Mohon tunggu...
mar diah
mar diah Mohon Tunggu... -

semangatttt teruss...^^

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Gawat, Bahasaku sedang Galau!!!

13 September 2012   06:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:32 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gawat, Bahasaku sedang Galau!!!

Apakah benar bangsa Indonesia sudah mulai terbawa arus globalisasi yang semakin canggih dan modern? Jawabannya tentu iya, dengan alasan bahwa memang benar bangsa Indonesia telah mengikuti arus zaman di berbagai aspek kehidupannya, mulai politik, budaya, hukum dan keamanan serta Ilmu pengetahuan dan teknologi. Mau bagaimana lagi, Jika tidak bersikap demikian, mungkin bangsa Indonesia akan dipandang sebagai bangsa yang ketinggalan zaman dan terpuruk. Sebenarnya tidak salah jika bangsa Indonesia mengikuti arus zaman. Justru bangsa yang berkeinginan lebih maju, memang sebaiknya meneladani bangsa-bangsa yang sudah lebih dulu maju. Tentunya suatu teladan yang mengarah kepada kebaikan bagi bangsa itu sendiri. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri arus zaman yang diserap tersebut mengalirkan arus positifnya beriringan dengan arus negatif dan jika bangsa Indonesia tidak pandai menyaring arus-arus tersebut, maka ciri khas yang melekat pada diri bangsa Indonesia tidak akan merekat kuat bahkan mungkin tanpa sadar akan lepas.

Dalam kenyataannya, coba perhatikan, sebagian bangsa Indonesia telah terseret arus negatif zaman. Mereka mulai menuju arah kebarat-baratan, mulai dari pola berpakaian, gaya hidup, termasuk dalam berbicara (berkomunikasi). Mari kita cermati bersama gaya komunikasi bangsa Indonesia.  Sebagian orang Indonesia lebih senang dan bangga menggunakna bahasa asing dibandingkan dengan bahasa Indonesia, bahasa yang telah dimiliki dengan penuh perjuangan dan diikrarkan dalam Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 kemudian bulan tersebut ditetapkan sebagai peringatan Bulan Bahasa. Masih ingatkah dengan tanggal tersebut?

Sikap sebagian orang Indonesia yang lebih bangga dengan bahasa asing bisa menyebabkan eksistensi bahasa Indonesia menjadi meredup. Padahal, sebuah bahasa akan tetap eksis jika para pemilik bahasa menggunakan bahasanya sendiri. Jika tidak, maka suatu bahasa akan hilang seiring dengan ketidaksadaran penutur bahasa yang sudah kurang peduli dengan bahasanya.

Coba kita cermati penggunaan atau penamaan pada merek barang, hotel, rumah makan, outlet, industri, dan penamaan lainnya. Mereka menjadikan penamaan asing tersebut sebagai salah satu alasan nilai jualnya. Sebagian pemilik bisnis menuliskan nama asing dengan tulisan yang besar dan jelas, dan barulah di bagian bawahnya tertulis nama dalam bahasa Indonesia dengan ukuran tulisan yang kecil dan mungkin tidak dapat dibaca dari jarak yang sangat jauh. Mengapa peletakkan tulisan tidak ditulis sebaliknya saja? Jadi, mungkinkah bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa ini masih berkibar kokoh dan utuh di tanah air tercinta?

Tidak hanya arus zaman dari luar yang membuat bangsa Indonesia kurang sadar dengan bahasanya, akan tetapi pengaruh dari dalam bangsa Indonesia sendiri juga berperan terhadap nasib bahasa Indonesia. Misalnya, dengan bermunculannya bahasa gaul, alay, bahasa chatting, sms, dan berbagai istilah lainnya yang terlahir dari kreativitas, kebiasaan seseorang atau komunitas tertentu dalam berbahasa dan pada akhirnya istilah-istilah tersebut menjadi tren di kalangan para penutur bahasa. Sebagian bangsa Indonesia menjadi seolah lupa diri dengan bahasanya sebagai akibat dari pengaruh arus zaman baik  dari luar maupun dari dalam bangsa Indonesia.

