Gus Dur kurang lebih 3 tahun sudah meninggalkan kita semua. Akan tetapi, pemikiran dan perjuangan beliau masih tertinggal dan banyak mengilhami kita yang masih hidup untuk meneruskannya. Untuk menghormati perjuangan beliau SekNas (Sekretariat Nasional) Jaringan Gusdurian dan didukung oleh LKiS (lembaga kajian Islam Trasformatif) menyelenggarakan Kelas Pemikiran Gus Dur (KPG). Ide ini berasal dari kalangan pecinta Gus Dur yang tersebar diberbagai daerah, khususnya dari Yogyakarta. Yang kemudian di Follow-up oleh Seknas Jaringan Gusdurian dan LkiS.
Kelas ini bertempat di Pendopo LkiS, Sorowajan, Bantul, selama sebulan penuh di bulan Juni 2012 setiap hari Sabtu, pukul 15.00-17.00 WIB. Peserta KPG sendiri berasal dari berbagai latar akademis, ada S1 dan S2 dari PTN/PTS yang berbeda pula. Mereka juga berasal dari berbagai daerah yang berjumlah 30 peserta. Materi yang didiskusikan terbagi dalam empat materi. Pertama, pengantar mengenai Gus Dur. Kedua, Gus Dur dan Pribumisasi Islam. Ketiga, Gus Dur dan Negara dan materi terakhir mengenai Gus Dur dan Dialog Agama. Materi-materi yang ada memang belum bisa menjawab semua pemikiran Gus Dur tapi paling dari empat sesi tersebut membuka pemahaman baru mengenai pemikiran Gus Dur terhadap peserta.
Adapun pemateri utamannya ada Mas Hairus Salim (Peneliti LkiS), Nur Kholik Ridwan (Penulis), dan Abdul Gaffar Karim (Dosen Fisipol UGM). Hadir pula dalam KPG putri pertama Gus Dur, Alissa Wahid dan pemateri tamu Ahmad Suaedy (Wahid Institute). Model pembelajaran yang diterapkan KPG bersifat diskusi mengalir dan konstruktif. Peserta diajak menyelami pemikiran Gus Dur lebih dalam. Mula-mula peserta mensharekan pengalaman dan pengetahuan mereka mengenai Gus Dur. Hal ini penting dilakukan guna mengetahui sudah sejauh mana mereka memahami pemikiran Gus Dur versi pribadi mereka.
Kelas yang Bersahabat
Suasana kelas cair menimbulkan semangat diskusi yang menggelora. Antusiasme peserta terlihat di saat para peserta diberi kesempatan mengungkapkan pertanyaan dan pernyataan mereka mengenai pemikiran Gus Dur. Ditemani suguhan kopi dan gorengan yang hangat menimbulkan suasana kelas tidak layaknya kelas pada umumnya, tapi ruang “keluarga” para anggotanya yang sudah lama tidak bersua.
Semakin sore dengan desiran angin yang lembut semakin menghangatkan suasana kelas, sehangat secangkir kopi yang diminum. “Kelas ini sudah menunjukkan bukti bahwa rasa kemanusiaan tidak mengenal batas”, ujar Otim salah satu panitia,”Dan rasa itu menumbuhkan semangat persahabatan”, lanjutnya. Gus Dur memang salah seorang pejuang kemanusiaan yang tulus dan tanpa tamrih. Perjuangannya memang tidak berhenti bersama wafatnya beliau. Semangat perjuangan dan pemikirannya harus tetap ditumbuhkan, disebarkan, dan digelorakan ditengah kemajemukan bangsa Indonesia. Napas nilai-nilai Kelas Pemikiran Gus Dur tidak akan berhenti di sini tapi akan terus melangkah dan membuncah selama Tuhan Berkehendak. Salam Perjuangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H