Kebanyakan mahasiswa adalah orang rantau. Persoalan beda budaya asal dan lokal menjadi hal yang lumrah terjadi bagi mahasiswa. Tidak heran tidak sedikit mahasiswa yang mengalami shock culture. Tapi, itu bukan alasan kita untuk tidak menghormati norma lokal yang berlaku.
Komitmen dan konsistensi adaptasi terhadap budaya lokal adalah senjata utama kita agar kita bisa bertahan dan diterima dilingkungan rantau. Maka jargon mahasiswa "agen perubahan" akan menemukan relevansinya. Jika tidak, kita adalah menara gading bagi lingkungan sekitar di tanah rantau. Dan itulah yang sedang melanda kaum mahasiswa. Gaya hidup yang cenderung semakin modern membuat kebanyakan mahasiswa sering bersifat acuh tak acuh pada masyarakat sekitar. Hubungan yang terjalin hanya sebatas sewa-menyewa kos dan jual-beli makanan.
Dengan menghormati budaya lokal dan mengapresiasinya. Itu saja sudah menjadi poin plus bagi mahasiswa bisa tetap survive. Lebih sering mengikuti kegiatan-kegiatan lokal sudah menjadi wujud gerakan perubahan mahasiswa. Karena dari situ kita bisa membaur bersama dan sekaligus menyalurkan ilmu yang kita dapat. Kita boleh berwawasan global, tapi tetap menghormati dan melestarikan budaya lokal sebagai alat kita untuk tetap survival di tengah masyarakat. Salam Perubahan!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H