Mohon tunggu...
Bintang Sutedja
Bintang Sutedja Mohon Tunggu... -

hanya seorang mantan advertising slave yang akhirnya memilih untuk lebih bahagia dengan menjadi domestic goddess di pedalaman canada sambil berbagi hasil kontemplasinya di sini.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ada Sereh di Sayur Lodeh

14 Maret 2010   17:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:25 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_93240" align="alignleft" width="360" caption="Ilustrasi dari Google"][/caption] Di Indonesia, sereh bukan benda yang langka. Mau ditanam di halaman rumah, pasti tumbuh. Ingin masak sesuatu berbumbu sereh, di pasar atau supermarket pasti ada. Malas 'nanam atau ke pasar? Si abang tukang sayur yang lewat rumah pasti menjualnya. Saya ingat, di Bali, sereh malah dijadikan bak asesoris untuk sajian minuman atau makanan tertentu. Jujur saja, dulu saya menganggap sereh sebagai hal yang sepele. Seperti kata pepatah, pengalaman akan mengajarkan kita arti: don't take thing for granted. Dan saya mendapatkannya dari sang sereh. Percaya gak, sebatang sereh ternyata juga bisa jadi komoditas yang mengharukan. Semua berawal dari ambisi saya membuat sayur lodeh sebagai menu Lebaran kedua saya di Canada. Berdasarkan riset dan konsultasi jarak jauh dengan ibu saya, sayur lodeh termasuk mudah dibuat karena sayurannya bisa didapat di sini. Bisa dilahap oleh para tamu vegetarian dan non-vegetarian. Dan yang paling penting untuk pemasak pemula macam saya, sayur lodeh bisa dijadikan andalan kan? Saya tinggal di pedalaman Canada yang boleh dibilang tidak senyaman tinggal di kota-kota besar yang memiliki banyak komunitas orang Asia. Sayuran segar apalagi bumbu masakan sangat super terbatas pilihannya (semoga kata-kata tadi bisa meyakinkan Anda betapa susahnya tinggal di pedalaman begini.. hehehe...). Bawang merah Asia alias shallots, daun jeruk, tempe, sereh termasuk barang langka. Untungnya, saya bisa dapatkan bawang merah walaupun bentuknya beda dari yang saya waktu di Indonesia. Tempe ala Health Food Store seharga $5, cek. Daun jeruk, maaf.. ini terpaksa lewat (habis gak ada sih!). Tapi apa rasanya sayur lodeh tanpa sereh? Nah, demi promosi masakan Indonesia dan kesuksesan sayur lodeh pertama saya, saya pun berburu sereh. Pergilah kami ke kota yang berjarak sekitar 180 kilometer dari kota kami. Alhamdulillah rezeki saya hari itu, saya berhasil mendapatkan satu-satunya sereh segar di supermarket yang menurut saya lumayan (untuk kategori di pedalaman begini) menyediakan bumbu-bumbu masakan dan sayuran Asia. Di perjalanan pulang, dengan penuh kebahagiaan saya pandangi satu-satunya sereh bakal penyedap sayur lodeh pertama saya itu. Mak, I'm going to cook sayur lodeh! Singkat cerita, saya yang sama sekali tidak pernah memasak sayur lodeh ketika di Indonesia, akhirnya berhasil menyajikan sepinggan sayur lodeh di hari Lebaran 2007 lalu. Para tamu begitu lahap menyantapnya. Perjuangan saya mencari sereh tidaklah sia-sia. Sayur lodeh yang dulu boro-boro saya sentuh, sekarang jadi obat rindu saya pada Indonesia. Dari sebatang sereh, saya belajar akan betapa nyamannya tinggal di Indonesia. Dari sebatang sereh yang saya genggam erat-erat di perjalanan pulang itu, saya bisa berbangga hati. Karena para tamu yang berkulit putih dan tinggal di pedalaman Canada itu sekarang tahu seperti apa rasanya sayur lodeh, salah satu masakan khas Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun