Mohon tunggu...
Khalishah Nabila Firdaus
Khalishah Nabila Firdaus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saya merupakan seseorang yang menyukai karya fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Mengkolaborasikan Adab dan Ilmu dalam Retorika Dakwah

25 Juni 2024   21:11 Diperbarui: 25 Juni 2024   21:36 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Sebagai disiplin ilmu, dakwah dan retorika seharusnya bersifat netral, dikembangkan berdasarkan prinsip ilmiah tanpa dipengaruhi oleh faktor lain seperti adab. Namun, dalam praktiknya, kedua ilmu ini memiliki dimensi adab, yang artinya meskipun netral, tetap harus mempertimbangkan kebenaran dan dampaknya. Ini menunjukkan bahwa ilmu dakwah dan retorika terkait erat dengan adab yang berasal dari ajaran agama dan budaya.


Oleh karena itu, penting untuk mengintegrasikan adab dengan ilmu dalam retorika dakwah. Prinsip ini sejalan dengan pemikiran bahwa ilmu tidak hanya untuk ilmu itu sendiri, melainkan untuk kebaikan dan kemudahan hidup manusia di dunia dan akhirat. Ilmu harus melayani kemanusiaan, di mana adab berperan penting.

Secara praktis, retorika dakwah bukan hanya soal berdakwah dengan efektif dan menarik, tetapi juga melibatkan kesopanan, keramahan, dan moral yang baik. Dakwah pada dasarnya bersifat subjektif, dogmatis, dan penuh nilai. Retorika awalnya merupakan budaya yang berkembang menjadi seni berbicara, kemudian menjadi pengetahuan, dan akhirnya diakui sebagai ilmu. Pada tahap tertinggi ini, retorika harus disertai adab. Budaya, seni, pengetahuan, dan ilmu manusia harus dipadukan dengan adab.

Hal yang sama berlaku untuk dakwah. Mulai dari ajaran agama, berkembang menjadi pengetahuan melalui pengalaman, dan akhirnya menjadi ilmu dakwah yang harus disertai adab. Dalam berdakwah, kesopanan, keramahan, dan akhlak seorang dai sangat penting.

Menggabungkan adab dan ilmu dalam retorika dakwah membawa dua implikasi utama. Pertama, menghapus komodifikasi dakwah, yang menjadikan dakwah sebagai barang dagangan yang sering kali bersembunyi di balik profesionalisme dan manajemen. Dai yang berilmu dan beradab menolak komodifikasi dakwah.

Dai dan mitra dakwah tidak boleh menjadikan dakwah sebagai bisnis, tetapi boleh mengajarkan tentang bisnis, karena banyak nabi, sahabat, dan ulama yang berprofesi sebagai pedagang. Dai harus menghidupkan dakwah, bukan menggantungkan hidup dari dakwah.

Kedua, menggabungkan adab dan ilmu dalam retorika dakwah akan membuat dai menjadi profesional sejati. Profesionalisme tidak diukur dari ketenaran, memiliki manajer, atau mendapatkan bayaran, melainkan dari adab dan ilmu dalam berdakwah dan beretorika.

Profesionalisme tidak berarti tidak memiliki pekerjaan lain sebagai dai. Dai boleh bekerja di bidang apapun tanpa meninggalkan profesionalisme. Seorang dai profesional adalah yang sepenuh hati menghayati dan mengamalkan apa yang dikatakannya berdasarkan adab dan ilmu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun