Mohon tunggu...
Bima Marzuki
Bima Marzuki Mohon Tunggu... Journalist -

Public Relations Specialist - Ex TV Journalist (Kompas, RCTI, Berita 1, TV7)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kenapa Traveloka "Dibully"?

27 Desember 2017   16:01 Diperbarui: 27 Desember 2017   21:42 1214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Traveloka dibully di media sosial lewat ajakan boikot dengan melakukan uninstall aplikasi tersebut. Tanya kenapa? Sebagian orang mungkin akan menjawab; "makanya jangan main-main dengan mayoritas" dan kubu seberang balas menjawab; "itu kan hoax"

Padahal bukan itu. Traveloka dibully di media sosial lewat ajakan boikot karena mereka kurang mendengarkan suara publik. Komunikasi, yang jadi makanan sehari-hari seorang PR Profesional bukan cuma proses berbicara ke audiens yang dituju. Tapi komunikasi yang baik selalu dimulai dengan mendengarkan secara baik pula. Dengan mendengar, komunikator bisa meracik "ramuan komunikasi" yang cocok untuk audiensnya.

Masalahnya banyak perusahaan teknologi yang sedang tumbuh jadi besar, lebih senang berbicara ketimbang mendengar. Ketidakmauan untuk mendengar ini, akhirnya berkembang menjadi krisis yang menyerang mereka.

Kasus skandal pelecehan seksual UBER misalnya, dimana pada Februari 2017 mantan karyawan UBER bernama Susan Flower curhat di blognya berjudul Reflecting On One Very, Very Strange Year At Uber,bercerita tentang pelecehan seksual yang ia terima dari bosnya selama jadi karyawan UBER. 

Di tahun pertamanya, Susan Flower mengadukan ke HRD tentang pelecehan seksual yang ia alami, dan pihak HRD berkali-kali mengabaikannya. Ternyata ia bukan satu-satunya karyawan wanita UBER yang menerima pelecehan seksual dari atasannya, dan bukan satu-satunya yang diabaikan oleh HRD.

Tidak sampai 24 jam, tulisan ini menjadi sasaran empuk kritikan media online sepeti The New York Times, The Guardian, Mashable, Huffington Post dan CNN. Hujan kritikan dan cemoohan dari media dan publik internasional berlanjut sampai Juni 2017, membuat pemegang saham meminta CEO dan pendiri UBER - Travis Kalanick mundur dari jabatannya.

Hasil screenshot pencarian google
Hasil screenshot pencarian google
Di dalam negeri ada krisis Grab Indonesia yang jadi viral setelah ratusan mitra driver Grab berunjuk rasa pada akhir Juni 2017. Mereka kesal karena lamanya mencairkan saldo uang elektronik dan akunnya dibekukan secara sepihaknya, membuat mereka gagal meraih insentif lebaran yang jumlahnya bisa belasan juta rupiah per orang. 

Sebelum unjuk rasa berlangsung dan berubah menjadi konsumsi media nasional, saya sudah dengar keluhan para driver Grab 2-3 minggu sebelumnya. Saya dengar langsung cerita dari 3-4 mitra driver yang berbeda, dan juga menemukan banyak curhat di media sosial dari mitra driver yang merasa dipersulit mencairkan uangnya. 

Manajemen Grab (terlihat) memilih tidak mendengar keluhan para mitranya. Bahkan setelah unjuk rasa kedua tanggal 27 Juni melibatkan sekitar seribu orang (sumber: Kompas), manajemen baru merespons tanggal 6 Juli atau sembilan hari kemudian, setelah media terlanjur mengupas dan menayangkan berbagai cerita negatif dari para driver mitra. Pernyataan dalam konferensi pers 6 Juli dimana manajemen menyatakan driver yang dibekukan adalah mereka yang curang, tidak meredakan isu, malah seperti menyiram bensin ke api unggun. Tidak ada emphaty dari manajemen. 

Hasilnya, saat ini banyak iklan Grab di Instagram yang mengajak publik menjadi mitra driver Grab, dibully oleh (yang diduga) mantan atau masih aktif sebagai mitra Grab, bercerita bagaimana mereka dicurangi oleh manajemen dalam hal pencairan uang.

Kembali ke Traveloka, yang dibully dengan #uninstallTraveloka di Twitter setelah ada isu bahwa pendiri Traveloka ikut walkout saat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berpidato di acara ulang tahun Kanisius di Jakarta. Bagi sebagian orang (termasuk saya) yang mengutamakan kemudahan yang ditawarkan aplikasi Traveloka, ajakan boikot ini seperti angin lewat Tapi sayangnya, tidak semua masyarakat menilai sebuah produk dari cuma dari fungsi dan kegunaannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun