Persoalan lingkungan menjadi momok bagi semua umat manusia. Salah satu persoalan tersebut adalah kelangkaan sumber daya alam yang disebabkan oleh meningkatnya laju pertumbuhan penduduk.
Garret Hardin dalam artikelnya yang berjudul The Tragedy of Commons membahas persoalan populasi dan sumber daya alam. Dalam artikel ini, Ia menyoalkan sumber daya alam yang dimiliki bersama (seperti tanah, hutan, laut, udara, dll). Tragedi kepemilikan bersama berkaitan dengan persoalan jumlah penduduk, di mana laju pertumbuhan populasi manusia tidak seimbang dengan ketersediaan sumber daya alam di bumi ini.
Malthus mengatakan bahwa populasi cenderung meningkat secara geometris (deret ukur, berlipat), sedangkan sumber daya alam yang terbatas tidak mampu mencukupi kebutuhan penduduk tersebut. Dalam dunia yang terbatas, maka pembagian per kapita dari sumber daya harus dikurangi.
Menurut Bentham, dunia yang terbatas hanya dapat mendukung penduduk yang terbatas pula, maka pertumbuhan penduduk seharusnya sama dengan nol (0). Tujuan Bentham yaitu kebaikan terbesar untuk jumlah terbesar (the greatest good for the greatest number). Namun menurut Hardin tujuan tersebut tidak dapat dicapai, karena:
1. Secara matematis, tidak mungkin untuk memaksimalkan populasi dan sumber daya alam secara bersamaan.
2. Setiap organisme harus memiliki sumber energi (misalnya, makanan) untuk hidup. Energi ini digunakan untuk dua tujuan: pemeliharaan dan bekerja. Pemeliharaan hidup untuk manusia membutuhkan sekitar 1600 kilokalori sehari (kalori pemeliharaan). Lalu, Pekerjaan diartikan sebagai apa pun yang dilakukan seseorang secara berulang untuk bertahan hidup dengan didukung oleh kalori kerja yang diperlukan. Kalori bekerja juga diperlukan untuk segala bentuk kenikmatan (berenang, bermain musik, dan menulis puisi). Jika jumlah penduduk meningkat, maka kalori kerja per orang harus mengecil (artinya tidak ada kenikmatan) karena sumber daya yang sifatnya terbatas. Tujuan Bentham ini menjadi mustahil.
Sumber daya bagi setiap orang berbeda-beda, bagi seseorang adalah hutan belantara, bagi banyak orang itu adalah pondok-pondok ski, bagi pemburu itu adalah muara tempat untuk menembak bebek, dan yang lain menganggap itu adalah tanah pabrik.
Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations (1776) mempopulerkan “invisible hand”, yaitu gagasan bahwa seseorang yang mencari keuntungan bagi dirinya sendiri juga ikut membantu kepentingan publik. Smith berkontribusi dalam menciptakan keputusan atas keinginan individu menjadi keputusan yang terbaik bagi seluruh masyarakat. Sehingga pengaturan dilakukan berdasarkan kebebasan individu. Asumsinya adalah orang akan mengontrol kesuburannya untuk menghasilkan populasi yang optimal. Jika asumsi tersebut salah, maka kebebasan individu perlu diuji kembali.
Hardin memaparkan bagaimana kepemilikan bersama menimbulkan tragedi. Setiap manusia rasional terkunci ke dalam sistem yang memaksa dia untuk meningkatkan sumber dayanya terus-menerus dalam dunia yang terbatas. Kebebasan individu dalam kepemilikan bersama membuat masing-masing orang mengejar kepentingannya sendiri dan membawa kehancuran bagi semua. Esensi tragedi sebenarnya bukan ketidakbahagiaan, tetapi kekejaman. Kita tidak dapat lari dari tragedi, tetapi dapat menghindarinya dengan memaksimalkan pengetahuan.
Solusi yang ditawarkan Hardin untuk menghindari Tragedi Kepemilikan Bersama adalah: Pertama, dengan melakukan redefinisi hak milik. Hal ini dilakukan dengan melakukan privatisasi terhadap sumber daya alam. Kedua, dengan membuat regulasi berupa undang-undang dalam hal penggunaan sumber daya alam. John Adams berkata bahwa kita harus memiliki “a government of laws and not men”.
Pemerintahan harus berdasar hukum, bukan berdasar kemauan manusia. Sehingga, pembatasan keinginan individu diperlukan untuk mengontrol eksploitasi terhadap alam. Sebagai gantinya adalah dengan menciptakan regulasi terhadap pemanfaatan SDA. Regulasi yang menghasilkan tanggung jawab adalah yang bersifat memaksa (misalnya perpajakan).