Mohon tunggu...
Ahmad Subutillah
Ahmad Subutillah Mohon Tunggu... Psikolog - Mahasiswa Magister Psikologi

Mahasiswa Magister Psikologi

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Peran Media Sosial dalam Penyebaran Berita Hoax : Analisis Psikologi Sosial

9 Januari 2025   20:57 Diperbarui: 9 Januari 2025   20:57 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat modern, menawarkan kemudahan dalam berkomunikasi dan mengakses informasi. Namun, platform ini juga menjadi sarana penyebaran berita hoaks yang dapat menyesatkan dan mempengaruhi opini publik. Menurut data dari Kementerian Kominfo, terdapat sekitar 800.000 situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar informasi palsu (Santoso & Wijaya, 2023). Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana media sosial berperan dalam penyebaran hoaks dan dampaknya terhadap perilaku individu dalam konteks psikologi sosial.

1. Teori Penularan Sosial (Social Contagion Theory)

Teori penularan sosial menjelaskan bagaimana emosi dan perilaku dapat menyebar melalui jaringan sosial. Dalam konteks media sosial, berita hoaks yang memicu respons emosional kuat, seperti ketakutan atau kemarahan, lebih mudah dibagikan dan menyebar luas. Penelitian menunjukkan bahwa informasi yang menimbulkan emosi cenderung lebih viral dibandingkan dengan informasi netral (Pratama & Astuti, 2021).

2. Teori Konformitas Sosial

Teori konformitas sosial mengemukakan bahwa individu cenderung mengikuti norma atau perilaku kelompok untuk diterima. Di media sosial, ketika mayoritas pengguna membagikan atau mempercayai suatu informasi, individu lain mungkin merasa terdorong untuk melakukan hal yang sama tanpa memverifikasi kebenarannya. Hal ini diperkuat oleh fenomena "echo chamber," di mana individu terpapar pada informasi yang sejalan dengan keyakinan mereka, memperkuat bias dan kepercayaan terhadap hoaks (Nugraha & Sukarno, 2022).

3. Teori Disonansi Kognitif

Teori disonansi kognitif menyatakan bahwa individu mengalami ketidaknyamanan psikologis ketika dihadapkan pada informasi yang bertentangan dengan keyakinan mereka. Untuk mengurangi disonansi ini, mereka cenderung mengabaikan atau menolak informasi yang tidak sejalan, dan lebih menerima informasi yang mendukung pandangan mereka, termasuk hoaks. Media sosial memfasilitasi selektivitas informasi ini, memungkinkan individu untuk memilih konten yang sesuai dengan keyakinan mereka (Iskak, 2020).

4. Dampak Psikologis Penyebaran Hoaks

Penyebaran hoaks melalui media sosial dapat menyebabkan kecemasan, ketakutan, dan stres di kalangan masyarakat. Informasi palsu mengenai isu-isu sensitif, seperti kesehatan atau keamanan, dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis individu. Selain itu, penyebaran hoaks dapat merusak kepercayaan antarindividu dan terhadap institusi, mengganggu kohesi sosial (Mulyaningsih et al., 2020).

5. Studi Kasus di Indonesia

Beberapa penelitian di Indonesia telah mengkaji perilaku masyarakat dalam menyikapi hoaks di media sosial. Misalnya, studi oleh Mulyaningsih, Wahyudi, dan Handayani (2020) menemukan bahwa remaja masjid cenderung menyebarkan informasi tanpa verifikasi, dipengaruhi oleh keinginan untuk berbagi dan kurangnya literasi digital. Penelitian lain oleh Iskak (2020) menunjukkan bahwa media sosial memainkan peran signifikan dalam penyebaran hoaks selama pandemi COVID-19, dengan kurangnya kontrol dan verifikasi informasi sebagai faktor utama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun