Mohon tunggu...
Titin Rahmawati
Titin Rahmawati Mohon Tunggu... Perawat - Jarang pake sendok

married

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jukih Ingin Punya Sandal

4 Januari 2012   17:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:19 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sudah sepantasnya asuransi kesehatan masyarakat ala pemerintah mengcover juga biaya berobat ke psikiater untuk rakyat miskin. Sebab penyakit kleptomania mewabah dimana2. Tidak bisa dibedakan antara orang yang mencuri karena terdesak kemiskinan hidup, atau hanya memiliki gangguan jiwa mencuri barang orang lain.

Kasus yang menimpa Ali, bocah 15 tahun yang kencingnya belum lurus itu telah menggugah hati banyak orang. Bagaimana tidak, Ali dituduh mencuri sandal kepunyaan seorang tentara. Sandal butut murahan yang bahkan tidak muat dikaki pak tentara. Hal ini juga menggelitik hati pak Bahri, seorang aktivis pembela hak anak. Beliau dengan lebaynya menggagas program '1000 sandal untuk pak tentara'. Dan masyarakat sekitarpun tidak kalah lebay antusiasnya mengetahui hal ini. Mereka membongkar gudang dan loteng hanya untuk mencari sandal butut sebutut2nya yang tidak layak pakai lagi.

Ada juga beberapa orang kaya yang ikut menyumbang. Tidak tanggung2, mereka menyumbang sandal mahal yang baru dibeli di mall. Tentunya setelah didiskon 90%. "Pak Bahri, tolong nama saya diumumkan sebagai penyumbang sandal baru yang mahal ini ya pak", pesan seorang ibu yang lebih mirip toko emas berjalan. Pak Bahri hanya bisa menggeleng2kan kepalanya saja.

***

Kecemburuan sosial tidak dapat dihindarkan. Terutama dari sesama korban hukum akibat kasus pencurian sepele. Nenek Maling kakao mengeluh, "Kenapa pada kasus saya, semua orang hanya prihatin. Tidak ada yang bertindak mengumpulkan 3 ribu biji kakao untuk membela saya". Nenek maling piring juga ikut mengeluh, karena tidak ada gerakan 1000 piring untuk membela dia.Yang ada hanya gerakan mencuci piring yang digagas oleh produsen sabun cuci, itupun tidak ada kaitan sedikitpun dengan kasus yang Nenek Maling Piring alami.

"Halah, nenek2 sekalian. Kebetulan si Ali itu nyolongnya sandal milik tentara. Kalian tau kahn sentimennya rakyat ini terhadap aparatur negara" sahut Nenek Bimy. "Saya curiga nih, jangan2 masyarakat membenarkan perbuatan si Ali karena yang jadi korban adalah tentara" lanjutnya. Kedua nenek lain hanya manggut2 dan memandang Nenek Bimy dengan kagum karena di usia yang telah senja, Nenek Bimy tetap terlihat unyu.

***

Lain lagi dengan Jukih, remaja 15 tahun yang kencingnya sudah lurus ini, tidak miskin menurut pemerintah karena orangtuanya bisa mengumpulkan uang 7 ribu per hari. Anehnya, keluarga tidak miskin ini tidak mampu membelikan sandal untuk Jukih. Jukih keluar rumah hanya bertelanjang kaki alias nyeker.

"Mak, bolehkan Jukih nyolong sandal di rumah Pak Tentara?" tanya Jukih. Mendengar hal itu, emak kaget dan menasehati Jukih bahwa meskipun miskin, pantang baginya untuk mencuri. "Emak jangan khawatir, Jukih akan berhati2. Jikalau Jukih tertangkap, akan banyak orang yang nyumbang sandal untuk belain Jukih. Tuh, lihat di posko bapak siapa itu, yang aktivis anak. Mereka ngumpulin sandal buat belain maling mak" kata Jukih lagi dengan berapi2. Emak hanya diam, dan bagi Jukih itu adalah tanda persetujuan.

Dengan modal nekad dan restu dari orang tuanya, Jukih mengendap2 di rumah pak tentara. Melihat sandal merek Andong itu, tak kuasa Jukih menahan riak gembira yang meluap dari hatinya. Tetapi ketika Jukih menyentuh sandal itu, tiba2 punggungnya dipukul dengan kayu. Jukih serta merta ambruk. "Mampus lo maling tengik! Kecil maling, besar jadi apa lu!" bentak pak tentara dengan suara yang diperkecil sedemikian rupa.

"Papah, ini maling mau kita apakan?" tanya istrinya. "Psst! Bu! Nanti maling kecil ini saya timbun hidup2 dibelakang rumah. Sudah terlanjur basah saya pukulin anak ini. Bentar lagi juga mampus. Saya hilangkan jejak, supaya wartawan tidak memblow-up kasus ini". Jukih mendengar itu semua sebelum segalanya gelap total.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun