Oleh Bintang Alif ( Universitas Sumatera Utara)
Kerja Keras di butuhkan untuk mengupayakan Indonesia agar beralih ke penggunaan mobil berbasis listrik, apa lagi Indonesia masih menduduki posisi marjinal dalam pengembangan mobil listrik di dunia dibanding Negara Negara maju lainnya.
Meskipun pemerintah Indonesia mendorong penuh atas percepatan dalam penggunaan kendaraan berbasis listrik, disisi lain banyak juga kritik kritik yang timbul atas kebijakan kebijakan tersebut, banyak yang menganggap bahwa kebijakan ini hanya untuk pemborosan dana APBN. Dan juga penggunaan mobil listrik ini juga tidak sejalan dengan pengurangan emisi.
Emisi
Komisi VII DPR menilai pengembangan mobil listrik tidak sejalan dengan tujuan bauran energi dan penurunan emisi karbondioksida. Upaya peningkatan jumlah mobil listrik atau mobil listrik meningkatkan kebutuhan listrik rumah tangga untuk mengisi baterai. Namun saat ini, sebagian besar pasokan masih berasal dari pembangkit listrik tenaga batu bara atau PLTU. Hal itu ditegaskan Komisi VII DPR bukan dalam arti mengurangi emisi karbon. Masalahnya: Target 23 persen untuk beralih dari sumber energi fosil ke energi terbarukan pada 2025 masih berjalan lambat. Kinerja tahun lalu hanya 11,5% dari benchmark 13%. Hingga 50% generator masih berasal dari bahan bakar fosil, yang meningkatkan emisi CO2 secara signifikan.
Tabel kotak data di bawah ini menunjukkan kapasitas daya berdasarkan jenis pembangkit.Â
(Kapasitas Berdasarkan Jenis Pembangkit (Juni 2020).
Pemborosan APBN
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai percepatan pengerahan kendaraan listrik di instansi pemerintah pusat dan daerah merupakan pemborosan anggaran.
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mulyanto menilai, Instruksi Presiden (Inpres) tentang kendaraan listrik untuk operasional pemerintah, tidak efisien diterapkan saat ini. Pasalnya, infrastruktur penunjang kendaraan listrik di Indonesia dinilai masih terbatas. "Nanti yang muncul hanya pemborosan APBN," kata Mulyanto
Komisioner Perhubungan DPR Syahrul Aidi Maazat mengatakan kebijakan Presiden Joko Widodo seharusnya hanya berlaku bagi pemerintah yang kendaraan dinasnya mendekati usia pensiun. Ini berarti bahwa pertukaran tidak harus terjadi pada waktu yang bersamaan.