Waktu itu adalah hujan, saat aku menunggu kabar baik dari Tuhan. Jika semula adalah terang dan aku bisa berbuat senang, maka ketika mendung, aku semakin murung. Aku tahu hujan akan datang. Saat tetes pertamanya menyentuh jalanan bersemen di depan rumah, saat itu aku sadar, kebahagiaanku terhenti sebentar. Kemudian tiba waktu untuk diam. Lalu merenung, mencari makna menunggu hujan. Semakin banyak tetesnya tumpah ke tanah, semakin lama aku berada di dalam rumah. Hujan, menunggumu seperti menunggu kabar baik dari Tuhan. Ada perasaan tidak sabar ingin cepat menikmati bahagia di luar, tapi jika aku pergi di saat hujan, aku bisa sakit dan kedinginan. Maka, berdiam lah aku sendirian, mencari arti hujan. Kau jatuh bukan karena air berkelebihan di langit, tapi ada hati yang perlu kau uji. Hati yang penuh ambisi kau latih agar lebih tenang meraih mimpi. Sebab yang cepat belum tentu baik, dan yang tercepat belum tentu yang terbaik. Hujan, teruslah jatuh agar aku semakin tahu bahwa kau adalah Tuhan yang sedang merajut karya untuk aku yang sedang menanti kabar baikNya. Aku akan menunggu dengan sabar, di dalam hujan yang deras. [caption id="attachment_174813" align="aligncenter" width="523" caption="Foto : Birgitta Ajeng Destika Putriningtyas / 17 Februari 2012 / 15:34 WIB"][/caption] -BAD Poetry-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H