Cilacap menjadi salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang  memiliki produktivitas sektor pertanian yang tinggi . Hal ini didukung dengan tingginya penggunaan lahan pertanian berupa sawah  di Cilacap yang mencapai lebih dari 60 ribu hektar. Menurut data BPS pada tahun 2020 lalu, Cilacap mampu memproduksi hingga total 722 ribu ton padi melalui sistem sawah intensifikasi dan lebih dari 25 ribu ton padi melalui sistem dryland (ladang) yang mana jumlah tersebut menunjukkan peningkatan yang signifikan dari tahun-tahun sebelumnya .Â
Sayangnya peningkatan produktivitas pertanian tersebut turut diiringi dengan peningkatan alih fungsi lahan di beberapa wilayah di Cilacap akibat meningkatnya kepadatan penduduk serta pengembagan kegiatan industri yang terbilang pesat. Keberadaan pengelolaan lahan berbasis agroforestry mampu menjadi alternatif dalam peningkatan produktivitas pertanian untuk menunjang ketersediaan pangan di masyarakat.
Agroforestry didefinisikan sebagai suatu sistem pemanfaatan lahan yang mengkombinasikan tanaman tahunan, pertanian dan peternakan pada lahan yang sama dengan tujuan untuk meningkatkan keuntungan ekonomi, sosial, maupun ekologi (Sumiati, 2011). Di Cilacap sendiri, penerapan sistem agroforestry sudah banyak dikembangkan di Kecamatan Majenang.
 Umumnya penerapan sistem agroforestry di Kecamatan Majenang berupa pengeloaan perkebunan dan pertanian yang dipadukan dengan tanaman hutan berupa kayu-kayuan pada satu lahan yang sama. Penerapan sistem ini tentu sangat cocok dikembangan lebih lanjut mengingat Cilacap menjadi kabupaten dengan kawasan hutan terluas di Jawa Tengah yaitu mencapai 231.851 hektar, yang tersebar baik di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah dan ditemukan pada wilayah dengan kepadatan penduduk yang sangat rendah sehingga cocok  dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian maupun perkebunan dengan tetap memperhatikan aspek konservasi pada suatu lahan.
Contoh penerapan dari agroforestry ini diantaranya berupa pemanfaatan suatu lahan dengan pembagian proporsi penanaman antara tanaman hutan dengan tanaman khusus pertanian maupun perkebunan yang ditanam dengan mempertimbangkan kondisi ekologi ,ekonomi hingga sosiokulutural masyarakat sekitar sehingga nantinya mampu menghasilkan komoditas pertanian dan perkebunan serta komoditas dari aktivitas perhutanan seperti produksi kayu-kayuan. Â
Kuswantoro et al. (2014) menyebutkan pendapatan rata-rata yang diperoleh petani dari sistem agroforestry kebun campuran di Kecamatan Majenang mencapai Rp 7.820.688 per tahun atau 76,37% dari nilai Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) yang harus dipenuhi oleh petani. Hal tersebut menunjukkan sistem agroforestry mampu mengoptimalkan produktivitas pertanian maupun perkebunan dengan tetap menjaga keberadaan hutan di kawasan sekitar sehingga meminimalisir terjadinya degradasi hutan dan alih fungsi lahan yang kerap terjadi. Sistem ini sekaligus mampu mengajak masyarakat sekitar untuk bersama --sama merestorasi kawasan hutan yang terancam rusak dengan mengelola hutan maupun lahan pertanian dan perkebunan secara bersamaan.
Akan tetapi penerapan agroforestry di Kecamatan Majenang masih terkendala beberapa hal seperti ketersediaan teknologi  yang belum memadai serta kurangnya sinergitas antara masyarakat dengan pemerintah karena belum adanya regulasi yang jelas terkait pengembangan sistem agroforestry tersebut.Â
Dalam kaitannya dengan perencanaan tata ruang, pengembangan sistem ini tentu perlu didukung dengan adanya regulasi yang jelas sebagai landasan hukum serta teknis pelaksanaan kegiatan sehingga berlangsungnya sistem agroforestry sesuai dengan kebijakan tata ruang yang berlaku. Sinergitas antara masyarakat dan pemerintah sangat diperlukan dalam hal ini baik dalam publikasi regulasi maupun partisipasi masyarakat terkait model regulasi yang diperlukan sehingga mampu menciptakan regulasi yang memiliki prespektif sosiokultural di kawasan tersebut.
Adanya sistem agroforestry tentu sangat efektif dalam pengembangan kegiatan penyediaan pangan melalui aktivitas pertanian maupun perkebunan serta mengatasi isu degradasi lahan maupun hutan secara efisien. Dengan peningkatan sinergitas  antara masyarakat maupun pemerintah nantinya sistem ini dapat berlangsung secara optimal dan memberikan dampak positif  bagi sektor pertanian di Kabupaten Cilacap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H