Saat masa sekolah SMA dan mahasiswa, selalu ada sosok sentral dalam pergaulan kita. Biasanya Ia menjadi pemimpin yang kehadirannya selalu dinantikan. Ia selalu membuat keadaan menjadi ramai dan hidup. Kita menyenanginya karena karakternya yang ramah, menyenangkan, bisa membuat ketawa dan punya rasa kesetiakawanan yang kuat.
Saya masih ingat dengan teman saya Roy Aritonang. Pembawaannya tenang, ramah dan suka bercanda. Roy kami menyebutnya Jimmy Hendriks, gitaris terkenal Amrik dekade 70an. Roy memiliki bakat bermain gitar yang menurut saya dan teman teman luar biasa.Â
Saat itu saya kost di Padang Bulan Medan. Anak anak kost akan keluar jika Roy duduk di teras dengan sebuah gitar. Teman yang sedang ngorok akan terbangun dan bergabung bernyanyi. Dari sore sampai malam. Dari lagu cengeng sampai lagu rock n roll. Dari lagu batak sampai lagu dangdut. Permainan gitar Roy mampu menghipnotis dan membuat seisi penghuni kost bergembira dan melepas stress dari tumpukan tugas dosen.
Roy selalu dinanti kehadirannya. Pembawaannya yang menyenangkan dan hangat membuat siapa saja cepat akrab dan mau menjadi sahabatnya. Bagi kami, Roy menjadi sosok sahabat yang tidak boleh ditinggalkan, selalu diajak. Kalau tidak ada Roy tidak rame, begitu seperti kata iklan.
Beberapa hari lalu, saya dan beberapa relawan sedang terlibat pembicaraan serius di Rumah Relawan Ramah, di bilangan Batam Center. Cukup banyak relawan di sana. Semua tampak asyik mengobrol. Sebagian terkantuk. Sebagian asyik dengan pikirannya. Sebagian menyeruput kopi sambil mengisap sebatang rokok.
Sekitar pukul 4 sore, seorang pria kurus berkacamata, berpakaian melayu turun dari mobil. Ia adalah Amsakar Achmad, calon wakil Walikota yang berpasangan dengan Rudi. Amsakar berjalan dan menemui relawan yang duduk bergerombol di beberapa meja bundar di samping ruko Rumah Relawan.Â
Sebuah gitar di atas kursi menarik perhatiannya. Ia mengambilnya. Lalu duduk di meja tengah bersama relawan yang sedari siang menunggu kedatangannya. Amsakar baru saja pulang dari Gedung DPRD Batam menyampaikan visi misi bersama Rudi Calon Walikota.
Saya mengamati dari meja sebelah. "Moloooo Adongggg Na Salahhhh...Manangggg Na Hurangggg Pambahenankuuu...Sai Anjuuu Ma Auuu...Sai Anju Ma Auuuu...Itooo Na Laguuuu"
Intro lagu Sai Anju Ma Au dengan petikan gitar nada dasar G langsung membuat heboh relawan. Kontan semua relawan sekitar tigapuluhan orang merapat ke meja Amsakar. Semua mengelilingi Amsakar. Relawan dari beragam suku melebur menjadi satu di bawah maestro gitaris Amsakar.Â
Semua menyatu dalam arahan musik Amsakar yang mampu membangunkan relawan yang terkantuk. Petikan gitarnya mampu mengajak relawan yang sedang melamun bergembira. Semua merapat ikut bernyanyi dalam kegembiraan yang hangat, guyub dan cair.Â
Lagu Sai Anju Ma Au menjadi lagu pembuka yang membuat saya sebagai orang Batak tersanjung. Amsakar sebagai putra melayu dengan ekspresif mampu membawakan lagu batak yang di populerkan Nainggolan Sisters itu dengan sempurna. Ketukan petikan gitarnya terasa hidup. Tarikan suaranya penuh.Â