Genderang pesta demokrasi terus ditabuh, semakin lama bunyi-bunyiannya terdengar semakin kencang. Meriah. Kalaupun ada hiruk pikuk di lapangan, itu adalah pernak-pernik demokrasi. Semua pihak bijaknya sama-sama menurunkan ego dan menaikkan derajat semangat senasib sepenanggungan. Suatu rasa yang saat ini hilang!
Untuk pertama kalinya Pilpres dan Pilleg dilaksanakan dalam waktu bersamaan pada tahun 2019. Ini adalah sejarah baru selama pesta demokrasi diadakan di negeri ini. Namun meskipun terdapat dua pesta akbar serentak, realita di lapangan masyarakat ternyata lebih antusias memperbincangkan Pilpres ketimbang Pilleg.
Hal ini wajar terjadi, karena sebagian besar masyarakat merasa, hanya di tangan presidenlah nasib baik-buruk atau maju-mundur Indonesia. Sedangkan siapapun yang menjadi anggota legislatif kelak, tidak terlalu berpengaruh dalam kehidupan mereka.
Oleh sebab itu, dari masa-ke masa siapapun wakil-wakil yang duduk di parlemen sebagian besar masyarakat tidaklah terlalu peduli, “Toh paling setelah jadi dewan, ya begitu-begitu saja, tidak ada yang luar biasa!” tutur mereka.
Siang pukul 12:21 WIBB, mendung tebal menggantung di langit Surabaya. Matahari berselimutkan mega. Gerimis tipis jatuh menyentuh aspal hitam yang selama ini merindukan dingin.
Warung kopi lesehan pinggir jalan kecil yang menyediakan wifi gratis dipenuhi anak-anak muda. Sekitar 25 orang duduk rapi, sibuk dengan gadgetnya masing-masing. Hanya empat lima orang bercakap ngalor-ngidul tanpa premis yang jelas.
Asap mengepul menari-mari di atas cangkir berwarna putih sedikit kusam. Harum khas kopi nusantara menyelinap diantara kepulan asap rokok dan hembusan angin agak dingin. Diakui atau tidak, rokok masih menjadi favorit sebagian besar masyarakat Indonesia. Terlebih sejak kebijakan cukai rokok menjadi penambal defisit BPJS, maka muncullah gurauan diantara perokok, “Merokoklah karena merokok menolong sesamamu!”
Pada perlehatan demokrasi 2019, parpol harus berpikir ganda, menguasai parlemen sekaligus memenangkan jagoan (baca = capres) mereka. Terlepas mana yang lebih penting, tentu ke duanya sama-sama penting. Minimal target, salah satu harus terpegang tangan, syukur-syukur keduanya dalam genggaman.
Berbagai ormaspun tak mau ketinggalan merapatkan barisan mendukung salah satu Capres/Cawapres yang pas di hati, tentunya. Belum lagi masyarakat ikut nimbrung dengan berbagai komentarnya. Baik saat di rumah, kantor, warung-warung hingga medsos. Tapi semua wajib berhati-hati apalagi saat bersosmed ria, jangan sampai lepas kendali karena salah-salah bisa berurusan dengan hukum. Semua harus mampu menjaga lisan dan jarinya.
Apapun itu, pesta rakyat ini harus mampu menggerakkan animo masyarakat luas. Justru berbahaya bila masyarakat menyikapinya dengan dingin, tetapi terlalu panaspun tak baik untuk dinikmati, seperti halnya menyeruput kopi mendidih.