Merdeka Merayakan Cinta
Oleh : Bintunnajah Al-Muhaddis*
Bulan ke sepuluh, ke sebelas atau jangan-jangan sudah bulan ke duabelas, saat ia sang pujaan hatiku, berjanji akan segera menemui Ibuku, meminta izin untuk menjadikan aku istrinya. Ah aku bahkan telah lupa sudah berapa lama aku menunggunya, menunggu kekasih hatiku menepati janjinya. Aku mencoba untuk bersabar, yaa tentu saja, hanya itu yang bisa aku lakukan, selebihnya banyak-banyak berdoa untuk kebaikan kita berdua nantinya. Sedang Ibu semakin rajin menagih janji kekasihku, “Mau sampai kapan menunggu?”, “Kapan kekasihmu melamarmu dan mengajakmu menikah?”, “Jangan-jangan kekasihmu ternyata telah menikah dengan perempuan lain tanpa sepengetahuanmu?.”
Oh Tuhan.. sungguh, pertanyaan-pertanyaan ibu semakin membuatku tidak nyaman, bahkan semakin lama pertanyaan-pertanyaan ibu sudah seperti sebuah hujatan, yang membuat aku tidak suka.
“Arini, menikah bukan saja butuh kesiapan materi tapi juga mental, kita bicara masa depan Rin, kita sedang membahas sesuatu yang sakral dan bla bla bla..”. ucapannya selalu membuat aku beku, membuatku tidak mampu berkata-kata, Mas Safiq kekasihku begitu tidak suka jika aku menagih janjinya, padahal aku hanya butuh kepastian, iya kepastian, itu saja.
“Aku butuh waktu Rin, jika memang aku sudah siap, aku akan segera meminangku, segera meresmikan hubungan kita, aku Janji Rin. Jadi tolong jangan sering-sering menanyakan hal itu lagi, aku bosan!”.
Dan aku, mulai detik ini, entah sampai kapan, memang harus menunggunya dengan penuh kesabaran.
0_0
“Kamu yakin Rin, kalau Safiq itu jodohmu?”
Pertanyaan yang bodoh. Malam-malam begini, Ayyas mengirim pesan singkat seperti itu. Kalau aku tidak yakin, kenapa aku mau menunggu Mas Safiq? Kenapa aku harus rela berbulan-bulan menanti kedatangannya?, Demi Mas Safiq pula aku begitu membelanya dihadapan Ibu. Bukankah itu sebuah bukti bahwa aku memang bersungguh-sungguh menjalin hubungan dengannya. Ini masalah cinta bung, dan…kaitannya dengan hati, apa pula pedulimu?. Malas sebenarnya meladeni sms yang menurutku tidak penting itu. Tak lama Ayyas kembali mengirim sms, “Arini, aku merasa, kamu tidak berjodoh dengan Safiq”. Oh Tuhaaan sebenarnya apa yang orang ini inginkan?, berjodoh atau tidak antara aku dengan Safiq, itu bukan urusannya. Ah biarkan saja.
Hari hari berlalu..Aku merasa aku sudah begitu sabar menunggunya, menunggu Mas Safiq sang pujaan hatiku, tapi sepertinya kesabaranku mulai habis. Kata pak Ustadz, kesabaran tidak ada batasnya dan tidak akan habis, bukan kesabarannya yang terbatas, tapi manusianya-lah yang terbatas. Dan sekarang aku memang sudah tak bisa lagi menunggu, aku sudah tak mampu lagi bertahan dengan pertanyaan-pertanyaan ibu yang semakin lama semakin membuat hatiku lelah.
“Sudah istikharah belum lin?, jangan sampe kamu salah milih pasangan loh”. Ucapan Maulida, sahabat sekaligus tetanggaku seperti membangunkanku dari mimpi yang berkepanjangan. Betul kata Maulida, selama ini aku telah lalai, tidak mengikut sertakan Allah dalam penantian panjangku, aku begitu egois dan merasa begitu yakin kalau Mas Safiq adalah jodohku. Tapi siapa tahu ternyata kita memang tidak berjodoh.
“Terus aku harus gimana Da? Ibuku semakin sering nanyain soal Safiq, lama-lama aku capek juga”.
“Iya coba kamu solat istikharah Rin, minta petunjuk sama Allah, Jika memang jodoh pasti dimudahkan jalannya”.
0_0
Aku mencoba menjalani hari-hari dengan meminta petunjukNya, mencoba untuk lebih bersabar dan memasrahkan apapun keputusan akhirnya. Lama kelamaan aku tak lagi sering memikirkan Mas Safiq, tak lagi rajin menelpon atau mengirim pesan singkat padanya, dan tak lagi cerewet menagih janjinya. Ibu pun sama, tak lagi rajin bertanya tentang kapan Mas Safiq-ku datang melamar, kapan Mas Safiq-ku meminta izin padanya untuk meminang putri kesayangannya. Semakin lama Mas Safiq tak ada kabar, ia hilang bak di telan bumi. Aku pasrah, kalau memang jodoh tak akan kemana. Aku tak bosan-bosan meminta petunjukNya, tak bosan bosan memanjatkan doa pada-Nya
“Robbanaa hablanaa min ajwazinaa qurrota a’yun waj’alna lil muttaqina imaamaa..”
“Arini boleh aku bercerita, aku mencintai seorang wanita, dan aku sudah cukup lama mencintainya, sudah cukup lama aku memendam rasa padanya, tapi hingga detik ini, aku tak berani mengatakan cinta padanya. Sebenarnya.. bukan aku tak berani mengatakan cinta, tapi aku khawatir ia menolakku Rin, apalagi aku tau, ia telah mencintai laki-laki lain. Aku selalu berdoa pada sang khalik, jika memang wanita yang aku cintai sejak lama, adalah bukan jodohku, maka hilangkanlah ia dari ingatanku, karena aku tak ingin banyak berharap kepada seseorang yang jelas-jelas sudah mencintai laki-laki lain, toh masih banyak wanita baik diluaran sana. Tapi entah mengapa wanita ini masih selalu hadir dalam ingatanku. Tidak hanya itu Rin, ia bahkan hadir dalam mimpi-mimpiku. Aku bingung.. apa jangan-jangan wanita ini adalah memang jodohku, menurutmu bagaimana Rin?, apa yang harus aku lakukan?”. Curhat Ayyas suatu hari.
“Ayyas Ayyas..kamu tuh lucu, ya kamu tinggal bilang saja pada wanita pujaanmu itu, kamu kan laki-laki.. harus gentle dong, siapa tau wanita itu memang jodohmu, apa dia sudah menikah dengan laki-laki yang dia cintai? Kalau belum menikah, katakan saja.”.
“Begitu ya Rin, Oh iya mm..ngomong-ngomong bagaimana hubunganmu dengan Safiq? Kapan mau di resmikan? Kok kayak gak ada kabar?”.
“Kenapa? Masih mau bilang kalau Safiq bukan jodohku? Hhh..entahlah, mungkin saja kamu benar Yas, aku dan Safiq memang tidak berjodoh, sudah sebulan Safiq tidak ada kabar”.
“Berarti kamu benar Rin, mungkin wanita ini adalah jodohku..”
“Maksud kamu apa Yas, gak ngerti”.
“Iya, wanita yang selama ini aku cintai itu kamu Rin. Arini Fadhilah, teman SMA yang aku kagumi sampai sekarang, wanita berjilbab yang jago matematika”.
“Ayyas..kamu serius..?”.
0_0
Sekarang aku sudah menikah, bukan dengan Safiq tapi dengan Ayyas, teman SMA ku dulu, yang sebenarnya aku pun sempat mencintainya. Mungkin lebih tepatnya Ayyas adalah laki-laki yang aku kagumi karena kepintarannya, sang juara kelas yang murah senyum dan pendiam. Aku bahkan tak berpikir akan berjodoh dengannya, berjodoh dengan laki-laki berkacamata, pendiam, murah senyum tapi cerdas dalam hampir semua mata pelajaran, kecuali matematika. Kini aku telah merdeka, merdeka merayakan cinta, cinta yang sesunguhnya.
.. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah Mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.
(QS. al-Baqarah [2]: 216)
Sabtu malam,020814, 1:39 am
*Relawan Inspirasi RZ Cilegon, tertarik dengan dunia literasi, cerpen-cerpennya masuk dalam beberapa antologi KumCer dan surat kabar local :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H