Ciri umum perawat yang dikenal masyarakat secara fisik adalah mereka yang berbaju putih dan setiap hari ada di rumah sakit walaupun hari libur dan tanggal merah. Secara psikologis mereka pun sama seperti manusia pada umumnya, ada yang baik hati, pintar, ramah, penuh kasih sayang, ada pula yang jutek, sombong, kurang cakap, dll. Seringkali muncul stigma perawat adalah petugas medis yang bodoh, karena tidak dapat menjawab pertanyaan paling umum dari seorang pasien/ keluarga pasien yaitu : Saya/dia sakit apa?
Contoh kasus : seorang pria berusia 60 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri hebat pada kepala, kaku pada bagian kuduk, merasa tidak ada tenaga dan tidak bisa tidur. Diketahui pasien suka menyantap kari kambing dan minum kopi lebih dari tiga gelas setiap hari. Saat dilakukan pemeriksaan tekanan darah, didapat hasil 220/180 mmHg (batas normal 120/80 mmHg). Keluarga menanyakan kepada perawat tentang penyakit yang dialami pasien. Perawat mempersilakan keluarga untuk menunggu penjelasan dari dokter. Keluarga berang dan memaki perawat bodoh
Perlu diketahui, setiap petugas medis mempunyai kewenangan tersendiri dan tidak dapat dicampur-campur. Dalam kasus diatas, perawat bisa saja menjawab berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang dilakukannya. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa pasien menderita penyakit tekanan darah tinggi (hipertensi), namun perawat tidak mempunyai wewenang untuk mengatakan bahwa pasien adalah penderita hipertensi. Hipertensi adalah diagnosa medis, dan dokter lah yang berhak untuk mengeluarkan diagnosa medis.
Lalu apakah yang perawat lakukan?
Disini lah menurut saya uniknya profesi keperawatan. Tugas utama perawat bukanlah memasang infus, mengambil darah, mengatur obat, dll. Perawat mempunyai tugas untuk merawat pasien. Jika hanya sekedar merawat, tentu bisa dilakukan di rumah dan tidak harus perawat yang melakukannya. Perlu diketahui, setiap tindakan yang perawat lakukan mempunyai dasar ilmu yang kuat. Memandikan? Semua orang bisa, tetapi perawat mempunyai teknik khusus bagaimana hanya dengan memandikan membuat pasien merasa lebih baik. Melipat sprei, memasang sprei, juga perawat punya teknik khusus. Mengganti popok pasien yang tidak bisa bergerak pun punya tekniknya. Itulah keperawatan. Ia mengubah hal yang bisa dilakukan semua orang menjadi sesuatu yang mempunyai efek terapeutik, atau bisa dikatakan hal sederhana yang perawat lakukan bisa menjadi sesuatu yang membantu pasien untuk sembuh berdampingan dengan pengobatan dari dokter.
Terdapat pula keluhan masyarakat bahwa perawat tidak mau melakukan pekerjaan-pekerjaan "rendahan" seperti memasang sprei, membuang kencing dari kantong kateter, dll. Perawat hanya melakukannya sekali, setelahnya perawat menyuruh keluarga pasien untuk melakukannya. Benarkah tindakan perawat tersebut? Tentu saja benar dengan alasan tersendiri. Perawat melakukan pekerjaannya sekali dan sisanya disuruh keluarga untuk melakukan dengan harapan keluarga tidak menjadi tergantung pada perawat. Keluarga menjadi mandiri dalam merawat pasien dan mampu melanjutkan perawatan untuk sang pasien sampai pulang ke rumah nanti. Ini pun meringankan tugas perawat karena banyak pasien yang harus dirawat.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan. Menjadi perawat yang pintar bukan dengan cara menyerobot wewenang tenaga medis lain walaupun sebenarnya mengetahui permasalahannya. Menghakimi perawat adalah orang yang bodoh karena menyerahkan permasalahan kepada orang yang kompeten juga bukan tindakan yang bijak. Mari sama-sama kita menghargai tugas dan wewenang tiap profesi, melakukan hal yang terbaik dengan satu tujuan mulia: membantu pasien lebih baik secara fisik, psikologis, sosial dan spiritual.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H