Lukman Sardi, Dian Sastro Wardoyo, Tamara Blezinski, Angie, Asmirandah, Sophia Muller (Shopia Latjuba) dan lainnya telah memilih keyakinannya. Kepindahan keyakinan mereka itu tidak mengubah kepada perubahan dirinya ketika kesalehan sosial hidupnya tidak berbuah.
Memberi manfaat bagi kehidupan atau hidup dengan kesalehan sosial itu yang membawa kebaikan dan kemanfaatan. Sayangnya kita terjebak dengan bungkus beragama artifisial. Kita suka dengan simbol simbol agama agar melekat dalam ekpresi keseharian kita.
Kita berupaya agar orang menilai kita penuh amalan ibadah meski kita sadar amal ibadah kita dari aksi tipsani tipu sana tipu sini. Kita terjebak dengan topeng kesalehan semu lalu memenuhinya dengan piagam2 pengakuan. Meski untuk mendapatkan piagam itu kita mencuri.
Kesalahen semu kita tidak berbanding lurus dengan kesalehan sosial kita. Kita ingin menunjukkan kesalehan sosial kita dengan membagi - bagi sumbangan sembako misalnya. Membaginya dengan tangan kanan, sementara tangan kiri kita memutus masa depan anak-anak kita.
Kita mencuri segudang lalu membagi curian itu satu lorry dengan liputan sosial luarbiasa. Kita melahap dan meraup untuk tujuh turunan anak cucu sendiri dengan barter kematian sejuta keturunan masa depan anak bangsa lain.
Baru baru ini kita membaca berita sepasang suami istri yang sangat kaya raya berkesan semu dan santun. Pasangan suami istri Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina ini ditangkap tim Bareskrim Polri karena terlibat dalam pembuatan vaksin palsu untuk bayi.
HT dan RA memiliki rumah besar megah, mobil bergarasi luas, rumahnya ada kolam renang. Siapa sangka, ternyata kekayaaan mereka itu dari menjual vaksin palsu. Rumah megahnya menjadi gudang vaksin palsu. Banyak bayi meninggal karenanya. Kita ditipu dengan penampilan luar HT dan RA yang nampak alim padahal berhati iblis. Mereka tega menumbalkan bayi bayi tak berdosa divaksin dengan imunisasi palsu demi kekayaan dan status sosial. Bedebah brengsek.
Inilah yang terjadi pada negeri ini. Kita menderita dan miskin, bukan karena Tuhan membenci kita. Kita miskin dan menderita karena salah memandang hikmad dan kebijaksanaan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kita lebih sibuk memperebutkan abu dan asap dogma dari pada api kebenaran, keadilan, kebaikan dan kebajikan yang menjadi Roh Suci yang dihembuskan Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada kita. Dan akhirnya kita hidup seperti Valak, Iblis berhijab suster biarawati yang begitu menakutkan itu. Valak menjadi iblis paling berkuasa bukan krn Valak telanjang tetapi karena Valak mengikuti seluruh perintah dogma dengan menutup seluruh tubuhnya dengan hijab dgn kalung salib di leher.
Kita merasa kerudung, hijab dan kalung salib sudah menyelamatkan kita. Memberi bukti kita taat dan semu. Dengan simbol simbol itu kita telah menjadi penyesat banyak orang yang tidak berdosa. Hati dan jiwa kita sesungguhnya sedang memunggungi sinar kemuliaan, kebajikan dan kebaikan Allah Sang Pencipta ketika kita merampas, melahap, serakah tamak memakan hak hak martabat kemanusiaan si miskin papa menderita.
Salam.
Birgaldo Sinaga