Arus zaman yang semakin canggih dan modern, pun telah menyentuh ranah pendidikan di Indonesia. Kini, pendidikan Indonesia sedang diramaikan dengan adanya program kurikulum Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI). Sekolah-sekolah di Indonesia sedang berlomba-lomba dalam upayanya mengubah Sekolah Berstandar Nasional (SBN) menjadi RSBI. Hal itu berarti, dalam program RSBI, pembelajaran yang dilaksanakan sudah semestinya menggunakan bahasa Inggris, bahasa Internasional, bukan bahasa Indonesia, bahasa Nasional. Hal ini juga didukung oleh para orang tua siswa yang ingin menyekolahkan anaknya di RSBI. Para orang tua sekaligus para siswanya yang mampu secara materi dan intelektual tersebut bernada bangga jika mereka dapat bersekolah di RSBI. Seolah tidak ada beban, walaupun mereka harus membayar mahal agar para anaknya bisa bersekolah di RSBI. Memang, untuk menghasilkan generasi yang unggul membutuhkan perlakuan yang tidak biasa, bertaraf internasional. Akan tetapi, apakah para pelaksana pendidikan Indonesia tersebut sudah disiapkan dan mampu menjalankan program kurikulum RSBI. Perubahan dalam kurikulum pendidikan ini menjadi beban tersendiri bagi para pelaksana pendidikan yang sudah sangat lama mengabdikan dirinya di dunia pendidikan karena sebelumnya mereka bukan berasal dari kurikulum berlatar belakang pendidikan seperti pada zaman modern dan canggih saat ini. Saya pernah mendengar keluhan seorang guru yang harus kursus bahasa Inggris karena bahasa pengantar yang digunakan bukan bahasa Indonesia. Tidak ada yang janggal atau salah dengan guru yang kursus bahasa Inggris karena justru hal itu sangat baik bagi karier guru tersebut. Kemudian, apa yang janggal?

Kejanggalan itu justru ada pada bahasa pengantar yang digunakan dalam pembelajaran di kelas program RSBI. Di kelas tersedia para guru dan siswa berkebangsaan asli Indonesia, kemudian bersekolah di Indonesia, mengapa mesti bahasa Internasional yang digunakan. Alasannya karena RSBI, terus memangnya mengapa. Akan tetapi, apakah kita sebagai bangsa Indonesia tidak khawatir jika hal tersebut berakibat pada nasib  bahasa Indonesia sebagai identitas dan pemersatu bangsa akan meredup bahkan tidak nyala lagi? Ingat, suatu bahasa akan mati jika penutur sudah tidak menggunakan bahasanya lagi? suatu bahasa akan tetap ada jika terus-menerus digunakan dalam tuturan dan tulisan oleh para penutur bahasa.

Padahal peraturan berbahasa  Indonesia telah dirumuskan dalam UU No.24 tahun 2009, pasal 29 ayat (1) yakni bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional. Hal itu berarti seharusnya program RSBI tetap menggunakan bahasa Indonesia dalam pengantar pembelajaran karena masih berada dalam lingkup nasional. Jika tidak, maka masih banyak hal yang perlu ditinjau dan dibenahi kembali terkait dengan UU dan kenyataan di lapangan.  Bunyi pasal 29 ayat (2) yakni bahasa pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa asing untuk tujuan yang mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik. Berkaitan dengan bunyi ayat (2) tersebut tidak berarti bahwa bahasa pengantar menjadi bahasa internasional dengan berdalih pada tujuan untuk mendukung kemampuan berbahasa asing siswa. Dukungan tersebut bisa terpenuhi oleh mata pelajaran bahasa asing atau komunitas bahasa asing yang diadakan di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.  Terkecuali, jika satuan pendidikan asing atau sekolah khusus yang mendidik warga negara asing. Tentunya, guru menggunakan bahasa asing ketika ia dihadapkan dengan para pembelajar asing dalam pembelajaran di kelas. Jika tidak demikian, maka akan terjadi kekeliruan dalam memahami apa yang dibicarakan dan pembelajaran tidak akan berjalan lancar. Seperti tertulis dalam ayat (3) Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk satuan pendidikan asing atau satuan pendidikan khusus yang mendidik  warga negara asing. Jadi, mari kita renungkan bersama apa yang tampak di lapangan.

Andaikan bahasa Indonesia itu sesosok makhluk hidup dan bisa mengeluh, mungkin ia akan berujar, “ Ah, aku galauuuuu! Bagaimana dengan nasibku. Apakah aku akan punah, orang Indonesia?” Saya menduga bahasa Indonesia terserang virus galau karena memikirkan nasibnya di Negara Indonesia.

Mahir berbahasa asing bukanlah sesuatu yang keliru. Justru bangsa Indonesia memang harus mampu berbahasa asing karena kini bangsa Indonesia terus-menerus dihadapkan dengan tantangan zaman yang semakin canggih dan modern. Bukan untuk berbangga apalagi hingga melupakan identitas bangsa. Mahir berbahasa asing justru harus dijadikan sebagai sarana memperkenalkan Negara Indonesia kepada bangsa asing dan membuat bangsa asing tergerak untuk mempelajari  semua keindahan dan keunikan yang ada di Negara Indonesia serta mereka memiliki minat untuk  belajar berbahasa Indonesia.

Mari kita belajar menjadi bangsa yang  menghargai negaranya sendiri dan semoga bangsa Indonesia mampu menjadikan negara Indonesia menjadi negara yang dihargai. Jadikan segala potensi yang kamu miliki untuk menjaga dan melestarikan identitas bangsa, salah satunya tetap menghidupkan bahasa Indonesia di tanah air tercinta. Jika bukan kamu, orang Indonesia, siapa lagi???  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun