Mohon tunggu...
Bintang Anugrah
Bintang Anugrah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hi freshman students here, highly interested with economics and social issues.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebijakan Kenaikan Tarif PPN di Masa Pandemi: Apakah Efektif untuk Memulihkan Perekonomian Indonesia

4 Juni 2022   21:43 Diperbarui: 4 Juni 2022   22:02 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada bulan April lalu Pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dari yang sebelumnya 10% menjadi 11% . Hal ini sesuai dengan Undang – Undang 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan / UU HPP. Undang – Undang tersebut sebelumnya juga telah di sahkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 29 Oktober 2021, pada UU tersebut ditetapkan bahwa pada April 2022 akan naik sebesar 11% dan pada tahun 2025 akan naik sebesar 12% (BBC News Indonesia , 2022). Lalu sebenarnya mengapa pemerintah ingin menaikan tarif tersebut menimbang masih banyak sekali warga di Negara ini yang bersusah payah mendapatkan rupiah untuk bertahan hidup di keadaan pandemi seperti ini ?.

Seperti yang kita tahu bahwa Negara memiliki APBN yang tersusun dari pendapatan dan juga belanja. Salah satu instrument dari Pendapatan adalah pajak, dimana pajak menyumbang sekitar 80% dari total pendapatan yang ada di APBN. Di efektifkannya kenaikan tarif PPN ini dimaksudkan agar peningkatan  pendapatan Negara terhadap pajak naik, sehingga dapat memperbaiki APBN yang defisitnya melebihi 3% [1] pada beberapa tahun kebelakang dikarenakan pandemi (Tim Kontan, 2022). Selain hal tersebut kenaikan ini dimaksudkan agar terciptanya keadilan dalam pemungutan pajak, karena selama ini dinilai pajak masih kurang adil dikarenakan seluruh lapisan ekonomi masyarakat harus menanggung beban PPN yang sama (Kementrian Keuangan RI, 2022). Dengan pemberlakuan tarif PPN seperti ini diharapkan Masyarakat dengan jumlah konsumsi yang lebih banyak atau lebih eksklusif dapat menerima beban pajak yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat dengan tingkat konsumsi yang biasa.

Seperti yang telah disebutkan pada paragraph sebelumnya bahwa kebijakan ini melindungi warga dengan tingkat konsumsi rendah, maka kebijakan PPN ini tidak berlaku ke semua barang hanya beberapa saja. Berikut merupakan daftar barang yang tidak kena dan kena PPN 11 %

Barang dan Jasa Kena PPN 11 Persen

Pemberlakuan tariff 11% diberlakukan pada barang yang notabanenya digunakan untuk kaum yang notabanenya memiliki pendapatan yang lebih tinggi. Barang – barang yang termasuk ke dalam list meliputi barang elektronik (Laptop, TV, Mesin Cuci Piring, AC dan Alar rumah tangga yang lain), Pulsa dan tagihan internet (salah satu provider internet yang telah menerapkan hal ini adalah by.u dimana pada bulan April kemarin harga jual pulsa dan paket internet mereka telah naik sebesar Rp 200), Listrik dengan daya lebih dari 6600VA, produk tas dan berbagai macam produk lainnya.

Barang dan Jasa Bebas PPN 11 Persen

                        Barang yang bebas dari Tarif PPN 11% merupakan barang yang biasanya digunakan untuk kepentingan orang banyak seperti sembako, jasa – jasa umum, air bersih, dan listrik yang dayanya kurang dari 6600VA, mesin – mesin yang digunakan untuk bisnis UMKM, serta berbagai barang yang diperuntukan untuk masyarakat luas yang tidak di spesifikkan untuk suatu golongan tertentu.

Barang dan Jasa Tidak Dikenakan PPN

Pada umumnya barang yang tidak kena PPN  adalah barang yang dan jasa yang merupakan sumber pajak daerah seperti  pajak restoran, retribusi parker, dan berbagai   jenis penerimaan daerah lainnya.   (Faqir, 2022)

            Kebijakan yang pemerintah ambil saat ini tergolong kedalam kebijakan fiskal (karena menggunakan APBN didalamnya). Kebijakan fiskal sendiri terbagi menjadi dua yaitu kontraktif dan ekspansif, sedangkan focus pembahasan kali ini adalah kebijakan fiskal kontraktif. Disebut kebijakan fiskal kontraktif karena kenaikan tarif PPN ini merupakan salah satu upaya pengefektifan pajak guna mengontrol laju inflasi. Program ini diharapkan efektif untuk segera memulihkan perekonomian Indonesia yang sempat lesu dikarenakan pandemi beberapa waktu lalu, karena dengan pengefektifan pajak dapat menunjang berbagai pembangunan dan pemberian subsidi yang nantinya masyarakat juga akan menikmatinya. Dan kebijakan ini juga tidak memberatkan masyarakat kelas bawah karena hanya beberapa barang saja yang tarif PPN nya berubah menjadi 11%, karena pada dasarnya pajak dibuat untuk menjaga dan melindungi rakyat bukan untuk menyengsarakan rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun