Mohon tunggu...
Bintan Firdaus
Bintan Firdaus Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Psikologi UNISBA 2011

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Gangguan Identitas Gender (GIG): Hasil Bawaan atau Lingkungan?

27 Desember 2013   20:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:25 3244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Description: E:Dena-Rachman-1.jpg

“Kamu anak laki-laki atau perempuan?”, “Anda laki-laki atau perempuan”

Bagi hampir semua orang, bahkan mereka yang mengalami gangguan mental serius seperti Skizofrenia dapat menjawab secara langsung dan pasti “saya adalah laki-laki atau saya adalah perempuan”. Dan orang lain tanpa ragu-ragu juga akan menyetujui jawaban tersebut. Keyakinan diri kita sebagai laki-laki atau perempuan itu adalah identitas gender, yang tertanam sangat dalam sejak awal masa kanak-kanak sehingga apapun stress yang dialami pada satu atau lain waktu maka tidak akan merubah keyakinan terhadap gender mereka yakini. Identitas gender muncul berdasarkan anatomi gender. Pada kondisi normal, identitas gender akan sesuai dengan anatomi gender. Gangguan identitas gender terjadi karena identitas gender tidak sesuai dengan anatomi gender yang mereka miliki. Misalkan,  seorang laki-laki merasa terperangkap pada tubuh yang salah, secara fisik dia adalah seorang laki-laki namun secara psikologis dia merasa seorang perempuan yang feminim.

Gangguan ini biasanya terjadi sejak awal masa kanak-kanak, hal itu dihubungkan dengan banyaknya perilaku lintas-gender, seperti berpakaian seperti lawan jenisnya, dan melakukan permainan yang secara umum dianggap sebagai permainan lawan jenisnya (anak laki-laki bermain dengan boneka Barbie). Gangguan pada anak-anak biasanya teramati ketika anak berumur 2-4 tahun (Green &Blanchard, 1995), dan tampak enam kali lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan (Bradley & Sanikhani,1997)

Menurut APA (American Psychiatric Association, 2004) Prevalensi GIG tidak banyak, satu dari sekitar 30.000 laki-laki dan satu dari sekitar 100.000 perempuan. Artinya bahwa gangguan ini hanya sedikit. Namun di Indonesia kasus ini sering terjadi dan sering kita dengar, Kenapa?, karena pengaruh dari media televisi di Indonesia yang terlalu menggembor-gemborkan gangguan ini dikarenakan banyak kalangan artis yang mengidap gangguan ini seperti Olga, Dorce, dan yang masih hangat-hangatnya penyanyi cilik Rienaldi Rahman.

Sejak kecil, Dena Rahman mulai merasa tak nyaman dengan dirinya sendiri. Meski memiliki raga laki-laki, bathinya merasa ia adalah perempuan.

Dena Rachman dulu dikenal sebagai artis cilik dengan nama Reinaldi Rachman. Selain menyanyi, Reinaldi yang kelahiran 30 Agustus 1987 itu juga dikenal sebagai presenter dan bintang sinetron cilik. Namun setelah tak lagi menjadi artis, perlahan Reinaldi mulai menunjukkan jati diri sesungguhnya dan kemudian memilih untuk menjadi wanita dengan melakukan operasi kelamin. Ia pun mengganti nama menjadi Dena Rachman.

Banyak orang beranggapan bahwa gangguan ini adalah hasil dari bawaan lahir dan banyak pula orang beranggapan bahwa gangguan ini efek dari lingkungan, sehingga muncul pertanyaan “Apakah Gangguan identitas gender (GIG) hasil dari bawaan atau lingkungan?”

“Sebelum kita mengetahui apakah Gangguan Identitas Gender (GIG) hasil bawaan atau lingkungan, maka kita telaah melalui dari penyebab gangguan ini…”


  • Faktor Penyebab

1)Faktor-faktor biologis,

Secara spesifik, bukti menunjukan bahwa identitas gender dipengaruhi oleh hormon. Sebuah studi yang menunjukan poin ini dilakukan terhadap para anggota sebuah keluarga batih di Republik Dominika (Imperato McGinley dkk., 1974). Para peserta dalam studi ini tidak mampu memproduksi suatu hormon yang bertanggung jawab untuk membentuk penis dan skrotum pada masa pertumbuhan janin laki-laki. mereka lahir dengan penis dan skrotum yang sangat kecil mirip seperti lipatan bibir. Dua pertiga dibesarkan sebagai perempuan, namun ketika mereka memasuki pubertas dan kadar testosteronnya meningkat, organ kelamin mereka berubah, penis mereka membesar dan testikel mengecil menjadi skrotum. Sebanyak 17 dari 18 peserta kemudian memiliki identitas gender laki-laki.

2)Faktor-faktor Sosial dan Psikologis

Bagaimana dengan kemungkinan peran lingkungan? Banyak, sebagian besar anak kecil menunjukan perilaku lintas gender saat ini, dalam beberapa keluarga perilaku semacam itu dapat terlalu banyak mendapat perhatian dan penguatan dari orang tua. Hasil wawancara dengan orang tua yang anak-anaknya menunjukan tanda-tanda GIG berulang kali mengungkapkan bahwa mereka tidak mencegah, dan dalam banyak kasus jelas mendorong perilaku memakai pakaian lawan jenis pada anak-anak mereka yang tidak normal. Misalkan pada anak laki-laki yang feminim, banyak ibu, bibi, dan nenek yang menganggap lucu bila anak laki-laki memakai pakaian, sepatu hak tinggi milik ibunya, dan sangat sering mereka mengajari si anak cara memakai rias wajah. Dalam album foto keluarga pada umumnya terdapat foto-foto anak laki-laki yang memakai pakaian perempuan. Reaksi semacam itu yang diberikan oleh anggota keluarga terhadap anak yang tidak normal secara biologis mungkin berkontribusi besar dalam konflik antara anatomi jenis kelamin dengan identitas gendernya (green, 1974; Zuckerman & Green, 1993).

Satu faktor yang dapat berkontribusi terhadap pola perilaku orangtua semacam itu adalah daya tarik si anak . anak laki-laki yang mengalami GIG memiliki tingkat daya tarik yang lebih besar daripada anak-anak lain yang seusianya, sedangkan anak-anak perempuan yang mengalami GIG kurang memiliki daya tarik (Fridell dkk, 1996; Zucker dkk., 1993). Selain itu, para laki-laki yang mengalami GIG menuturkan bahwa mereka tidak memiliki hubungan dekat dengan ayah mereka, sedangkan para perempuan menuturkan riwayat penyiksaan fisik atau seksual (Bradley & Zuckerman, 1997)

Suatu hipotesis awal menyatakan bahwa perilaku feminim yang menetap pada anak laki-laki didorong oleh si ibu yang sebelum si anak lahir, sangat ingin memiliki anak perempuan.

Lalu,  “Apakah terdapat kriteria-kriteria dari gangguan ini?”

Sekedar memberi wawasan, inilah kriteria-kriteria yang menunjukan seseorang individu dapat dikatakan seorang pengidap Gangguan Identitas Gender:

Menurut DSM-IV TR, terdapat 6 kriteria seseorang dapat dikatakan sebagai pengidap gangguan ini, Diantaranya :

1.Identifikasi yang kuat dan menetap terhadap lawan jenis

2.Pada anak-anak, terdapat empat atau lebih dari ciri, yaitu :

A.Berulangkali menyatakan keinginan untuk menjadi atau memaksakan bahwa ia adalah lawan jenisnya.

B.Lebih suka memakai pakaian lawan jenis.

C.Lebih suka berperan sebagai lawan jenis dalam bermain atau terus menerus berfantasi menjadi lawan jenis.

D.Lebih suka melakukan permainan yang merupakan stereotip lawan jenis.

E.Lebih suka bermain dengan teman-teman dari lawan jenis.

3.Pada remaja dan orang dewasa, symptom-simptom seperti keinginan untuk menjadi lawan jenis, berpindah ke kelompok lawan jenis, ingin diperlakukan sebagai lawan jenis, keyakinan bahwa emosinya adalah tipikal lawan jenis.

4.Rasa tidak nyaman yang terus-menerus dengan jenis kelamin biologisnya atau rasa terasing dari peran gender jenis kelamin tersebut.

A.Pada anak-anak, terwujud dalam salah satu hal diantaranya :


  • pada laki-laki, merasa jijik dengan penisnya dan yakin bahwa penisnya akan hilang seiring berjalanya waktu, tidak menyukai permainan stereotip laki-laki,
  • pada perempuan, menolak untuk buang air kecil dengan cara duduk, yakin bahwa penis akan tumbuh, merasa tidak suka dengan payudara yang membesar dan menstruasi, merasa benci/tidak sukaterhadap pakaian perempuan yang konvensional.

B.Pada remaja dan dewasa, terwujud dalam salah satu hal, keinginan kuat untuk menghilangkan karakteristik  jenis kelamin sekunder melalui ppemberian hormone atau operasi, yakin bahwa ia dilahirkan dengan jenis kelamin yang salah.

5.Tidak sama dengan kondisi fisik antar jenis kelamin.

6.Menyebabkan distress atau kendala dalam fungsi social dan pekerjaan.

“Bagaimana padangan Psikologi mengenai gangguan ini?”

Berdasarkan perspektif teori psikologi, terdapat dua teori yang akan memberitahukan penyebab dari gangguan ini :

1)Psikodinamika, Pendekatan psikodinamika menyatakan bahwa gangguan ini terjadi karena faktor kedekatan hubungan ibu dengan anak laki-laki yang sangat ekstrim; hubungan yang renggang antara ibu dan ayah; ayah yang tidak ada atau jauh dari anaknya.

2)Behavioral, Pendekatan ini menekankan bahwa ketidakhadiran ayah yang menjadi tokoh panutan menyebabkan anak laki-laki tidak belajar menjadi sosok laki-laki. Orangtua yang mengharapkan anaknya adalah sosok dari gender yang berbeda, lalu mendorong anaknya dengan cara berpakaian atau pola bermain dari gender yang berlawanan, juga dapat menyebabkan seorang anak mengalami gangguan ini.

“Contoh kasus”

Joan-John : bawaan atau lingkungan ?

Pada tahun 1965, Linda Thiessen melahirkan bayi kembar laki-laki. Tujuh bulan kemudian, ia menemukan kulit diujung penis kedua bayinya menutup sehingga mereka sulit buang air kecil. Dokter anak yangmerewat si kembar  merekomendasikan agar keduanya disunat untuk memperbaiki kondisi tersebut. Meskipun demikian, entah karena masalah peralatan atau kesalahan dari sang dokter bedah, penis john salah satu dari kembar tersebut menjadi rusak. Walaupun keluarga Thiessen berkonsultasi dengan beberapa dokter, tidak satu pun yang memberikan harapan untuk memulihkan penis john melalui operasi.

Pada bulan Desember 1966, keluarga Thiessen menemui dokter John Money dari John Hopkins University yang ahli dalam operasi perubahan kelamin bagi para transeksual. Money memberikan saran untuk mengubah  jenis kelamin john menjadi joan adalah jalan yang paling terbaik, kemudian disetujuilah oleh keluarga Thiessen.

Beberapa tahun kemudian, Money mulai membahas kasus tersebut dengan para professional kesehatan dengan menggambarkannya sebagai keberhasilan total dan menggunakannya sebagai keberhasilan total bahwa identitas gender ditentukan oleh lingkungan.

Namun, fakta-fakta mengungkapkan  hal yang sebaliknya.  Dua peneliti yang berhasil menemukan joan beberapa tahun kemudian mewawancarainya beserta  orang tuanya, dan menemukan gambaran yang sangat berbeda dari yang dilukiskan Money, gambaran tersebut menunjukan bahwa terdapat pengaruh biologis yang kuat terhadap identitas gender.

Meskipun joan diinstruksikan berperilaku feminim, orang tua joan menuturkan bahwa joan berperilaku sangat kelaki-lakian. Selama usia prasekolah sampai masa sekolah , aktivitas permainannya sangat maskulin. Pada usia 11 tahun, tiba saatnya untuk memulai perawatan dengan hormon perempuan untuk mendorong pertumbuhan payudara dan karakteristik feminism lain. Namun joan enggan menolak mengkonsumsi hormon estrogen dan menolak untuk menjalani operasi vaginanya agar lebih feminim. Pada umur 14 tahun, joan memutuskan untuk berhenti menjalani hidup sebagai perempuan. Ia memakai pakaian laki-laki dan masuk ke sekolah menengah teknik. Karena melihat penolakan joan untuk menjalani operasi dan hidupnya yang penuh distress berat, para dokter yang menangani joan akhirnya merekomendasikan untuk menceritakan hal yang sebenarnya kepada joan. Setelah joan mengetahui kejadian yang sebenarnya, ia langsung memutuskan untuk melakukan apa pun yang mungkin dilakukan  untuk memutar balik efek penanganan terdahulu dan mengubah namanya kembali menjadi John. Ia mengonsumsi hormon laki-laki, menjalani operasi untuk membuang payudaranya, dan menjalani operasi pemasangan penis buatan. Pada usia 21 tahun, John menjalani operasi berikutnya untuk memperbaiki penis buatan tersebut, dan pada usia 25 tahun ia menikahi seorang perempuan.

Saat ini masih belum ada yang dapat menyimpulkan mengenai penyebab munculnya gangguan identitas gender: bawaan atau lingkungan? Walaupun terdapat beberapa data tentatif bahwa gangguan tersebut disebabkan oleh faktor biologis, yaitu hormon, namun data yang tersedia tidak dapat mengatribusikan munculnya gangguan identitas gender hanya kepada hormon (Carroll, 2000). Faktor biologis lain, seperti kelainan kromosom dan struktur otak, juga tidak dapat memberikan penjelasan yang konklusif.

Menurut pendapat penulis yang sedikit tahu tentang teori psikologi, Sebenarnya, faktor lingkungan yang lebih banyak mempengaruhi pembentukan gangguan ini dibandingkan faktor biologis. Pola asuh orang tua, pemberian penguatan yang salah, serta proses salah belajar terhadap panutan yang membuat terbentuknya gangguan ini.

Lalu… “Bagaimana pencegahan dari gangguan ini?”


  • Prevensi

1.Prevensi Primer, Prevensi primer merupakan aktivitas yang didesain untuk pencegahan gangguan sebelum gejala-gejala dari gangguan itu muncul. Pada gangguan identitas gender ini, pola asuh orang tua lah yang sangat berperan besar dalam pencegahan (GIG) dan terdapat peran aktif dari kedua orang tua dalam keluarga, bagaimana orang tua baik ayah ataupun ibu dapat menjadi panutan bagi sang anak. Pada masa kanak-kanak kehadiran orang tua sangat berpengaruh pada perkembangan anak.

2.Prevensi Sekunder, pencegahan yang dilakukan adalah bagaimana orang tua mengantisipasi secara efektif dalam menjaga anak-anaknya dari gejala-gejala gangguan identitas gender.

3.Prevensi Tersier, Pencegahan tersier dilakukan setelah gangguan muncul, pencegahan ini lebih melibatkan penanganan yang tepat kepada pasien dengan maksud mencegah gangguan menjadi kronik. Salah satunya adalah dengan menggunakan terapi hormon.

Nah Sekarang, “Bagaimana jika seseorang sudah terlanjur mengidap gangguan ini? Kemudian apa langkah selanjutnya?”

Biasanya salah satu caranya adalah dengan menggunakan terapi


  • Terapi

Kita beralih ke berbagai intervensi yang ada untuk membantu orang-orang yang mengalami gangguan identitas gender. Intervensi tersebut terdiri dari dua tipe utama. 1). Berupaya untuk mengubah tubuh agar sesuai dengan psikologi orang yang bersangkutan 2). Berupaya mengubah psikologi agar sesuai dengan tubuh orang yang bersangkutan.

1)Perubahan tubuh

Orang yang mengalami GIG yang mengikuti program yang mencakup perubahan tubuh umumnya diminta untuk menjalani psikoterapi selama 6 sampai 12 bulan dan hidup sesuai gender yang diinginkan. Terapi umumnya tidak hanya memfokuskan pada kecemasan dan depresi yang mungkin dialami orang yang bersangkutan, namun juga pada berbagai pilihan yang ada untuk mengubah tubuhnya. Contohnya, beberapa orang yang mengalami GIG dapat memilih untuk hanya menjalani operasi plastik, (seorang transeksual laki-laki ke perempuan dapat menjalani elektrolisis untuk menghilangkan bulu-bulu di wajah dan operasi untuk mengecilkan pipi dan jakun). Dan banyak pula yang mengonsumsi hormon agar tubuh mereka secara fisik lebih mendekati keyakinan gender mereka.

2)Operasi perubahan kelamin

Operasi perubahan kelamin adalah operasi yang mengubah alat kelamin yang ada agar lebih sama dengan kelamin lawan jenisnya.operasi perubahan kelamin pertama kali dilakukan di Eropa pada tahun 1930. Untuk saat ini, perubahan kelamin antara perempuan ke laki-laki lebih sulit di bandingkan laki-laki ke perempuan, di karenakan penis yang dibuat melalui operasi berukuran kecil dan tidak mengalami ereksi normal sehingga dibutuhkan alat bantu buatan untuk melakukan hubungan seksual.

Mereka yang mengalami gangguan identitas gender secara umum mengalami kecemasan dan depresi. Tidak mengherankan mengingat dilema psikologis yang mereka hadapi dan sikap melecehkan sebagian besar orang terhadap mereka.  Jadi semoga bermanfaat untuk pembaca agar setidaknya kita bisa mengurangi masalah mereka…

Semoga bermanfaat… :D

Daftar Pustaka

Davison, G.C. ; Neale. J.M. ; Kring, A.M. (2006). Psikologi Abnormal (Edisi ke-9). Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.

Nevid, J.S; Rathus, S.A; Greene, B.A. (2000) . Abnormal Psychology In A Changing World (4th edition). New Jersey : Prentice Hall.

Nama   : Bintan Firdaus

NPM   : 10050011138

Kelas   : C

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun