang sangat bertolakbelakang dengan realitas fakta di persidangan.
Entah secara kebetulan atau memang Allah SWT tunjukkan hamba-Nya yang teraniaya dalam memon menjelang Hari Raya Qurban, Anas disini pun dalam posisi Qurban (Korban) dari sebuah opini yang diciptakan media selama kasusnya bergulir ditahun 2013. Secara sadis dan brutal, Anas telah dihakimi oleh opini yang dimotori oleh media, melalui Jubir KPK Johan Budi dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, yang terus-terusan memojokkan Anas hingga ramai-ramai media memberitakannya secara sepihak. Akhirnya publik pun terbawa arus media, hingga ramai-ramai pula membully Anas dengan jargonnya "Gantung Anas di Monas". Kenapa Anas begiitu berani? Saya sendiri awalnya mempercayai apa yang diberitakan, tapi atas dasar rasa penasaran, saya coba ingin mengetahui kasus Anas lebih jauh dengan terus aktif mengikuti jalannya persidangan hingga terakhir jatuhnya vonis 8 tahun penjara.
Begitu saya mengikuti jalannya persidangan, disana saya banyak menemukan fakta-fakta yang berbeda dengan pemberitaan. Saya masih belum puas juga dengan realitas fakta itu, saya coba menghubungi Yulianis, yang menjadi saksi pula di persidangan. Yulianis adalah mantan asisten Nazaruddin yang bekerja sebagai Wakil direktur Keuangan Permai Group, perusahaan Nazaruddin yang dikatakan oleh Nazar sebagai perusahaan Anas Urbaningrum. Yulanis bercerita secara meyakinkan bahwa Anas bukanlah pemilik Permai Group, bahwa Permai Group adalah perusahaan milik Nazaruddin, bahkan dia sampai berani bersumpah. Kenapa belakangan Yulianis menggunakan cadar (Penutup Wajah), dia katakan bahwa dia mendapat ancaman dari Nazaruddin, hingga dia dan keluarganya pindah rumah, dan demi keselamatannya dia kenakan cadar. Disini makin yakin dan terbuka bahwa kasus Anas Urbaningrum adalah kasus rekayasa Nazaruddin. Kenapa Nazaruddin tega melakukannya? Anda mungkin masih ingat ketika Nazaruddin telekonpres di Singapore, dia berpesan kepada SBY agar keluarganya dijamin keselamatannya. Rupanya Nazaruddin diancam oleh keluarga Cikeas bila menyebut nama Eddy Baskoro Yudhoyono (Ibas) dan Any Yudhoyono (Istri SBY) dalam kasus Hambalang.
Nazaruddin pun menyanggupinya, dan mengalihkan tuduhan itu pada Anas Urbaningrum. Kenapa harus Anas yang menjadi Qurban (korban)? Ini sebenarnya masalah internal partai yang belakangan terungkap, bahwa Anas tidak dikehendaki menjadi Ketua Umum Partai Demokrat oleh keluarga Cikeas, yang mendukung Andy Alfian Mallarangeng. Tapi belakangan ternyata yang terpilih dalam kongres PD adalah Anas Urbaningrum melalui dua kali putaran pemilihan. Disinilah mulai diskenariokan kasus Anas, dengan jeratan Gratifikasi hambalang dan TPPU untuk memuluskan rencana Anas jadi Presiden, begitulah skenarionya.
Dan ternyata semua itu sudah dibuktikan dalam persidangan, selama 24 kali persidangan, Anas tidak terbukti dalam dakwaan. Bukti-bukti yang dikeluarkan oleh JPU KPK tidak kuat, hingga akhirnya Hakim menolak barang bukti tersebut, hanya saksi Nazaruddin, istri dan kedua supirnya saja yang bersaksi sesuai dakwaan. Tentu Hakim pun sempat tidak mempercayai keterangan Nazaruddin. Anehnya justru sekarang dalam vonisnya, Hakim berbanding terbalik dengan pernyataan dirinya di persidangan. Di ujung pesidangan setelah Hakim selesai membacakan vonis, ANas menantang kembali Hakim dan Jaksa Penuntut Umum KPK agar melakukan Mubahallah atau Sumpah Kutukan. MUBAHALAH adalah saling melaknat atau saling mendoakan agar laknat Allah SWT dijatuhkan atas orang yang zalim atau berbohong di antara mereka yang berselisih. Syariat mubahalah bertujuan untuk membuktikan kebenaran dan mematahkan kebatilan bagi mereka yang keras kepala dan tetap bertahan pada kebatilan meskipun sudah jelas bagi mereka kebenaran dan argumen-argumennya. Anas begitu yakin dengan dirinya. bahwa dirinya berada diposisi yang benar-benar tidak melakukan apapun yang dituduhkan JPU. namun sayang, tantangan Anas itu disikapi Hakim dingin, dan Hakim langsung Kabur, Ngacir meninggalkan persidangan. JPU KPK pun hanya bisa terdiam, tidak berani melakukannya. Kalau anda merasa benar, kenapa musti TAKUT?
Berani JUJUR Hebat, Berani Adil Lebih Hebat!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H