Mohon tunggu...
Bing Sunyata
Bing Sunyata Mohon Tunggu... Teknisi - Male

Pekerja di sebuah industri percetakan kertas (packaging) Tanggal lahir yang tertera disini beda dengan yang di KTP, begitu juga dengan agama. :) Yang benar yang tertera disni. Mengapa KTP tidak dirubah ? Satu aja ..., malas kalau dipingpong.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Satu di Antara Seribu Jalan

4 Januari 2017   22:44 Diperbarui: 5 Januari 2017   11:42 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kalau melihat di peta kota/kabupaten/desa, akan kita temui banyak sekali jalan di sana. Jalan-jalan itu bukan pelesir. Kalau pelesir namanya "jalan-jalan". :D Sekalipun saat kita menelusuri jalan-jalan itu kita bisa juga melakukannya sambil berpelesir.

Sekalipun itu sama-sama merupakan jalan, arah yang dituju tidak selalu sama. Karena itu ... bila tidak mengenal medan, tanya kepada orang medan atau beli petanya. :) Ooops ... lagi kumat becanda. :D Diulangin lagi ... karena itu ... bila tidak mengenal medan, jangan malu untuk bertanya. Atau beli peta. Atau pakai GPS (Global Positioning System), walau beberapa daerah ada juga yang mengeluh kurang akurat Mungkin si GPS 'mikir kita sedang berjalan kaki, sehingga tidak ada kendala meski jalan yang akan ditempuh itu cuma satu arah dan berkebalikan pula. 

Itu kalau jalan raya, atau jalan tikus, atau jenis jalan lainnya (tetapi lain dengan jalannya orok, yah :D). Tetapi bagaimana dengan jalan yang "itu" ?

Jalan yang ku tempuh ini aneh sekali
Sepertinya dibangun tanpa memakai rancangan
Terkadang terpikir siapa ya konstruktornya
Karena tampak amburadul

Waktunya turun, ia naik
Waktu dirasa seharusnya naik, kok malah belok
Belum lagi kualitas jalannya ...
Penuh lubang, bahkan hingga setinggi kepala

Dikala senggang ku berhenti
Menata nafas yang telah 'ngos-'ngosan
Meski tidak sedang berlari
Dalam lomba jarak 100 meter

Menengadah ... minum air hujan yang turun
Sebagai pereda rasa haus
Sembari begitu kutengok jalan itu
Jalan derita

Banyak sekali semak dan rumput
Menumbuhi kembali jalan itu
Jadi terpikir meski tak merintangi
Bagaimana kiranya nanti orang akan menemukannya

Dan kulayangkan pandanganku
Ke sebuah jalan lainnya
Tampak mulus, lurus
Terang disinari cahaya buatan

Tetapi apa yang terjadi disana
Terlihat banyak orang berkerumun
Oh ternyata ada tabrakan
Dan tampak korban bergelimpangan

Kutengadahkan kepalaku lagi
Kubuka mulutku menampung air hujan itu
Dan ku pun beringsut melanjutkan perjalanan lagi
Di jalan ini

Malang, 4 Januari 2017.

Peeeace 4 all

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun