Kemiskinan, kata yang sering kita dengar tapi terasa jauh, adalah kenyataan sehari-hari bagi banyak masyarakat di Indonesia, terutama di desa kecil bernama Paluh Sibaji, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang. Desa ini, meski punya sumber daya alam yang melimpah, seperti hasil laut dan pertanian, masih dihantui kemiskinan yang sulit terpecahkan.
Sebagai bagian dari komitmen global untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) No. 1: Tanpa Kemiskinan, mahasiswa dari Universitas Satya Terra Bhinneka mencoba menyelami realitas di desa ini. Hasilnya? Sebuah gambaran kompleks tentang bagaimana kemiskinan memengaruhi pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat.
Apa yang Terjadi di Paluh Sibaji?
Di Paluh Sibaji, mayoritas penduduknya bergantung pada laut. Mereka bekerja sebagai nelayan atau buruh cuci untuk menambah penghasilan. Namun, hasil laut itu nggak selalu bisa diandalkan. "Kadang ada hasilnya, kadang nggak," kata salah satu ibu rumah tangga saat diwawancarai.
Masalah tambah pelik ketika bicara soal pendidikan. Walaupun sekolah di sana gratis, banyak anak-anak yang lebih memilih kerja daripada belajar. Mereka terbiasa membantu ekonomi keluarga dengan pekerjaan seperti memotong ikan di pasar atau membawa hasil tangkapan nelayan.
"Kalau ada uang, pasti kami sekolahkan anak tinggi-tinggi. Tapi kalau nggak ada, ya mau gimana lagi," kata salah satu warga. Rasanya pendidikan, yang seharusnya jadi jalan keluar dari kemiskinan, malah terjebak dalam lingkaran itu sendiri.
Penyebabnya, Apa Sih?
Ada beberapa penyebab utama kemiskinan di desa ini:
Ketergantungan pada Laut: Karena sebagian besar warga hanya mengandalkan hasil laut, mereka jadi rentan ketika musim tangkapan sedang buruk.
Kurangnya Kesadaran Pendidikan: Pendidikan belum dianggap prioritas karena tekanan ekonomi. Anak-anak memilih bekerja agar bisa membawa uang pulang.
Minimnya Infrastruktur dan Perhatian Pemerintah: Kurangnya akses ke fasilitas umum seperti jalan, layanan kesehatan, dan peluang usaha membuat masyarakat sulit berkembang.