Krisisnya Identitas Peserta Didik di Usia Remaja di Tengah Gelombang Pengaruh Gawai dan Media Sosial.
Oleh : Bintang YehezkielÂ
Dalam teori perkembangan Psikososial, yang dikemukanan oleh Psikolog asal Jerman Erik Erikson yakni menyebutkan bahwa perkembangan Psikososial merupakan salah satu kajian tentang perkembangan psikologi dari seorang individu yang berkaitan dengan emosional, motivasi dan perkembangan diri seorang Individu tersebut. Dalam teorinya Erikson mengemukakan fase yang disebut Identity VS Confusion, yang merupakan tahap ke 5 dari 8 perkembangan psikososial individu. Pada fase ini, individu mengalami fenomena pencarian jati diri dimana jika di dalam pencarian jati diri tersebut mengalami kegagalan, akan memicu terjadinya krisis Indetitas individu terhadap dirinya sendiri. Lingkungan pertemanan dan sosok yang menjadi tokoh acuan atau disebut sebagai role model sangat mempengaruhi pada tahap ini. Fase ini biasanya terjadi pada remaja dengan rentang umur 12-18 Tahun.
Seperti yang diketahui pengguna gawai dan juga media sosial di dominasi oleh anak di usia remaja yang sama dengan teori Identity VS Confusion yakni remaja dengan usia 12-18 Tahun, untuk itu terdapat keterkaitan dan saling mempengaruhi di anatara keduanya, yakni bagaimana gelombang perkembangan gawai sekarang ini disertai dengan maraknya media sosial melalui platform-platform yang beragam, sangat mempengaruhi pembentukan Identitas dari peserta didik khususnya peserta didik dibangku Sekolah Menengah Pertama dan juga Atas. Dimana kemudahan mengakses informasi yang sesuai dengan preferensi di Media Sosial sudah menjadi bagian yang hampir tidak terlepaskan pada diri peserta didik di usia remaja ini. Sayangnya pengaruh yang diberikan dari adanya perkembangan teknologi tersebut tidak selalu berdampak baik namun seringkali justru menjadi penyebab krisisnya identitas di kalangan remaja karena pengaruhnya yang begitu kuat sebagai lingkungan terdekat yang dapat mempengaruhi perkembangan psikososial diri peserta didik. Tentu saja kita perlu menganalisis bagaimana dampak yang dibawa dari adanya perkembangan media sosial sebagai lingkungan tempat berinteraksi dan memperoleh informasi, dan memperhatikan pengaruhnya bagi perkembangan psikososial peserta didik agar dapat menghindari dampak-dampak negatif yang dapat mempengaruhi bagi diri kita.
Di era perkembangan media sosial sekarang ini dimana makin terbuka dan mudah dalam mengakses informasi, hiburan dan lainnya bahkan sesuai dengan apa yang kita sukai dan inginkan dan juga sebagai sarana kita untuk berinteraksi dengan teman, kerabat bahkan dengan orang-orang yang kita idolakan. Sekilas hal tersebut merupakan sebuah kemajuan yang sangat bermanfaat, namun di tangan remaja saat ini media sosial sudah menyimpang dari tujuan yang sebenarnya, media sosial justru menjadi patokan sebagai gaya hidup, apa yang menjadi tren di media sosial maka remaja-remaja sekarang berlomba untuk mengikutinya bahkan sekalipun itu bertentangan dengan norma-norma baik yang ada. Kesopanan, keluhuran bukan lagi menjadi prioritasnya namun bagaimana agar mendapat kesan yang baik, dan disukai oleh orang lain dengan melakukan segala cara sekalipun harus merugikan dirinya sendiri. Hal ini terbukti tidak jarang apa yang menjadi tren di media sosial bahkan memakan korban jiwa, baru-baru ini dilansir dari pantauriau.com seorang remaja mati tercekik ketika mengikuti tren tiktok yaitu scarf challenge, dan masih banyak kasus lainnya, yang seharusnya harga satu  nyawa tidak sebanding dengan tujuan yang diperolehnya yakni hanya untuk populeritas semata, hal ini dapat terjadi karena pada masa remaja seorang individu cenderung ingin menyesuaikan diri dan dapat diterima dengan melakukan hal yang dilakukan orang sebagain besar orang lainnya, hal tersebut dapat dilihat dari apa yang sedang tren media sosial.
Selain itu belakangan juga banyak dibicarakan mengenai banyaknya kasus depresi dan juga gangguan kesehatan mental dikalangan anak muda termasuk remaja di Indonesia bahkan tidak jarang yang sampai mengakhiri hidupnya,.Dampak dari media sosial membuat remaja menjadi cemas dan tertekan terhadap pendapat orang lain apabila dirinya tidak sesuai dengan apa yang sedang tren atau berkembang yang berkaitan dengan penampilan, perilaku, dan gaya hidupnya. Studi yang dilakukan oleh JAMA Psychiatry mengatakan bahwa remaja yang menggunakan media sosial lebih dari tiga jam per hari beresiko tinggi terhadap masalah kesehatan mental terutama masalah internalisasi atau citra diri.
Apa yang dijelaskan diatas merupakan dampak-dampak yang ditimbulkan dari adanya perkembangan gawai dan media sosial sekarang ini khususnya bagi kalangan peserta didik di umur remaja, media sosial bukan lagi menjadi sarana untuk memperoleh informasi yang positif, berbagi momen kebahagiaan, atau menyebarkan hal-hal yang positif, namun berubah menjadi lingkungan yang tidak sehat bagi perkembangan psikososial remaja, sesuai dengan teori dari Erickson pada fase umur 12-18 Tahun remaja memasuki tahap Identity VS Confusion, remaja dapat menemukan identitas diri sebenarnya melalui lingkungan yang tepat dan positif atau juga akan mengalami kebingunan terhadap dirinya sendiri karena lingkungan yang buruk atau tidak sehat yang mana hal tersebut dengan mudah ditemukan di era media sosial sekarang ini. Untuk itu melalui tulisan ini diharapkan dapat mendorong bagi para peserta didik yang memasuki umur remaja untuk dapat menemukan lingkungan interaksi yang positif bagi perkembangan dirinya, menghindari mengikuti tren dan hal-hal negatif yang tersebar di media sosial sekalipun banyak orang yang melakukannya, dan memaksimalkan perkembangan gawai melalui media sosial untuk menyebarkan hal-hal yang bermanfaat, positif dan kreatif seperti membuat video atau dokumenter dengan konten-konten yang berisikan campaign positif, aktifitas sosial, pengetahuan dan lain sebagainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H