NKRI atau yang lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah bentuk dari negeriku tercinta ini. Bila dimisalkan, negeriku ini bagaikan lukisan impressionisme yang penuh dengan berbagai macam warna. Berbagai budaya, latar belakang, suku, agama, pekerjaan semua bercampur mejadi sebuah kesatuan yang utuh, yaitu Indonesia. Negeriku tercinta.
Menyatukan banyak sekali perbedaan bukanlah hal yang mudah. Namun itu bukanlah kendala bagi bangsaku yang hebat ini. Masih terngiang dalam ingatanku, saat bangsaku yang terdiri dari lebih dari tiga puluh suku bangsa, dengan lebih dari enam ribu bahasa ibu bersatu untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan. Bersatu untuk membangun bangsa ini, bersatu untuk membangun negeri tercinta ini.
Namun persatuan yang dulu dielu-elukan sebagai kebanggaan negeri dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika ini telah sirna. Tak ada lagi saudara setanah air, tak ada lagi saudara sebangsa. Yang ada hanyalah saingan hidup dalam negeri ini.
"Siapa yang peduli dengan negeri ini? Siapa peduli dengan bangsa ini? Apa untungnya memikirkan bangsa ini? Memikirkan diri saja belum becus!" Mungkin itulah pemikiran yang mulai muncul dalam pikiran generasi kita saat ini. Rasa senasib? Hanyalah tawa belaka yang akan menjadi jawaban dari pertanyaan itu.
Tawuran antar sekolah, tawuran antar suporter klub olahraga yang notabene mereka masih bermukim di satu negara! Yang notabene mereka lahir di tanah yang sama! Dimanakah rasa persatuan sebagai bangsa itu? Apakah persatuan itu sudah hilang? Atau hanya kekhilafan sesaat? Yang jelas, individualisme sudah meradang.
Terkadang, aku berfikir, "Apakah penjajah harus datang lagi? Maka persatuan itu akan muncul lagi?" Sebagai bagian dari negeri ini, aku sering merasa miris ketika mendengar berita-berita yang menyayat hati tentang pecahnya negeri ini.
Negeri yang dulunya bagaikan arca yang kokoh dan kuat. Kini hanyalah serpihan debu yang terbang tertiup angin. Di gedung perwakilan rakyat, yang notabene mencerminkan bangsa ini saja sudah tak tercium lagi aroma persatuan.Semua berlomba-lomba menjadi yang terbaik, meskipun harus menjatuhkan lainnya. Bahkan rakyat yang seharusnya mereka ayomi pun ikut menjadi korban. Tak ada teman, hanyalah lawan yang ada dalam pikiran mereka.
Korupsi ada dimana-mana, hal yang sudah membudaya ini membuktikan, bahwa pemerintah sudah tak seperti dulu lagiyang selalu melindungi rakyatnya. "Untuk apa mengurus orang lain? Apa yang sudah mereka berikan kepada kita?" Mungkin itu adalah hal yang ada dalam pikiran para pejabat tinggi itu.
Kalangan bawahpun tak mau kalah dalam proses perpecahan ini. Para pedagang mulai melakukan kecurangan, merusak generasi kita dengan produk busuk mereka. Tak ada lagi rasa sayang  terhadap sesama bangsa. Hanyalah keuntungan diri yang ada dalam pikiran mereka. Sekali lagi, itukah karakter bangsa kita? Dimanakah rasa persatuan itu? Dimanakah rasa kebangsaan itu?
Pejabat, pekerja, pelajar, semua kalangan! Mereka adalah bagian dari bangsa ini. Dan mereka jualah yang akan membangun ataupun menghancurkan bangsa ini. Terlalu buruk untuk terjadi, terlalu sedih untuk dirasakan dan terlalu hancur untuk dikenang.
Miris, miris dan miris. Ketika bangsa ini berada di ambang kehancuran dan perpecahan, apa yang mereka lakukan? Mereka, para pejabat, pekerja, pelajar masih bisa tersenyum bahkan tertawa terbahak-bahak sembari melakukan tindakan sesuka hati mereka. Alih-alihmemikirkan negara ini, memikirkan kesejahteraan orang lain saja hanyalah mimpi belaka.