Perang Rusia-Georgia atau Perang Ossetia Selatan merupakan perang yang diawali oleh operasi militer dari Rusia terhadap Georgia akibat pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Georgia. Pelanggaran HAM tersebut berupa gerakan separatis Ossetia Selatan yang diskriminatif terhadap etnis Rusia pada daerah yang beribukota di Tskhinval.
Akar terjadinya konflik Rusia-Georgia dimulai pada awal 1990-an, ketika Georgia mendeklarasikan kemerdekaan dari Uni Soviet (Euronews, 2018). Zviad Gamsakhurdia terpilih sebagai Presiden pertama Georgia modern di era pasca-Soviet (Independent, 2011). Perang saudara meletus di Georgia, ketika dua provinsi otonom, Abkhazia dan Ossetia Selatan, berusaha untuk memisahkan diri dan terjadilah permusuhan antara pihak yang mendukung (dikenal dengan istilah "Zviadists") dan menentang kekuasaan otoriter Gamsakhurdia (re-tawon, 2020).
Tepat nya pada tanggal 7-12 Agustus 2008, perang antara Rusia dengan Georgia terjadi  di kawasan Abkhazia dan Ossetia yang ingin memisahkan diri dari Georgia dengan adanya dukungan Rusia. Kampanye militer yang direncanakan Rusia berakhir dengan kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi Uni Eropa (Isachenkov, 2018). Namun, Rusia memutuskan untuk mengakui Abkhazia dan Ossetia Selatan sebagai negara merdeka dan memperkuat kehadiran militernya di sana (Isachenkov, 2018). Uni Eropa menyatakan bahwa tindakan Rusia "melanggar kedaulatan dan integritas wilayah Georgia" (Osborn, 2008). Presiden AS George W. Bush meminta Rusia untuk "mempertimbangkan kembali keputusan yang tidak bertanggung jawab tersebut" (Osborn, 2008).
Ketegangan antara dua negara tersebut kembali terjadi setelah meningkat nya Revolusi Mawar pada tahun 2003, dimana Shevardnadze digulingkan akibat tuduhan kecurangan pemilu dan digantikan oleh Mikheil Saakashvili yang pro-Barat. Saakashvili telah menyatakan keinginan Georgia untuk bergabung dengan NATO dan UE, serta menyebabkan Ossetia Selatan dengan dukungan Rusia menolak rencana perdamaian atau negosiasi apa pun (Guseinova, 2012). Ossetia Selatan menjadi alat Rusia untuk menekan dan menjaga Georgia agar tetap berada di dalam lingkup pengaruhnya (Guseinova, 2012).
Perang berakhir pada 12 Agustus, ketika Presiden Perancis Nicolas Sarkozy memperantarai kesepakatan gencatan senjata, yang ditandatangani oleh Presiden Rusia Dmitry Medvedev dan Presiden Georgia Mikheil Saakashvili. Rusia sepakat untuk menarik sebagian besar pasukan militernya dari Georgia sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata, tetapi beberapa tentaranya masih berjaga di pos-pos pemeriksaan dekat wilayah sengketa Abkhazia dan Ossetia Selatan (CNN International, 2020).
Opini saya adalah upaya penegakan HAM adalah seluruh tindakan yang dilakukan dengan tujuan dan  membuat HAM makin dihormati serta  diakui oleh masyarakat dan pemerintah. Serta menegakkan upaya penegakan hak dan kewajiban manusia umumnya dilakukan dengan pencegahan. Pencegahan adalah upaya yang harus menciptakan kondisi yang semakin kondusif dan menuju perdamaian bagi tegaknya HAM itu sendiri.
Argaditya, Raynor. (Mar 22, 2021). Analisis Perang Lima Hari Rusia-Georgia Tahun 2008. hubunganinternasional.id: https://www.hubunganinternasional.id/main/blog/71?title=Analisis+Perang+Lima+Hari+Rusia-Georgia+Tahun+2008
Ahalla Tsauro, Muhammad. (1 Januari - Juni 2016), Pengaruh Media dan Opini Publik dalam Kebijakan Operasi Militer Rusia pada Perang Russia-Georgia 2008, jurnal unair: https://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jhice1dd1cc69full.pdf
Nama : M Bintang Taufiiqul Hakim R.
NIM Â Â : 0704138227200
Dosen Pengampuh : Nur Aslamiah Supli, BIAM., M.Sc.