Sering sekali kita menemukan anggapan bahwa perawat di Rumah Sakit itu tidak baik, judes, jutek, dsb. Sedangkan dari kalangan perawat sendiri justru mengungkapkan bahwa pasien dan keluarganya cerewet, rewel, tidak patuh aturan rumah sakit, dsb. Sebenarnya untuk menjembatani hubungan perawat - pasien (dan keluarganya) adalah komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang bertujuan untuk mengembangkan hubungan perawat - pasien yang akan meningkatkan iklim psikologi yang kondusif dan memfasilitasi perkembangan dan perubahan yang positif pada diri pasien.Â
Contoh paling sederhana adalah saat mengganti cairan infus.
Mengganti cairan infus adalah tugas yang mungkin paling sering dilakukan oleh seorang perawat. Cairan infus yang digunakan dan kecepatannya bermacam jenis sesuai indikasi yang terjadi pada pasien. Pada umumnya, kecepatan tetesan infus di setel 20 tetes/menit. Untuk pasien dengan gangguan jantung atau ginjal, tetesan infus disetel 10 tetes/menit atau bisa lebih lambat. Untuk pasien dengan shock atau dehidrasi berat, kecepatan tetesan infus di setel lebih cepat 30 tetes/menit atau sampai kecepatan maksimal tetesan. Kecepatan tetesan infus juga dipengaruhi oleh jarum yang digunakan untuk memasang infus, jenis selang infus yang digunakan, juga estimasi waktu cairan habis. Penulis hanya menjelaskan sekilas tentang tetesan infus ini untuk memberi gambaran.Â
Pada suatu hari yang cerah, seorang keluarga pasien memanggil perawat dan berkata, "Mbak, infusnya sudah habis". Perawat terkaget-kaget karena estimasi cairan harusnya habis dalam 8 jam, 5 jam sudah habis. Setelah diselidiki, terungkaplah bahwa keluarga pasien yang mengatur tetesan infus karena dalam pikiran mereka jika cairan infus cepat habis, pasien cepat sembuh dan dibawa pulang. Perawat yang mengetahui ini menjadi berang, berkata dengan nada tegas (dan terdengar garang di telinga pasien) bahwa cairan infus tidak boleh diatur-atur sendiri oleh keluarga karena bisa menyebabkan efek buruk seperti penumpukan cairan pada pasien. Sejak saat itu keluarga pasien tidak lagi mengatur cairan infus sekena hati, namun pandangan mereka terhadap perawat jadi sangat buruk.
Dari ilustrasi di atas, siapakah yang salah?
Kedua pihak yaitu perawat dan pasien sama-sama harus berbenah. Sangat terlihat bahwa kurangnya komunikasi menyebabkan kesalahan yang bisa merugikan pasien. Jika perawat menjelaskan dahulu saat memasang infus tentang indikasi dan kecepatan tetesan infus, tentu keluarga tidak akan melakukan tindakan sesuka hatinya. Begitu pula pasien, seharusnya bertanya dulu jika ada prosedur medis yang tidak dimengerti ataupun mau melakukan tindakan apapun kepada pasien yang berhubungan dengan terapinya. Komunikasi adalah hal yang sederhana, tapi jarang dilakukan.Â
Komponen-komponen dalam komunikasi terapeutik ada banyak, yaitu memanggil nama pasien, menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, komunikasi secara tepat dan benar, mendengarkan dan menampung, mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya, dan meluangkan waktu untuk berbicara jika ada kesempatan. Jika memang situasi kurang mendukung untuk melakukan itu semua, setidaknya lakukanlah beberapa poin saja.Â
Pasien dan keluarga juga harus instropeksi diri. Sudahkah mematuhi peraturan rumah sakit, mematuhi instruksi dokter, memberi kepercayaan kepada perawat untuk melakukan tugasnya, dan mendukung pasien untuk kesembuhannya. Setiap aksi ada reaksi. Bisa jadi perawatnya galak karena keluarga sebelumnya lebih galak lagi.Â
Mendengarkan cerita satu pihak mungkin menyenangkan, tapi alangkah baiknya jika mencari fakta melalui sudut pandang berbeda. Masing-masing pihak akan membela diri, mengatakan dirinya benar. Tapi pada kenyataannya kebenaran itu satu, bisa jadi salah satunya benar dan bisa jadi keduanya salah. Mari sama-sama membenahi diri. Semoga rakyat Indonesia sehat selalu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H