Mohon tunggu...
Bintang Perdana Putra
Bintang Perdana Putra Mohon Tunggu... -

Dunia itu Ilusi, bahkan Mitos

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Fantasi) Kamu dan Duniamu

6 November 2014   18:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:28 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

KAMU DAN DUNIAMU

Bintang Perdana Putra

Mereka kah sahabat-sahabatmu? Tahu apa mereka? Apakah mereka selalu menemanimu setiap saat? Aku yang tahu kamu! Aku yang selalu menemani kamu kemanapun! Aku juga yang selalu merasakan apa yang kamu rasakan! Tapi, mengapa kamu tak pernah memperdulikan hadirku? Bahkan untuk menatapku saja tidak pernah.

Kali ini senyum masih melekat di wajahmu. Tersenyum di antara tawa sahabat-sahabatmu. Manis sekali, aku sangat suka itu. Seandainya aku punya senyum semanis kamu. Tapi aku tahu itu, aku tahu kamu,  Jo. Aku tahu rasa sedih dan senangmu, walau yang tergambar di wajahmu itu senyum yang sama. Jika memang mereka sahabatmu, kenapa kamu tidak ceritakan saja sedihmu, Jo? Atahu sahabat-sahabatmu itu hanya menerima senangmu? Kamu memang orang yang paling tegar, paling bisa untuk menutupi resahmu, paling cantik walau kadang senyummu palsu. Aku tahu semua itu. Aku tahu lebih dari sahabat-sahabatmu. Aku lah sahabat aslimu, Jo! Anggaplah aku ada! Aku memang diciptakan untuk kamu, Jo!

Malam itu sunyi, gemuruh angin menghempaskan dingin, awan menepis sinar bulan. Kamu seperti biasa bersama yang kamu sebut sahabat-sahabatmu menghampiri dan menggoda para lelaki yang ingin menghibur diri di tempat hiburan malam itu. Kamu menghampiri seorang lelaki bertubuh kurus dengan balutan kemeja mewah. Cukup tampan. Tatapan centilmu sepertinya menggugah alur pikirannya berpusat ke wajah manismu. Ia membuka obrolan. Ia benar-benar tertegun ketika melihatmu berbicara, terpesona oleh gerak bibir tipismu yang sangat menggoda. Kalian berkenalan. Namanya Nuel. Sepertinya Ia tak mau bertele-tele dan langsung mengajakmu ke tempat lain agar kalian benar-benar bisa berdua. Kamu menurutinya. Kalian berjalan ke ujung jalan. Sesekali matamu menutup untuk beberapa lama, sepertinya sekilas teringat orangtuamu di alam sana. Benar bukan, Jo? Bahasa tubuhmu tidak bisa berbohong!

Kamu memasuki hotel di ujung jalan itu lagi. Selalu dengan lelaki yang berbeda. Namun sepertinya tatapanmu terhadap lelaki yang satu ini berbeda dari biasanya. Apakah kamu mulai menaruh harapan? Harapan akan cinta yang tulus atahu harapan untuk dibayar lebih dari lelaki-lelaki sebelumnya? Atahu kedua-duanya? Kali ini aku tidak tahu.

Kalian telah selesai melakukannya, lagi-lagi tanpa cinta. Hanya mengatasnamakan kepuasan. Nuel ternyata membayarmu sama seperti lelaki lainnya. Tapi tatapanmu masih menunjukkan rahasia. Nuel pergi. Sepertinya Ia sangat puas denganmu, Jo. Aku berani bertaruh ia akan datang lagi malam nanti.

Hari ini tidak seperti biasanya kamu sudah berdandan rapi mempesona ketika matahari masih merajai hari. Kamu pergi ke cafe kopi, duduk menyeruput kopi panas itu sendiri. Kamu sedang menunggu seseorang ya, Jo?  Tak lama datanglah lelaki yang sepertinya aku kenal. Nuel! Ternyata tebakanku salah. Siang itu ia sudah menemuimu. Sejak saat itu kalian hampir setiap hari bertemu. Kamu pun bahkan berhenti menggoda para lelaki  di tempat hiburan malam itu dan rela meninggalkan sahabat-sahabatmu. Aku ikut senang, Jo. Nuel bagaikan seorang malaikat yang menerangi gelapmu. Tapi jika memang dia benar akan menuntunmu untuk lebih baik, mengapa ia membayarmu malam itu? Jangan bilang ia hanya memanfaatkanmu! Seolah-olah memberimu cinta dan kamu membalasnya, sehingga ia bisa menanam dosa bersamamu tanpa biaya. Sadarlah, Jo! Tatapan matamu benar-benar menjelaskan bahwa kamu telah menemukan cahaya dan hidup baru yang lebih baik bersamanya. Kemudian Nuel membalas tatapan matamu, sinar matanya yang indah terlihat dalam, sangat dalam dan banyak kelicikan. Tetapi kamu tidak sadar, kamu terlalu besar berharap bahwa Nuel orang yang tulus. "Aku menerima kamu apa adanya, aku benar-benar mencintaimu. Masa bodoh dengan masa lalumu, aku tak peduli! Asal kamu bisa meninggalkan itu dan menempuh hidup yang baru bersamaku." Lancar sekali ia merayumu. Omongannya sangat meyakinkan. Meyakinkan kamu yang saat itu sedang butuh penerangan. Kamu memeluknya. Pelukan yang benar-benar berbeda dari sebelumnya. Pelukan yang benar-benar tulus karena suatu rasa, bukan bertujuan harta. Wajah baru yang terlihat lebih sumringah. Tapi aku masih belum yakin dengannya, Jo! Lalu Nuel membalas pelukan hangatmu. Tubuhmu terlihat gemetar. Kamu menatapnya lagi dan lagi-lagi penuh harap. "Aku mencintaimu, Nuel." Sudah lama sekali aku tak mendengar kata-kata dan suara itu dari mulutmu. Suara yang dengan jelas bersumber dari hati.

Nuel melepas peluknya, lalu ia berkata bahwa ia ingin memperkenalkan kamu kepada orangtuanya di rumah. Kamu terlihat sangat terkejut. Wajahmu memerah antara bingung dan takut. Sepertinya kamu belum siap jika harus bertemu orangtuanya. Ia lantas berdiri dan menarik lenganmu. Tak sabar ingin mempertemukanmu dengan orangtuanya.

Sesampainya di rumah Nuel, kamu sangat terkagum-kagum dengan rumahnya. Rumah yang sangat megah yang sangat kamu idam-idamkan sejak remaja dan akhirnya membawamu ke dunia gelapmu itu. Nuel kemudian mengajakmu masuk ke dalam rumah megahnya itu. Wajahmu sedikit memucat, aku tahu betul itu berarti kamu sangat gugup. Lalu kalian mulai melangkah memasuki rumah itu. "Ma.......Pa......" Nuel berteriak seperti berpura-pura memanggil orangtuanya. Dan benar saja tak ada yang menjawab. Aku curiga kalau rumahnya itu kosong. Percayalah, Jo! Dia hanya berpura-pura akan memperkenalkan kamu kepada orangtuanya dan mengajak kamu ke rumahnya untuk melakukan hal itu lagi! Kamu terlihat bingung, dan Nuel dengan lihainya merayumu. Kamu sepertinya mulai terjatuh di dalam rayuannya. Ya Tuhan.... Jo! Seandainya aku bisa menyadarkanmu.... Kamu benar-benar dibutakan rayuannya dan melakukannya lagi.

Aku benci sekali, Jo! Aku benci kamu masih melakukan hal itu lagi. Apa bedanya kamu yang sekarang dengan yang dulu ketika kamu menggoda para lelaki di tempat hiburan malam? Cinta? Benarkah kalian melakukan itu atas dasar cinta? Aku rasa hanya sepihak, Jo! Hanya kamu yang melakukan itu berlandaskan cinta! Nuel? Ia melakukannya hanya untuk mencapai kepuasan nafsunya!

Kamu tersenyum. Tersenyum manis sekali. Aku tahu senyum itu adalah senyum yang benar muncul dari hatimu. Tapi sayang, hatimu buta. Kamu benar- benar terbius cintanya yang palsu. Kamu masih tersenyum sendirian hanya dengan mengingatnya. Kamu berdandan lagi, sepertinya kamu akan menemuinya lagi. Menemuinya dan akan melakukannya lagi kan, Jo? Kalian sudah berjanjian akan bertemu di taman. Tak seperti biasanya, Nuel ternyata belum datang. Kamu duduk menunggu. Menunggu dengan tulus orang yang memberimu cinta palsu. Satu jam, dua jam, kamu masih setia menunggunya. Setelah sekian lama ia tak juga datang, bukan curiga yang kamu rasakan. Justru kamu khawatir. Kamu berpaling dari taman itu. Melangkan kaki mencari Nuel. Kamu mencari ke rumahnya, Ia ternyata tidak ada. Kemudian kamu mencari ke tempat kerjanya, ia juga tidak ada. Kamu lalu menangis. Menangis karena terlalu khawatir. Kamu berjalan pelan tanpa asa. Tiba-tiba lewatlah sepasang lawan jenis berbagi cinta. Kamu menoleh ke arah mereka. Sepertinya kamu mengenalinya. "Nuel......?" Ia tak menghiraukan panggilanmu. Kamu panggil lagi dan mengejarnya. Ia masih menghiraukanmu seolah-olah tak mengenalmu. Air matamu mengalir lagi. Aku tahu betapa perihnya hati kamu saat ketulusan cinta dan kekhawatiranmu ternyata tak ada harganya. Hatimu benar-benar hancur diporakporandakan harapan yang palsu.

Kamu berjalan pulang dan benar-benar tanpa asa. Kamu duduk di atas kasurmu berpandang kosong. Kini hanya ada kamu dan aku berteman cahaya lampu tidurmu. Benar kan, Jo? Dia hanya berpura-pura mencintai kamu! Dia tidak pernah mencintaimu dengan tulus, Jo! Sakit sekali bukan mencintai orang yang berpura-pura mencintai kamu? Dengarkan aku, Jo! Percayalah padaku! Seandainya kamu mendengarkanku dari awal, Joanna!

Tiba-tiba kamu menoleh ke arahku. Apa kamu mendengar suaraku, Jo? Kamu semakin mendekat ke arahku. Aku sedikit gugup saat kamu menatapku. Akhirnya kita bertatapan, Jo. Lalu kamu mengangkat lenganmu. Aku ikut mengangkat lenganku. Kemudian kamu memainkan jari tanganmu. Aku pun ikut memainkan jari tanganku. Kamu tertawa. Akhirnya aku bisa menghiburmu, Jo! Senang sekali rasanya. Seandainya dari dulu kamu menganggap hadirku. Tapi apalah arti hadirku untukmu? Aku hanya sesosok hitam yang tak perlu dipedulikan. Aku hanya diciptakan untuk mengikuti gerak tubuhmu. Aku hanya bayanganmu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun